Sebelum
pertengahan abad ke-16, di mana pengaruh Islam dan Kristen masuk ke
suku Talaud, masih banyak dilakukan upacara-upacara keagamaan sesuai
dengan kepercayaan. Upacara yang kini masih dilakukan coba disesuikan
dengan aturan pada agama yang berkembang saat ini. Sebut saja upacara manodong paraleong, salimbangngu wanua (sekarang telah berubah menjadi pesta adat), dan upacara metipu.
Upacara Manodong Paraleong
Upacara Manodong Paraleong
dilakukan untuk menolah malapetaka. Upacara yang dilakukan adalah
dengan melayarkan sebuah perahu kecil yang berisi sesajian berupa bahan
makanan (makanan yang telah dimasak, sirih pinang, tembakau, serta
ramuan obat-obatan menangkal yang terdiri dari daun-daunan, akar-akaran,
dan buah-buahan). Upacara ini dipimpin oleh tetua adat. Upacara Salimbangu Wanua
adalah upacara yang dilakukan untuk menolak bala kelaparan, bencana
alam, penyakit, yang lama kelamaan upacara ini berubah menjadi pesta
adat atau pesta keagamaan.
Upacara Metipu
Dari sekian upacara yang ada di suku Talaud, upacara Metipu
merupakan salah satu upacara yang cukup penting dan sakral. Upacara ini
bisa berlangsung tujuh hingga sembilan hari berturut-turut, dan
diselenggarakan di rumah panggung yang berada di atas gunung atau
tanjung. Tujuh hingga sembilan hari adalah lama berlangsungnya upacara,
sedang persiapan yang dilakukan sudah berhari-hari jauh sebelum upacara
dilangsungkan.
Upacara Metipu
adalah upacara yang dilakukan oleh sekelompok orang yang menganut satu
kepercayaan terhadap roh-roh tertentu. Roh-roh tersebutlah yang selalu
dimintai pertolongan jika bencana menimpa mereka. Mereka menyimpan
dongeng suci tentang roh-roh yang mereka percayai. Maka pada upacara
inilah dilakuakan penghormatan dan pemujaan terhadap roh yang mereka
percayai.
Pada
upacara ini dilakukan persembahan berupa babi hutan. Konon di awal
upacara ini dilakukan, persembahan yang mereka berikan bukanlah
menggunakan babi hutan, melainkan manusia. Manusia yang dinilai telah
melakukan suatu kesalahan besar, dan dari kesalahan itulah ia bisa
memberikan bencana bagi masyarakat. Persembhaan ini termasuk penolakan
terhadap bencana dan malapetaka yang akan datang pada suku Taulud.
Upacara Metipu ini tentu saja dipimpin oleh pemimpin upacara yang disebut Ampuang dan Bawinginan (murid/calon Ampuang).
Mereka pulalah yang memimpin tari-arian dan syair (kakumbaede,
kakalanto), juga beberapa mantera suci yang diucapkan sebagai bentuk
pemujaan. Tentu saja dalam upacara ini juga dibutuhkan sesajian berupa
buah-buahan tertentu, akar-akaran, terlebih benda peninggalan nenek
moyang/leluhur yang mereka puja dan sembah. Maka kebersamaan merupakan
kebahagiaan pula dari upacara ini.
0 komentar:
Posting Komentar