Sabtu, 13 Desember 2014

Masjid Raya Sultan Riau Pulau Penyengat

masjid raya riau 1_1374463301.jpg
Di tepi Pulau Penyengat, Kepualauan Riau, dapat dilihat sebuah masjid yang berdiri sejak dua abad lalu dengan empat menara yang tingginya mencapai 19 meter. Pulau ini dapat ditempuh menggunakan perahu atau pompong dari Tanjung Pinang. Sebagaimana namanya, masjid ini merupakan salah satu peninggalan Kesultanan Riau yang masih terawat dan berfungsi hingga sekarang.
Pertama kali dibangun pada tanggal 7 Rabiulawal 1218 H atau 1803 M pada masa pemerintahan Sultan Mahmud.  Kemudian pada masa pemerintahan Raja Ja’far dilakukan pelebaran masjid. Adapun pembangunan masjid secara besar-besaran dilakukan ketika Raja Abdul Rahman memegang jabatan Yang Dipertuan Muda Riau-Lingga, sebagai pengganti Raja Ja’far. Setelah itu, pembangunan masjid dilakukan secara gotong royong yang diperintahkan oleh Raju Abdul Rahman pada tahun 1832. Dengan demikian, masjid ini dibangun secara berlanjut oleh raja-raja Riau. Dari yang semula bermaterialkan kayu, hingga bermaterialkan beton. Pemugaran pernah dilakukan pada tahun 1982/1983 oleh Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Riau.
Masjid beserta halamannya memiliki luas 54,4 x 32,2 m dan dikelilingipagar tembok. Kompleks masjid ini terdiri dari masjid sebagai bangunan induk, dua buah bangunan di sisi timur sebagai tempat penyimpanan berbagai keperluan untuk perayaan hari besar islam, dan dua bangunan seperti pendopo sebagai tempat pengajian. Selain itu, masih terdapat bangunan tempat wudhu yang berada di utara dan selatan bangunan induk. Atap masjid mempunyai 13 kubah yang diapit dengan 4 buah menara. Jumlah kubah dan menara tersebut melambangkan jumlah rakaat shalat wajib dalam sehari. Untuk memasuki kompleks dapat menggunakan tangga naik.
Bangunan induk masjid didirikan di atas areal yang sudah disemen dan diratakan setinggi tujuh hasta dari permukaan tanah. Material bangunannya terbuat dari beton dengan warna dasar kuning pada temboknya. Warna kuning ini merupakan warna khas kejaayaan Melayu. Berdasarkan cerita sejarah setempat, pembangunan masjid juga menggunakan putih telur sebagai perekat. Oleh karena itu, masjid ini juga dikenal sebagai masjid putih telur. Bangunan masjid terbagi ke dalam serambi dan ruang utama. Pintu masuk ruang utama berada di sebelah timur, utara, dan selatan. Di dalam ruang utama terdapat empat buah tiang utama yang terbuat dari beton dan sebuah mimbar yang konon berasal dari Kudus, Jawa Tengah. Di dalam Masjid Raya Sultan Riau juga terdapat Al-Qur’an yang bertuliskan tangan dan dua lemari perpustakaan Kerajaan Raiau-Lingga yang berukir kaligrafi di sisi kiri-kanan. Al-Qur’an tersebut ditulis oleh putera Riau, Abdurrahman Istambul, yang dikirim belajar ke Turki pada tahun 1867.

0 komentar:

Posting Komentar