PERAHU TRADISIONAL PAPUA
Sebagian daerah pantai Papua merupakan daerah yang paling cocok untuk pemukiman penduduk. Beberapa masyarakat di pantai utara Papua tinggal dalam kelompok-kelompok masyarakat dengan tempat tinggal di atas air. Mereka tinggal di rumah-rumah dari papan kayu atau perahu. Perjalanan antara rumah linggal satu dan lainnya biasanya dipergunakan jembatan-jembatan papan yang menghubungkan rumah satu dan lainnya. Pada waktu mereka harus keluar atau ke desa lain maka mereka harus mempergunakan perahu.
Sebagian daerah pantai Papua merupakan daerah yang paling cocok untuk pemukiman penduduk. Beberapa masyarakat di pantai utara Papua tinggal dalam kelompok-kelompok masyarakat dengan tempat tinggal di atas air. Mereka tinggal di rumah-rumah dari papan kayu atau perahu. Perjalanan antara rumah linggal satu dan lainnya biasanya dipergunakan jembatan-jembatan papan yang menghubungkan rumah satu dan lainnya. Pada waktu mereka harus keluar atau ke desa lain maka mereka harus mempergunakan perahu.
Perahu-perahu yang menghubungkan antara
rumah satu dan lainnya dilubangi sehingga terbentuk rongga muatan yang
memanjang, Perahu-perahu di daerah Papua dibedakan menjadi perahu-perahu
yang tnemiliki cadik pada salah satu sisinya, yang diperuntukkan
sebagai penjaga keseimbangan. Perahu semacam ini biasa disebut sebagai
perahu laki-laki. Sedangkan yang lain adalah jenis jukung yang tidak
bercadik (perahu perempuan). Tetapi di teluk Cendrawasih perahu-perahu
dengan cadik tunggal atau cadik ganda (di kedua sisi) dijumpai.
Menurut beberapa ahli yang berbeda-beda
ada yang mengatakan bahwa pola-pola hias pada perahu baik dalam bentuk
antropomorfik atau binatang mempunyai makna sebagai simbol kematian.
Tetapi Annamarie, L Rice mengatakan bahwa perahu-perahu di Papua
dilengkapi dengan pahatan burung, ikan dan arca-arca nenek moyang yang
kesemuanya itu dipergunakan sebagai sarana untuk menjaga keselamatan (L
Rice, 1991: 268P Beyond ihe Java Sea).
Perahu-perahu Papua mempunyai fungsi
sebagai sarana transportasi (angkutan dari tempat satu ke tempat lain),
disamping itu dipergunakan juga untuk berdagang, untuk menangkap ikan
dan untuk upacara-upacara. Sebelum pelaksanaan penangkapan ikan,
Biasanya terlebih dahulu diadakan upacara khusus untuk ditujukan kepada
kekuatan yang menguasai ikan agar dalam penangkapan ikan dapat
memperoleh hasil yang sebanyak-banyaknya.
Dalam hal perdagangan perahu-perahu
Irian dapat mencapai ke daerah- daerah lain seperti di daerah Pasifik
bagian Barat, Maluku dan daerah-daerah di Indonesia bagian timur.
Penduduk Papua biasanya memperdagangkan hasil buminya berupa damar,
kayu, burung, Cendrawasih, kulit binatang, ikan kering dan lain-lain.
Di Museum Negeri Propinsi Papua
banyak dijumpai perahu miniatur yang dijadikan koleksi di sana. Dari
koleksi tersebut dapat diketahui bahwa daerah Indonesia paling timur ini
memiliki kekayaan perahu tradisional yang sangat bermacam-macam. Pada
perahu Papua banyak dijumpai pahatan-pahatan atau lukisan yang
dipergunakan sebagai penghias dengan maksud untuk mengusir roh- roh
jahat. Pola-pola hias pada perahu Papua tidak hanya dijumpai pada bagian
depan (haluan) dan pada bagian belakang (buritan), tetapi banyak pula
yang dijumpai pada bagian badannya. Pola hias yang berupa tanaman
(sulur) dijumpai pula di Papua. Juga pola hias binatang seperti misalnya
ditempatkan baik di bagian depan dan belakang kapal serta di bagian
badan.
Perahu tradisional Papua ada yang tanpa
cadik, bercadik tunggal dan ada yang bercadik ganda. Keuntungan dari
cadik ganda yaitu mempunyai keseimbangan lebih banyak dan tidak mungkin
akan terbalik. Cadik ganda maupun tunggal rata-rata dibuat dari kayu
atau bambu. Selain ada bentuk yang pendek, perahu Papua rata-rata
mempunyai bentuk ramping dan panjang dan dibuat dari satu batang kayu.
Perahu Papua dihias dengan cara dilukis dan ada pula yang dipahat baik membentuk dua dimensi (dalam bentuk arca) serta pola hias terawangan (tembus). Pola hias dengan cat warna merah, hijau, hitam, kuningi dan lain-lain banyak menggambarkan jenis burung dan bentuk sejenis tanaman, Demikian pula pola hias sulur dalam bentuk lingkaran, atau lingkaran memusat (ikal), setengah lingkaran. Pola-pola hias sulur dalam bentuk lingkaran, atau lingkaran memusat banyak dijumpai pada benda-benda dari masa prasejarah yaitu pada masa perunggu-besi (bronze-iron age) (Van der Hoop, 1941, Van Heekeren, 1958).
Perahu Papua dihias dengan cara dilukis dan ada pula yang dipahat baik membentuk dua dimensi (dalam bentuk arca) serta pola hias terawangan (tembus). Pola hias dengan cat warna merah, hijau, hitam, kuningi dan lain-lain banyak menggambarkan jenis burung dan bentuk sejenis tanaman, Demikian pula pola hias sulur dalam bentuk lingkaran, atau lingkaran memusat (ikal), setengah lingkaran. Pola-pola hias sulur dalam bentuk lingkaran, atau lingkaran memusat banyak dijumpai pada benda-benda dari masa prasejarah yaitu pada masa perunggu-besi (bronze-iron age) (Van der Hoop, 1941, Van Heekeren, 1958).
Pola- pola hias dalam bentuk arca
manusia, burung dan tumbuh-tumbuhan biasanya berperan dan berfungsi
sebagai pengusir pengaruh jahat yang akan datang disamping sebagai
simbol dari kesuburan baik untuk tanaman, ternak, manusia atau rezeki
(keuntungan). Burung kadang-kadang dibuat dengan kepala antropomorfik
disamping ditemukan pola hias tokoh manusia sedang mengen-darai perahu.
Seni pahat dari Papua yang terpampang pada perahu-perahu tradisional telah diungkapkan oleh Amir Sutaarga yang mengatakan:
Seni pahat dari Papua yang terpampang pada perahu-perahu tradisional telah diungkapkan oleh Amir Sutaarga yang mengatakan:
"Sebagai bentuk peralihan dari seni dua
dimensi ke arah seni plastis kita jumpai ungkapan-ungkapan antropomorfis
pada hiasan-hiasan haluan perahu dan bentuk-bentuk yang masih kasar
sampai kepada ungkapan-ungkapan seni yang tiada tara indahnya dan
halusnya dengan gaya ekspresif dan dinamis pada hiasan-hiasan haluan
perahu. Pada hiasan haluan perahu, dijumpai sebuah kepala orangi dan di
atas tubuhnya terdapat tiga ekor kepiting hermit, yang oleh orang-orang
Asmat sering diasosiasikan dengan sebab-sebab kematian” (Sutaarga, 1974:
34).
Salah satu kebudayaan di daerah Teluk
Sarera di Papua ini adalah budaya perahu. Alat-alat angkut yang pokok
adalah perahu. Daerah Papua yang sebagian terdiri dari air memungkinkan
masyarakat di sana untuk mengembangkan budaya perahu dan muncul
perahu-perahu dalam berbagai bentuk maupun pola- pola hiasnya.
Perahu-perahu Papua yang dikembangkan
oleh orang-orang Biak mengalami kemajuan pesat. Dengan perahu-perahunya
itu orang Biak dapat mencapai Maluku Utara (Halmahera), pulau Sarana dan
Ambon (Maluku Selatan). Demikian juga penduduk pantai Irian Utara yaitu
di Teluk Tanah Merah dan Jayapura adalah pendukung-pendukung kebudayaan
perahu atau merupakan pelaut-pelaut yang ulung. Ragam-ragam hias yang
dipergunakan di sekitar Danau Sentani yaitu ragam hias geometris berupa
pilin berganda, cukilan-cukilan (Sutaarga, 1974).
Selain bentuk-bentuk perahu yang
ditemukan di pantai Papua dan di Danau Sentani ditemukan juga
gambar-gambar atau lukisan perahu yang begitu unik dijumpai oleh para
ahli antropologi dan arkeologi di gua-gua karang Papua. Bentuk-bentuk
perahu yang dibuat sebagai lukisan ini dengan stilir indah.
Sebuah perahu dilukiskan dengan haluan
{bagian depan) yang mencuat ke atas dan sebuah lukisan berbentuk seperti
dayung ada di bagian belakang (buritan). Perahu-perahu yang dilukiskan
di gua telah diteliti oleh Holt (1967), dan Rosenfeld (1988).
Gambar-gambar manusia yang menumpang pada perahu dibuat dengan bentuk
sederhana,, skematis, dan kaku (skeptis). Sebuah perahu pendek
melengkung digambarkan dengan 3 orang penumpang yang masing-masing
memegang dayung.
Perahu dari gua-gua di daerah Papua
tampaknya jauh lebih muda dibandingkan dengan perahu-perahu yang dibuat
dengan warna cat merah dari Sulawesi Tenggara dan Sulawesi Selatan.
Estimasi ini berdasarkan penampilan bentuk lukisan di mana di Papua
bentuk lukisan telah begitu maju dengan bentuk- bentuk yang lebih raya
dan daya cipta yang tinggi ¡penuh variasi. Sementara bentuk lukisan
perahu di Sulawesi jauh lebih sederhana.
0 komentar:
Posting Komentar