POLA PEMUKIMAN DAN TATA RUANG SUKU MELAYU JAMBI
Kota Jambi alias kota istana terbentuk semenjak hadirnya kerajaan Melayu Jambi pada abad ke-18, di pinggiran sungai Batanghari. Kota Jambi pun dikenal sebagai kota sungai (riverfront city), yang memiliki keunikan tersendiri. Keunikan tersebut timbul karena keberadaan Sungai Batanghari yang membelah kota Jarnbi menjadi dua bagian kota, yaitu: kota yang bekembang dan daerah seberang yang merupakan kantung (enclave) orang Melayu Jambi.
Kota Jambi alias kota istana terbentuk semenjak hadirnya kerajaan Melayu Jambi pada abad ke-18, di pinggiran sungai Batanghari. Kota Jambi pun dikenal sebagai kota sungai (riverfront city), yang memiliki keunikan tersendiri. Keunikan tersebut timbul karena keberadaan Sungai Batanghari yang membelah kota Jarnbi menjadi dua bagian kota, yaitu: kota yang bekembang dan daerah seberang yang merupakan kantung (enclave) orang Melayu Jambi.
Kondisi
tersebut menjadikan Kota Jambi seperti dua sisi mata koin; antara
perkembangan peradaban dan pelestarian budaya lokal dengan sungai
Batanghari sebagai batasnya. Hal ini terjadi karena Kota jambi dibentuk
oleh kebudayaan material dan spiritual dari berbagai etnik, strata
sosial, ekonomi dan sistem pemerintahan pada masa lalu, yang dapat kita
lihat pada bentuk-bentuk bangunan dengan suasana, rona, serta tata ruang
pemukiman yang menyesuaikan dengan lingkungan pinggiran sungai.
Keberadaan
masyarakat asli Melayu Jambi di daerah seberang dalam suatu kantung
tersendiri dimungkinkan justru karena kondisinya yang berawa-rawa
sehingga tidak perlu untuk dikembangkan menjadi kota. Infrastruktur juga
tidak perlu dikembangkan. Di satu sisi menjadi tidak berkembang namun
di sisi lain justru merupakan wilayah yang masih terjaga keasliannya.
Tidak adanya jembatan penghubung makin memperkuat keaslian orang melayu
Jambi di daerah seberang.
Karena
kondisi di atas, kemudian pola tata ruang pada kawasan Jambi menjadi
terbagi tiga, yaitu pola mengelompok, pola menyebar, dan pola memanjang.
Dengan pola tata ruang permukiman yang terbentuk terbagi menjadi dua,
yaitu pola lahan permukiman pinggiran sungai membentuk pola linier dan
pola lahan permukiman pada kawasan darat berbentuk grid yang orientasi
permukimannya cenderung mengarah pada jalan lingkungan. Masa dan bentuk
bangunan terbagi dua yaitu pola linier yang dibentuk oleh susunan
permukiman yang berkembang di pinggiran sungai Batanghari bagi
masyarakat Melayu Jambi, sedangkan pola grid dibentuk oleh pengaturan
deret bangunan permukiman dan pertemuan jalur-jalur sirkulasi pada
kawasan darat.
Seluruh
kampung di Daerah Seberang merupakan daerah rawa sehingga bentuk rumah
penduduknya berupa rumah panggung dibuat dari bahan kayu, walaupun saat
ini ada beberapa yang sudah berubah dengan menggunakan bahan baku
permanen: batu merah, batako, dll.
Dengan
kontruksi tanah yang cenderung rawa, maka pola tata ruang permukiman
Melayu Jambi terbentuk dengan adanya jalan sungai, pohon-pohon, bambu,
atau pohon kelapa, dan jalan darat sebagai batas. Lapangan dan mesjid
sebagai tempat berkumpul masyarakat biasanya terdapat pada pusat desa.
Keberadaan
sungai Batanghari selain menjadi batas kebudayaan, bagi masyarakat
Melayu Jambi, menjadi sandaran sarana transportasi yang efektif guna
menyokong aktivitas perekonomian mereka. Rata-rata aktivitas
perekonomian Mayarakat Melayu Jambi bergerak di bidang, pertanian,
perikanan, kerajinan, berdagang, dll.
Setiap
daerah di Provinsi Jambi memiliki potensi dan kearifan lokal tersendiri
dalam pengolahannya. Meskipun demikian tidak ada istilah pembangunan
tidak merata yang sampai pada titik ekstrim, karena kondisi ekonomi
masyarakat jambi secara keseluruhan di dukung oleh sektor yang berbeda
namun memiliki potensi yang sama kuat. Dan perbedaan kontruksi, tata
ruang dan infra struktur di Jambi bukanlah karena adanya diskriminasi
pembangunan, melainkan kerena sikap dan pemahaman masyarkaat Melayu
Jambi yang kuat memegang adat dan budaya nenek moyangnya.
Sehingga
kita bisa memahami perbedaan drastis tersebut. Dan kita harus belajar
dari masyarakat Melayu Jambi dalam mengatur tata ruang dan bentuk
bangunan mereka yang tidak hirau dengan perkembangan budaya di sebrang
sungai Batanghari (kota Jambi). Karena masyarakat Melayu Jambi memang
telah mempertimbangkan dan arif menyikapi kondisi alam dan lingkungan
sosial budayanya.
0 komentar:
Posting Komentar