Orang
Asmat memiliki peralatan serta cara untuk mempertahankan hidupnya.
Mereka memiliki kemampuan untuk membuat jaring sendiri yang terbuat dari
anyaman daun sagu. Jaring tersebut digunakan untuk menjaring ikan di
muara sungai. Caranya pun sederhana sekali, yaitu dengan melemparkan
jaring tersebut ke laut untuk kemudian ditarik bersama-sama. Pekerjaan
ini tidaklah mudah karena di muara sungai terdapat lumpur yang sangat
banyak dan memberatkan dalam penarikan jaring. Oleh karena itu, jala
ditambatkan pada waktu air pasang dan kemudian ditarik pada air surut.
Untuk
membuat suatu karya kesenian, orang Asmat juga mengenal alat-alat
tertentu yang memang sengaja digunakan untuk membuat ukir-ukiran.
Alat-alat sederhana seperti kapak batu, gigi binatang dan kulit siput
yang bisa digunakan oleh wow-ipits untuk mengukir. Kapak batu merupakan
benda yang sangat berharga bagi orang Asmat sehingga kapak yang hanya
bisa didapatkan melalui pertukaran barang itu diberi nama sesuai dengan
nama leluhurnya, bisanya nama nenek dari pihak ibu. Dengan masuknya
pengaruh dari luar, orang Asmat sekarang sudah menggunakan kapak besi
dan pahat besi. Kulit siput diganti dengan pisau. Untuk menghaluskan dan
memotong masih digunakan kulit siput.
Gaya
seni Asmat hilir maupun hulu sungai-sungai yang mengalir ke dalam Teluk
Flamingo dan arah pantai Casuarina (Central Asmat). Benda seni yang
termasuk dalam golongan ini, telah terkenal sejak jaman ekspedisi
militer Belanda pada tahun 1912. Ciri-ciri perisai dalam golongan ini
adalah berbentuk persegi panjang dan agak menyempit ujungnya. Di ujung
atas ada hiasan ukiran phallus atau gambar burung tanduk atau topeng.
Motif-motif ukiran dalam golongan ini juga terdiri dari motif burung
kakatua, burung kasuari, kepala ular, kaki kepiting, dll. Hiasan ukiran
simbolis ini juga terdapat di ujung perahu lesung, di bagian belakang
perahu, datung perahu, dinding tifa, ujung tombak, ujung panah, dll.
Perisai
pada golongan ini berbentuk lonjong dengan bagian bawah yang agak
melebar dan biasanya lebih padat dari pada perisai-perisai lainnya.
Bagian kepala terpisah dengan jelas dari bagian lainnya dan berbenruk
kepala kura-kura atau ikan. Kadang-kadang ada gambar nenek moyang di
bagian kepal, sedangkan hiasan bagian badan berbentuk musang terbang,
katak, kepala burung tanduk, ualr, dll.
Kekhususan
pada bentuk hiasan perisai yang biasanya berukuran sangat besar,
kadang-kadang sampai melebihi tinggi orang Asmat yang berdiri tegak.
Bagian-bagian atasnya tidak terpisah secara jelas dari bagian badan
perisai dan sering terisi dengan garis-garis hitam atau merah yang
diberi titik-titik putih.
Perisai
pada golongan ini hampir sama besar dan tinggi dengan perisai pada
golongan Asmat Timur. Bagian kepala juga biasanya terpisah dari bagian
badannya. Walaupun motif sikulengan sering dipakai untuk hiasan perisai,
motif yang biasa digunakan adalah motif geometri, lingkaran, spiral,
siku-siku, dll.
Perisai
digunakan oleh orang Asmat untuk melindungi diri dari tombak dan panah
musuh dalam peperangan. Pola ukiran pada perisai melambangkan
kejantanan. Senjata ini terbuat dari akar besar pohon bakau atau kayu
yang lunak dan ringan. Tombak pada masyarakat Asmat terbuat dari kayu
keras seperti kayu besi atau kulit pohon sagu. Ujungya yang tajam
dilengkapi dengan penutup yang terbuat dari paruh burung atau kuku
burung kasuari.
0 komentar:
Posting Komentar