Minggu, 14 Desember 2014

Masjid Kiai Gede - Kalimantan Tengah

kiai_1374479079.jpg
 Masjid Kiai Gede terletak di desa Kotawaringin Hulu, Kecamatan Kotawaringin Lama, Kabupaten Kotawaringin Barat, Propinsi Kalimantan Tengah.  Masjid ini letaknya di tengah kota dan tepatnya di tenggara alun-alun. Pendirian masjid Kiai Gede pada masa pemerintahan Pangeran Dipati Antakesuma (raja Kotawaringin).
Masjid diberi nama Kiai Gede, karena jasa dan prakarsa Kiai Gede dalam mengislamkan daerah Kotawaringin. Kiai Gede tersebut sebenarnya bukan orang Kotawaringin tapi berasal dari Jawa. Beliau dating ke Banjarmasin karena perselisihannya dengan Sultan Demak. Sesampai di Banjarmasin, Sultan mengutusnya untuk membuka wilayah baru di bagian barat yang sekarang bernama Kotawaringin. Di daerah ini beliau diangkat mengjadi Mangkubumi.
 
Masjid Kiai Gede (foto oleh detik.travel)
Masjid Jami Kiai Gede di bangun tahun 1632 Miladiyah yang bertepatan dengan tahun 1052 Hijriyah. Saat itu Kerajaan Banjarmasin yang membawahi Kasultanan Kotawaringin dengan pemerintahan dipegang Pangeran Adipati Muda (1010-1055 H). Jauh sebelum masuknya kaum imperialis kolonial Belanda, Kotawaringin merupakan wilayah kerajaan/kesultanan.
Kiai Gede tiba di Kesultanan Banjar pada masa pemerintahan Sultan Banjar IV, Sultan Mustain Billah bin Sultan Hidayatullah (1595-1642). Namun lagi lagi terdapat selisih antara tahun keberangkatan Kiai Gede di tahun 1591M dengan masa kekuasaan Sultan Mustain Billah bin Sultan Hidayatullah 1595-1642. Namun semua sumber menyebutkan bahwa kedatangan Kiai Gede di Kesultanan Banjar di Masa Kekuasaan Sultan Mustain Billah.
Sulit untuk menyimpulkan atau menduga duga, apakah memang butuh waktu 4 tahun untuk menempuh perjalanan laut dari Demak ke Banjarmasin, atau memang beliau dan rombongan tidak langsung menuju Banjarmasin tapi singgah dan menetap dulu ke beberapa tempat yang lain atau mungkin ada hal lain yang dapat menjelaskan selisih angka tahun tersebut.
Disebutkan bahwa kedatangan Beliau diterima dengan baik di Kesultanan Banjar. Sultan Banjar menugaskan Kiai Gede untuk menyebarkan ajaran Islam di Kotawaringin, sekaligus merintis pendirian sebuah kasultanan baru. Kelak Kiai Gede yang berjasa menyebarkan ajaran Islam mendapat kedudukan sebagai Adipati di Kotawaringin dengan pangkat Patih Hamengkubumi yang bergelar Adipati Gede Ing Kotawaringin.
Bersama para pengikutnya Kiai Gede membangun Kotawaringin dari belantara menjadi sebuah kawasan pemukiman, berawal dari 40 orang yang dikirim dari Kasultanan Banjarmasin terus berkembang dan sampai sekarang menjadi salah satu daerah hunian yang maju. Setelah pembangunan cukup untuk sebuah kawasan pemukiman tahun 1680 Miladiyah ketika pemerintahan dipegang Pangeran Adipati Antakusuma, Kiai Gede dikukuhkan menjadi adipati yang berkedudukan di Kotawaringin. Sejak saat itu perkembangan masyarakat muslim terus maju sampai sekarang menjadi salah satu wilayah pemukiman yang terus berkembang.
Bangunan masjid dikelilingi pagar kayu setinggi ± 1,25 cm, berdiri pada halaman seluas 900 m2 . Denahnya berbentuk bujur sangkar berukuran 15,5 x 15,5 m, dengan tipe joglo. Masjid ini merupakan rumah panggung/kolong dengan ketinggian ± 1,5 m dari permukaan tanah. Lantai dan dinding terbuat dari kayu ulin. Untuk masuk ke dalam bangunan terdapat 36 buah tiang yang terdiri dari tiga jenis, yaitu
  1. Tiang utama (sokoguru) berjumlah empat buah terdapat di tengah ruangan. Bentuknya segi delapan dan pada keempat sisinya penuh dengan ukiran bermotih salur-salur dan spiral. Tiang berdiri di atas umpak yang berbentuk kelopak bunga teratai.
  2. Tiang dengan bentuk silinder (bulat) berjumlah 12 buah ukurannya lebih kecil dari tiang sokoguru dan tidak berukir. Pada bagian tengah bulatnya lebih kecil dari bagian bawah dan atas, juga berdiri di atas umpak lebih sederhana dari umpak sokoguru. Letaknya mengelilingi tiang sokoguru.
  3. Tiang yang berjumlah 20 buah merupakan deretan ke dua mengelilingi sokoguru. Bentuk bulat dan lebih kecil dari tiang 12, letaknya menempel pada dinding dalam masjid. Fungsi tiang 20 ini sebagai penguat dinding/penyangga.
Selain tiang dalam bangunan utama, terdapat mihrab dan mimbar. Sebagai pelengkap masjid dalam ruangan juga terdapat bedug yang merupakan hadiah dari kerajaan Demak. Ukuran panjang 161 cm dengan garis tengah 58 cm dan digantung dengan rantai besar. Bagian bawahnya terdapat tulisan Jawa Kuno dengan tahun Saka. Pada bagian belakang terdapat bangunan tambahan berukuran 5 x 12 m, tepat di tengah-tengah bangunan induk. Fungsi bangunan ini sebagai tempat jemaah yang terlambat dating. Sebenarnya bangunan ini untuk jemaah wanita. Dinding terbuat dari kayu dengan lubang angin di bagian atasnya, bangunan mempunyai atap seperti atap puncak bangunan induk. Di muka masjid ada bangunan kecil untuk tempat wudhu. Pelengkap masjid lain adalah jam penunjuk waktu shalat yang terbuat dari kayu berupa tugu.
Atap bangunan merupakan atap tumpang tiga dari bahan sirap. Di antara tingkatan atap terdapat dinding dari kayu. Pada atap ke tiga bentuk seperti kerucut di punaknya terdapat hiasan bunga tiga tangkai. Di bagian bawah atap, bagian ujungnya ada hiasan sulur. Antara atap ke dua dan tiga pada ujung bawah dinding atap tingkat dua terdapat tiang sebagai penyangga atap teratas dilengkapi atap pengeras suara untuk mengumandangkan adzan.
Masjid Kiai Gede telah mengalami tiga kali perbaikan yaitu tahun 1951 dilakukan penamnbahan bagian teras, atap sirap dengan dana swadaya dari masyarakat setempat dan dibantu oleh para jemaah masjid. Perbaikan kedua pada bagian mimbar tahun 1968. Tahun anggaran 1980/1981-1985/1986 dilaksanakan pemugaran oleh Bidang Pemugaran Sejarah dan Kepurbakalaan Kantor Wilayah Depdikbud Propinsi Kalimantan Tengah melalui Proyek Pemugaran dan Pemeliharaan Peninggalan Sejarah dan Purbakala Kalimantan Tengah.

Masjid Kiai Gede Kotawaringin lengkap dengan tiga papan namanya

0 komentar:

Posting Komentar