Minggu, 14 Desember 2014

Celurit

celurit madura3.jpg
CELURIT SENJATA KHAS MASYARAKAT MADURA, JAWA TIMUR

Bagi masyarakat Madura, Celurit tak dapat dipisahkan dari budaya dan tradisi mereka hingga saat ini. Senjata tradisional ini memiliki bilahnya berbentuk melengkung bentuk bilah inilah yang menjadi ciri khasnya. Celurit menjadi senjata khas suku Madura yang biasa digunakan sebagai senjata carok.
Senjata ini melegenda sebagai senjata yang biasa digunakan oleh tokoh bernama Sakera. Masyarakat Madura biasanya memasukkan khodam, sejenis makhluk gaib yang menempati suatu benda, ke dalam celurit dengan cara merapalkan doa-doa sebelum carok. Walaupun demikian, pada dasarnya fungsi utama senjata ini merupakan salahsatu dari alat pertanian.

Sejarah dan Mitos
Celurit diyakini berasal dari legenda Sakera, seorang mandor tebu dari Pasuruan yang menjadi salah satu tokoh perlawanan terhadap penjajahan belanda pada abad 18 M. Ia dikenal tak pernah meninggalkan celurit dan selalu membawa/mengenakannya dalam aktivitas sehari-hari, dimana saat itu digunakan sebagai alat pertanian/perkebunan. Ia berasal dari kalangan santri dan seorang muslim yang taat menjalankan ajaran agama Islam.
Sakera melakukan perlawanan atas penidasan penjajah. Setelah ia tertangkap dan dihukum gantung di Pasuruan, Jawa Timur. Ia kemudia dimakamkan di Kota Bangil. Atau tepatnya di wilayah Bekacak, Kelurahan Kolursari, daerah paling selatan Kota Bangil.
Tindakan penjajah tersebut memimbulkan kemarahan orang-orang Madura sehingga timbul keberanian melakukan perlawanan terhadap penjajah dengan senjata andalan meraka adalah celurit. Oleh karena itu, celurit mulai beralih fungsi menjadi simbol perlawanan, simbol harga diri serta strata sosial.

Jenis dan Ukuran Celurit
Berdasarkan bentuk bilahnya, celurit dapat dibedakan menjadi :
- Clurit Kembang Turi
- Clurit Wulu Pitik/Bulu Ayam
Sedangkan ukuran clurit dikenal dengan ukuran 5 (paling kecil) sampai ukuran 1 (paling besar)

Struktur Celurit
Umumnya clurit memiliki hulu (pegangan/gagang) terbuat dari kayu, adapun kayu yang digunakan cukup beraneka ragam, di antaranya kayu kembang, kayu stingi, kayu jambu klutuk, kayu temoho, dan kayu lainnya. Pada ujung hulu terdapat tali sepanjang 10-15 cm yang berguna untuk mennggantung/mengikat clurit. Pada bagian ujung hulu biasanya terdapat ulir/cerukan/cungkilan sedalam 1-2 cm.
Sarung clurit terbuat dari kulit, biasanya berasal dari kulit kebo yg tebal atau kulit sapi serta kulit lainya. Sarung Kulit dibuat sesuai dengan bentuk bilah yang melengkung, dan memiliki ikatan pada ujung sarung dekat dengan gagang sebagai pengaman. Sarung clurit hanya dijahit 3/4 dari ujung clurit, agar clurit dapat dengan mudah dan cepat di tarik/dicabut dari sarungnya. Umumnya sarung dihiasi dengan ukiran/ornamen sederhana.
Bilah Clurit menggunakan berbagai jenis besi, untuk yang kualitas bagus biasanya digunakan besi stainless, besi bekas rel kereta api, besi jembatan, besi mobil. Sedangkan untuk kualitas rendah menggunakan baja atau besi biasa. Bilah Clurit memiliki ikatan yang melekat pada gagang kayu serta menembus sampai ujung gagang. Sebagaian dari clurit juga dibuat ulir setengah lingkaran mengikuti bentuk bilahnya. Terkadang pada bilahnya terdapat ornamen lingkaran sederhana sepanjang bilah clurit.

Proses Pembuatan
Sebelum mengerjakan sebilah celurit, Pandai besi biasa berpuasa terlebih dahulu. Bahkan saban tahun, tepatnya pada bulan Maulid, dilakukan ritual kecil di bengkel pandai besi. Ritual ini disertai sesajen berupa ayam panggang, nasi dan air bunga. Sesajen itu kemudian didoakan di mushala. Baru setelah itu, air bunga disiramkan ke bantalan tempat menempa besi. Diyakini Kalau ada yang melanggar (mengganggu), ia akan mendapatkan musibah sakit-sakitan. Hingga kini, tombuk atau bantalan menempa besi pantang dilangkahi terlebih diduduki oleh orang.
Hal pertama yang selalu dilakukan dalam pembuatan, adalah memilih besi yang diinginkan. Untuk clurit berkualitas terbaik digunakan besi rel atau besi mobil/jeep. Batangan besi pilihan itu tersebut kemudian dibelah dengan ditempa berkali-kali untuk mendapatkan lempengannya. Setelah memperoleh lempengan yang diinginkan, besi pipih itu lantas dipanaskan hingga mencapai titik derajat tertentu.
Logam yang telah membara itu lalu ditempa berulang kali sampai membentuk lengkungan sesuai dengan jenis celurit yang diinginkan. Penempaan dilakukan dengan ketelitian. Setelah mencapai kelengkungan yang diinginkan, clurit digerinda dan dihaluskan bilahnya. Setelah dimasukkan/ditancapkan ke gagang yang telah disiapkan terlebih dahulu. Dan diteruskan dengan memberikan ikatan tali pada gagang tersebut. Terakhir bilah yang sudah jadi dibuatkan sarungnya dengan menggunakan kulit kebo/sapi dan telah diukir/tatah, dimana ukurana sarung disesuaikan dengan bentuk bilah tersebut. Untuk membuat clurit yang berkualitas terbaik membutuhkan waktu 2 sampai 4 minggu.

Celurit dan Pencak Silat
Di Madura, banyak dijumpai perguruan pencak silat yang mengajarkan cara menggunakan celurit. Walaupun hanya sebuah benda mati, celurit memiliki beragam cara penggunaannya. Ini tergantung dari niat pemakainya. Dimana perguruan silat menggajarkan penggunaan celurit tidak sekadar diajarkan untuk melumpuhkan lawan. Namun seorang pesilat harus memiliki batin yang bersih dengan berlandaskan agama.

0 komentar:

Posting Komentar