PENINGGALAN KEKUATAN SUKU LAMPUNG JAMAN TUMI
Meski masyarakat suku Lampung pada umumnya adalah penganut Agama Islam yang taat dan konsekuen, namun bekas-bekas kepercayaan dari generasi masa lalu atau jaman Tumi pada Shang Hiang Sakti masih sangat kental. Maka bercampur baurlah antara Islam dan kepercayaan kepada dewa pencipta alam.
Meski masyarakat suku Lampung pada umumnya adalah penganut Agama Islam yang taat dan konsekuen, namun bekas-bekas kepercayaan dari generasi masa lalu atau jaman Tumi pada Shang Hiang Sakti masih sangat kental. Maka bercampur baurlah antara Islam dan kepercayaan kepada dewa pencipta alam.
Selain masih percaya pada Shang Hiang
Sakti, masyarakat Suku Lampung juga masih memercayai keberadaan makhluk
dan hal-hal gaib peninggalan animisme jaman dulu. Seperti adanya mahkluk
bernama Putri Muli alias Bidadari, Selang Sri atau Dewi Padi, Saikelom,
Saihalus, dan Sekedi. Serta kepercayaan terhadap kekuatan sakti pada
benda-benda yang disebut Pemanohan.
Kekuatan pemanohan ini, secara rasio
memang tidak mungkin. Tapi kenyataannya memang mempunyai keistimewaan
dan kesaktian. Seperti beberapa benda dibawah ini:
Di Walur, ada yang disebut bedang minak.
Sebilah pedang yang memiliki kesaktian. Pedang ini akan bergerak-gerak
ketika pemakainya dalam bahaya, misal ada macan, ular, atau binatang
buas di sekitar pemilik pedang. Atau ia akan melompat langsung dan akan
kembali dengan berlumuran darah, itulah sebabnya bedang minak dikenal
oleh masyarakat sebagai “Pedang Luncat”
Di Tanjung Sakti, Kec. Pesisir Utara,
Lampung Utara terdapat juga benda sakti yang disebut kemasi galung.
Sebuah tumbak yang mampu meringankan tubuh orang yang memegangnya.
Tetapi tidak sembarang orang bisa mendapati keistimewaan dari kemasi
galung atau tombak sakti ini. Karena syarat pemegangnya adalah orang
yang sejurai dengan pemilik sebelumnya. Kemasi galung disimpan di
bubungan rumah penyeimbang, bila ada bahaya di kampung itu, orang yang
mengambil kemasi galung bisa langsung melompat dari atap rumah panggung
ke bawah tanpa harus menuruni tangga.
Di kampung Ujung Tenuk, Umbul “KO” di
Manggala Lampung Utara, ada sebuah batu yang dinamakan pangaringan.
Menurut cerita, batu pangaringan berasal dari hati manusia jaman dulu.
Kekuatannya adalah mampu melemahkan kesaktian orang yang kebal senjata
tajam. Kekebalan seseorang terhadap senjata tajam akan hilang atau tidak
kebal lagi terhadap senjata tajam yang telah digilirkan pada
pangaringan.
Berikutnya adalah benda sakti bernama
batu ilahan yang terletak di Kalianda Lampung Selatan. Batu ini memiliki
kesaktian untuk menghapuskan atau mengobati penyakit eksim yang timbul
karena melanggar pantangan memakan daging kerbau putih atau bule. Bila
telah memakan daging kerbau bule dengan diketahui atau tidak, maka akan
timbul eksim yang parah. Satu-satunya obat ialah mengambil air dari atas
batu ilahan untuk diminum dan dimandikan.
Lainnya adalah terbangan, sebuah rebana yang pernah dipakai pada abad-abad ke-6. Pada saat itu rebana ini dibunyikan untuk mengiringi perang seperti halnya gendrang perang.
Lainnya adalah terbangan, sebuah rebana yang pernah dipakai pada abad-abad ke-6. Pada saat itu rebana ini dibunyikan untuk mengiringi perang seperti halnya gendrang perang.
Gema suaranya mampu mengaburkan
perhitungan arah musuh, dan rebana ini bisa dinaiki sebagai kendaraan
yang bisa terbang. Inilah asal mula rebana disebut juga terbangan.
Sekarang terbangan ini disimpan di bumbungan rumah cikal bakal
masyarakat Lampung Peminggir, yakni rumah Dalem di Kampung Negeri Ratu
di Punggung Tampak.
Selanjutnya adalah Kaor Bungkok yang dikenal juga sebagai Buluh Kebut, atau Buluh Buntu. Kesaktian dari kaor bungkok adalah kemampuannya untuk menawar racun, dan tongkat anti binatang buas. Bila bertemu dengan binatang buas, kaor bungkok bisa digunakan untuk menaklukkan binatang buas tersebut.
Selanjutnya adalah Kaor Bungkok yang dikenal juga sebagai Buluh Kebut, atau Buluh Buntu. Kesaktian dari kaor bungkok adalah kemampuannya untuk menawar racun, dan tongkat anti binatang buas. Bila bertemu dengan binatang buas, kaor bungkok bisa digunakan untuk menaklukkan binatang buas tersebut.
Asal usul benda sakti ini berawal dari
peristiwa peperangan di Sekala Brak pada masa nenek moyang suku lampung.
Saat itu ada jari seorang panglima yang terputus kemudian dimasukkan
dalam bambu, lalu dihanyutkan di Way Semaka Kenali. Bambu itu kemudian
terdampar dan menjadi tunas, tumbuh dan berumpun seperti lengkuas. Pada
waktu-waktu tertentu, akan ada satu batang yang menyala menerangi tempat
di sekitarnya, dan batang inilah yang bdisebut sebagai kaor bungkok.
Jika kita perhatikan jenis dan asal
benda-benda yang memiliki kesaktian tersebut, kita bisa membaginya
menjadi dua macam, yakni; benda sakti hasil cipta karya manusia
diantaranya bedang minak, kemasi galung, dan terbangan dan benda alami
yang tersedia pada alam seperti pengaringan, batu ilahan, dan kaor
bungkok. Percaya atau tidak, setiap benda memiliki jiwanya tersendiri
untuk dipahami dan dikuatkan menurut fungsinya, atau dirasukkan “jiwa”
oleh pembuatnya, hal-hal tersebut masih dimiliki dan diyakini di
daerahnya masing-masing di Indonesia.
Bagi kehidupan yang rasional dan modern,
hal-hal ini tentulah menjadi sesuatu yang tahayul dan misteri. Tapi
sesungguhnya ini hanyalah persoalan pengetahuan yang belum terumuskan
seperti halnya cara berkomunikasi jarak jauh di jaman dulu dengan
teknologi komunikasi saat ini. Perbedaannya terletak pada satu hal:
keyakinan.
0 komentar:
Posting Komentar