Dalam
hidup, kita berhubungan dengan pribadi-pribadi. Salah satu faktor yang
sangat berperan membentuk karakter hubungan-hubungan itu adalah citra
atau gambaran kita tentang diri kita dan tentang orang lain.
Kita
memiliki citra tertentu tentang diri kita dan tentang orang lain.
Begitu pula sebaliknya. Orang-orang lain memiliki citra tentang diri
mereka sendiri dan tentang diri kita. Lalu, kita saling berinteraksi
dengan berpijak pada sudut pencitraan masing-masing. Apakah di sini ada
hubungan pribadi? Bukankah yang ada ialah hubungan antarcitra yang
justru menghalangi kontak pribadi?
Citra
yang kita miliki tentang sesuatu tak lain adalah pengalaman masa
lampau. Pengalaman itu bisa berupa kesusahan atau kesenangan, kenikmatan
atau kesakitan, kesuksesan atau kegagalan. Ketika pengalaman tersebut
kita bawa ke masa sekarang sebagai suatu citra, maka kita memandang atau
berinteraksi dengan orang lain berdasarkan pengalaman masa lampau.
Citra itu jadi membatasi hubungan kita pada masa sekarang.
Setiap
hubungan membuat kita tidak merasa aman. Terlebih dalam hubungan yang
dijalin berdasarkan citra, selalu ada konflik, kepahitan, dan luka.
Maka, kita membangun zona aman dengan memakai topeng-topeng diri. Kita
berusaha menampilkan citra diri yang baik, karena kita tidak mau
terluka, tidak mau kalah, dan tidak mau kehilangan.
Padahal,
ketika kita mencari rasa aman dalam hubungan, maka hubungan yang
dijalin telah melenceng dari fungsinya untuk menemukan siapa diri kita,
membuka wajah kita yang sesungguhnya.
Kalau
kita hidup dalam keadaan sadar, kita akan mengenali topeng-topeng yang
kita pakai, citra diri, dan citra tentang orang lain yang tertanam di
benak kita. Setiap hubungan bisa menjadi semacam cermin yang membuka
pemahaman siapa diri kita. Terjadi kontak langsung antarpribadi, dan
terbuka kemungkinan kesatuan kita dengan yang lain.
0 komentar:
Posting Komentar