ELHA untuk Ondoafolo
Orang
Sentani memiliki kearifan lokal yang merupakan warisan nenek moyang
yang masih dipertahankan hingga saat ini. Salah satunyan adalah “Elha” pada orang Sentani di kampung Ayapo. “Elha” ini merupakan hak yang melekat pada Kepala penguasa hak wilayat (Ondoafolo)
itu sendiri. Di kampung Ayapo yang mempunyai keondofoloan sendiri ini
terbagi menjadi dua kelompok besar antara lain; Kelompok reraimea yang melekat pada Ondofolo (keluarga ondofolo) dan kelompok khouw yang merupakan perangkat dalam keondofoloan.
Tradisi Rokhabhia (Gotong Royong)
Salah satu tradisi yang dipegang teguh adalah Rokhabhia (gotong royong) merupakan salah satu aturan adat dalam keondofoloan Kampung Ayapo. Ketika kelompok reraimea mengalami kedukaan atau mengadakan hajatan merekan, maka rokhabhiaakan dilakukan adalah kelompok khouw dan begitu sebaliknya tetapi tidak menutupkan untuk kelompok reraimea ikut dalam rokhabhia. Salah satu Rokhabhia ini adalah tradisi “ELHA”.
ELHA atau
berburu tradisional secara kelompok pada umumnya orang Sentani dan
lebih khusus pada masyarakat Ayapo Sentani-Timur kabupaten Jayapura. ELHA ini
sudah jarang dilakukan oleh beberapa komunitas orang Sentani akan
tetapi masih dipertahankan oleh beberapa kampung di pesisir Danau antara
lain Komunitas Orang Sentani yang berada di Kampung Ayapo. Pelaksanaan Elha bagi masyarakat Ayapo, mempunyai nilai yang tinggi seperti hajatan baik itu untuk keluarga Ondofolo maupun Hajatan keluar untuk masyarakat kampung.
Seperti yang telah diungkapkan diatas bahwa “Elha” ini merupakan hak yang melekat pada Ondoafolo itu sendiri. Dalam melaksanakan Elha, Ondofolo akan memanggil beberapa kepala suku (khotelo) untuk bermusyawarah dari hasil musyawarah ini Ondofolo akan memanggil Pesuruh (abuakho) untuk mengumumkan kepada masyarakat kampung pada malam hari. Pesuruh (abuakho) akan berjalan sambil mengabarkan dengan lantang bahwa akan dilaksanakanElha,
dengan demikian kaum pria akan mempersiapkan diri dengan peralatan
berburunya, dan menjaga diri dari beberapa pantangan yang sudah menjadi
tradisi mereka. Pesuruh (abuakho) yang melakukan tugas ini adalah MargaOhodo(Nelhe) dan Tukayo(Niway).
Pantangan sebelum melaksanakan Elha yang
harus dihindari adalah; tidak boleh melakukan hubungan badan dengan
istri, tidur terpisah dari kaum wanita, tidak boleh makan pagi, tidak
boleh menoleh apabila ditegur orang.
Peralatan
berburu yang digunakan berupa tombak, masyarakat Kampung Ayapo tidak
menggunakan busur panah. Ini disebabkan karena tergantung dengan letak
geografi dari kampung itu sendiri yang berupa daerah perbukitan yang
diselimuti dengan rerumputan tebal atau alang-alang. Ini sangat berbeda
dengan kampung–kampung lain dengan karakteristik lingkungan kampung
mereka.
Ritual Khusus Sebelum Pelaksanaan
Sebelum pelaksanaan Elha, dilakukan ritual khusus oleh pesuruh (abuakho) dalam hal ini dilakukan oleh Marga Pulanda dan Ohodo. Mereka akan menyalakan Api diperbukitan untuk mengumpulkan masyarakat (kaum pria) sebagai tanda kepada masyarakat kampung bahwa Elha siap
dilaksanakan. Setelah berkumpulnya masyarakat pada titik api yang
ditentukan maka mereka akan mengatur arah dan strategi, sebelum menuju
lokasi perburuan, maka akan dilakukan proses pembersian diri oleh
pesuruh (abuakho) yang melambangkan pembersihan diri dari segala hal-hal yang tidak diinginkan dalam pelaksanaan Elha seperti; menghindari musibah dalam pelaksanaan Elha, memberi kekuatan dan motivasi bagi orang yang terlibat dalam kegiatan Elha. Kegiatan pembersihan ditandai dengan ditabiskan dengan daun adat (Kamea/puring) yang di tepuk pada pundak setiap peserta Elha.
Lokasi Perburuan
Ada beberapa lokasi perburuan yang telah ada untuk pelaksanaan Elha ini. Lokasi ini dalam bahasa Sentani disebut “ELHABU”.
Penentuan lokasi ini dilakukan oleh marga tertentu yang mempunyai tugas
dan fungsi dalam keondofoloan, dalam keodofoloan kampung Ayapo yang
bertugas dalam penentuan Elhabu ini biasa dilaksanakan oleh marga Pulanda (hebherouw) dan Ohodo(Nelhe). Apabila pelaksanaan Elha dilaksanakan di bagian barat kampung Ayapo, maka yang bertugas adalah marga Ohodo (Nelhe) dan sebaliknya apabila dilaksanakan di bagian timur yang bertugas menentukan lokasi Elhabu adalah marga Pulanda (hebherouw).
Pelakasnaan ELHA biasanya
lakukan oleh kaum pria dewasa secara berkelompok sampai dengan 60 orang
bahkan lebih, yang terbagi dalam 2 kelompok yaitu kelompok pengusir (Melhi) dan kelompok penikam (Yokho). Kelompok pengusir biasanya jumlahnya lebih banyak dari pada kelompok penikam. Waktu pelaksanaan Elha dilakukan pada pagi hari hingga siang hari.
Apabila hasil buruan telah di dapat, maka masyarakat yang terlibat dalam Elha akan
menghiasi dirinya dengan dedaunan dan melantunkan lagu atau syair
sukacita oleh semua peserta. Sebelum hasil buruhan dibawa ke kampung
maka akan ada orang yang membawa berita kepada ondofolo bahwa mereka telah mendapatkan hasil buruan di lokasi elhabu tertentu dan menyampaikan siapa yang menikam hasil buruan ini, kabar berita ini akan dibawakan oleh marga Ohodo dan Tukayo.
Namun
seandainya marga Puhili atau Deda yang menyampaikan berita ini, maka
ini menandakan bahwa ada hal yang buruk terjadi dalam proses perburuan
contohnya ada yang mengalami luka akibat serangan babi hutan.
Dalam Proses Elha ini
apabila ada orang atau anak muda yang pertama kali menikam babi, maka
ada syair tertentu yang dinyanyikan sehingga orang di kampung akan
mengetahui berita ini dan disambut oleh orang tua mereka karena merasa
bangga akan pencapaian yang dilakukan oleh suami atau anaknya. Dan
menurut kepercayaan mereka bahwa yang menikam ini akan selalu berhasil
dalam setiap buruan yang dilakukan. Peserta Elha dalam
perburuan mendapat buruan seperti kangguru, burung, tikus tanah maka
akan diserahkan kepada marga Pulanda dan Ohodo atau Tokayo.
Hasil
buruan akan diarak dengan nyanyian dan tarian menuju ke obhe (balai
adat) untuk disembelih. Pembagian hasil buruan tergantung kepentingan,
ada beberapa jenis buruan atau obhoburu contoh; hajatan kampung hanya di
ondofolo dan kepala suku (khotelo), bagian obho heai (bagian rahang bawa, dada dan perut) untuk ondofolo, dan untuk khotelo atau
untuk kepentingan masyarakat umum seperti membuat perahu, atau
masyarakat akan keluar kampung dalam hajatan besar makan akan mengalami
perubahan, bagian heai (bagian rahang bawa, dada dan perut) tetap menjadi hak ondofolo, bagian lengan (yalho)dan paha(bheare) akan di bagikan kepada marga tertentu.
Hokhom
Nilai-nilai
yang terkandung dalam tradisi Elha ini adalah nilai gotong royong,
nilai kepedulian dan nilai kejantanan, wibawa dan kekuatan. Nilai
kejantanan, wibawa dan kekuatanini secara tidak langsung dilihat oleh
para orang tua. Mereka akan menilai para generasi muda yang terlibat
dalam pelaksanaan Elha. Apabila para pemuda yang terlibat tidak
mempunyai kekuatan dalam proses elha ini, maka mereka dianggap sudah
telah melanggar pantangan dalam kehidupan tradisi budaya mereka atau
dalam bahasa orang Sentani disebut hokhom.
Hokhom adalah sesuatu menurut orang Sentani yang tidak bisa dilihat seperti; hubungan intim sebelum
waktunya, tidur bersamaan dengan wanita yang mengalami haid, dan
pantangan lainnya. Pantangan-pantangan ini merupakan sesuatu yang
membuat seorang pria lambat untuk bergerak dan pola pikirnya sudah tidak
sesuai dengan aturan budaya mereka.
Semua norma budaya yang telah ditanamkan dari waktu ke waktu pada orang Sentani dulunya diajarkan pada rumah inisiasi pria (khombo imea).Norma ini diharapkan dapat dijaga sehingga hokhom ini tidak terjadi pada generasi mereka.
Keberadaan ELHA merupakan
salah satu bukti nyata keberadaan budaya yang mempunyai nilai
tersendiri bagi komunitas masyarakat adat Sentani pada umumnya dan lebih
khusus pada Kampung Ayapo, dan sebagai kekayaan khazanah budaya bangsa
yang patut di lestarikan demi kehidupan kedepan.
0 komentar:
Posting Komentar