Dalam
suatu perkampungan suku Banjar terdiri dari bermacam-macam jenis Rumah
Banjar yang mencermikan status sosial maupun status ekonomi sang pemilik
rumah. Rumah Banjar biasanya dibangun dengan pola linier mengikuti arah
aliran sungai maupun jalan raya, ada yang mengapung di atas air atau
sungai dan ada yang di daratan. Diantara beberapa jenis Rumah Banjar
yang telah dikelompokkan berdasarkan hasil inventarisasi Rumah Banjar
yang ada di Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut: Rumah Bubungan
Tinggi, Rumah Gajah Baliku, Rumah Gajah Manyusu, Rumah Balai Laki, Rumah
Balai Bini, Rumah Palimbangan, Rumah Palimasan, Rumah Cacak Burung atau
Rumah Anjung Surung, Rumah Tadah Alas, Rumah Lanting, Rumah Joglo
Gucang, dan Rumah Bangun Gudang.
Rumah
adat Banjar biasa disebut juga dengan Rumah Bubungan Tinggi dikarenakan
pada bentuk bagian atapnya begitu lancip dengan sudut 45 derajat. Rumah
adat Banjar ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-16, yakni ketika
daerah Banjar di bawah kekuasaan Pangeran Samudera yang kemudian memeluk
Islam dan mengubah namanya menjadi Sultan Suriansyah dengan gelar
Panembahan Batu Habang. Menurut Idwar Saleh, rumah adat Banjar merupakan
tipe rumah khas Banjar dengan gaya dan ukirannya sendiri berkembang
sekitar tahun 1871 sampai tahun 1935.
Pada
mulanya bangunan rumah adat Banjar memiliki konstruksi berbentuk segi
empat yang memanjang ke depan. Akan tetapi kemudian berkembang dalam
bentuknya yang mendapat tambahan di samping kiri dan kanan bangunan,
serta agak ke belakang ditambah dengan sebuah ruangan yang berukuran
sama panjang. Penambahan ini dalam bahasa Banjar disebut disumbi. Bangunan tambahan di samping kiri dan kanan ini tampak menempel (dalam bahasa Banjar disebut Pisang Sasikat) dan menganjung keluar. Bangunan tambahan tersebut juga disebut anjung, sehingga rumah adat Banjar lebih populer dengan nama Rumah Ba-anjung.
Sekitar
tahun 1850 bangunan-bangunan perumahan di lingkungan Keraton Banjar,
terutama di lingkungan Keraton Martapura dilengkapi dengan berbagai
bentuk bangunan lain. Rumah Ba-anjung adalah bangunan induk
yang utama karena rumah tersebut konon merupakan istana tempat tinggal
Sultan. Bangunan lain yang menyertai Rumah Ba-anjung disebut dengan Palimasan
sebagai tempat penyimpanan harta kekayaan kesultanan berupa emas dan
perak. Kemudian Balai Laki yang merupakan tempat tinggal para menteri
kesultanan dan Balai Bini sebagai tempat tinggal para inang pengasuh.
Bangunan lainnya adalah Gajah Manyusu sebagai tempat tinggal keluarga
terdekat kesultanan, yaitu para Gusti-Gusti dan Anang. Selain
bangunan-bangunan tersebut, masih dapat dijumpai lagi bangunan lainnya
yang disebut dengan gajah Gajah Baliku, Palembangan, dan Balai Seba
Rumah Banjar.
Pada
perkembangan selanjutnya, semakin banyak bangunan-bangunan perumahan
yang didirikan, baik disekitar kesultanan maupun di daerah-daerah
lainnya yang menyerupai bentuk bangunan Rumah Ba-anjung. Sehingga pada akhirnya bentuk Rumah Ba-anjung
bukan lagi hanya merupakan bentuk bangunan yang merupakan ciri khas
kesultanan (keraton), tetapi telah menjadi ciri khas bangunan rumah
penduduk daerah Banjar.
0 komentar:
Posting Komentar