Selasa, 09 Desember 2014

Rumah Adat Banjar, Kalimantan


Dalam suatu perkampungan suku Banjar terdiri dari bermacam-macam jenis Rumah Banjar yang mencermikan status sosial maupun status ekonomi sang pemilik rumah. Rumah Banjar biasanya dibangun dengan pola linier mengikuti arah aliran sungai maupun jalan raya, ada yang mengapung di atas air atau sungai dan ada yang di daratan. Diantara beberapa jenis Rumah Banjar yang telah dikelompokkan berdasarkan hasil inventarisasi Rumah Banjar yang ada di Kalimantan Selatan adalah sebagai berikut: Rumah Bubungan Tinggi, Rumah Gajah Baliku, Rumah Gajah Manyusu, Rumah Balai Laki, Rumah Balai Bini, Rumah Palimbangan, Rumah Palimasan, Rumah Cacak Burung atau Rumah Anjung Surung, Rumah Tadah Alas, Rumah Lanting, Rumah Joglo Gucang, dan Rumah Bangun Gudang.
Rumah adat Banjar biasa disebut juga dengan Rumah Bubungan Tinggi dikarenakan pada bentuk bagian atapnya begitu lancip dengan sudut 45 derajat. Rumah adat Banjar ini diperkirakan telah ada sejak abad ke-16, yakni ketika daerah Banjar di bawah kekuasaan Pangeran Samudera yang kemudian memeluk Islam dan mengubah namanya menjadi Sultan Suriansyah dengan gelar Panembahan Batu Habang. Menurut Idwar Saleh, rumah adat Banjar merupakan tipe rumah khas Banjar dengan gaya dan ukirannya sendiri berkembang sekitar tahun 1871 sampai tahun 1935.
Pada mulanya bangunan rumah adat Banjar memiliki konstruksi berbentuk segi empat yang memanjang ke depan. Akan tetapi kemudian berkembang dalam bentuknya yang mendapat tambahan di samping kiri dan kanan bangunan, serta agak ke belakang ditambah dengan sebuah ruangan yang berukuran sama panjang. Penambahan ini dalam bahasa Banjar disebut disumbi. Bangunan tambahan di samping kiri dan kanan ini  tampak menempel (dalam bahasa Banjar disebut Pisang Sasikat) dan menganjung keluar. Bangunan tambahan tersebut juga disebut anjung, sehingga rumah adat Banjar lebih populer dengan nama Rumah Ba-anjung.
Sekitar tahun 1850 bangunan-bangunan perumahan di lingkungan Keraton Banjar, terutama di lingkungan Keraton Martapura dilengkapi dengan berbagai bentuk bangunan lain. Rumah Ba-anjung adalah bangunan induk yang utama karena rumah tersebut konon merupakan istana tempat tinggal Sultan. Bangunan lain yang menyertai Rumah Ba-anjung disebut dengan Palimasan sebagai tempat penyimpanan harta kekayaan kesultanan berupa emas dan perak. Kemudian Balai Laki yang merupakan tempat tinggal para menteri kesultanan dan Balai Bini sebagai tempat tinggal para inang pengasuh. Bangunan lainnya adalah Gajah Manyusu sebagai tempat tinggal keluarga terdekat kesultanan, yaitu para Gusti-Gusti dan Anang. Selain bangunan-bangunan tersebut, masih dapat dijumpai lagi bangunan lainnya yang disebut dengan gajah Gajah Baliku, Palembangan, dan Balai Seba Rumah Banjar.
Pada perkembangan selanjutnya, semakin banyak bangunan-bangunan perumahan yang didirikan, baik disekitar kesultanan maupun di daerah-daerah lainnya yang menyerupai bentuk bangunan Rumah Ba-anjung. Sehingga pada akhirnya bentuk Rumah Ba-anjung bukan lagi hanya merupakan bentuk bangunan yang merupakan ciri khas kesultanan (keraton), tetapi telah menjadi ciri khas bangunan rumah penduduk daerah Banjar.

0 komentar:

Posting Komentar