Sabtu, 13 Desember 2014

Sistem Kekerabatan Suku Betawi


Keterkaitan antara budaya Betawi dan Melayu terlihat dari bahasa yang digunakan masyarakat Betawi. Pada dasarnya mereka menggunakan bahasa Melayu karena sebagaian besar orang-orang Betawi adalah pendatang terutama dari Negara serumpun, namun di Betawi pun tidak hanya orang-orang melayu yang hadir. Melalui jalur perdagangan, kemudian bahasa-bahasa lain berkembang di Betawi  dan perkembangan tersebut diserap oleh orang-orang melayu. Misalnya, bahasa Sunda, Jawa, Belanda, Portugis, dan Cina.
Selain bahasa, secara arsitektur rumah betawi sebenarnya dipengaruhi oleh arsitektur rumah melayu. Pada awalnya rumah panggung adalah rumah orang melayu betawi sama halnya rumah orang melayu asli. Ciri khasnya adalah, di atap rumah tersebut terdapat lembayung. Ciri khas ini masih terlihat pada rumah di daerah Bekasi tepatnya di Desa Kedokan yang diduga didirikan oleh Pangeran Sake pada akhir abad ke-17. Namun, pada perkembangannya Rumah kebaya lebih disukai karena proses pembuatannya yang lebih sederhana. Lantai pada rumah kebaya dibuat lebih tinggi, hal ini untuk mempertahankan unsur rumah panggung melayu.
Dari paparan yang cukup panjang di atas, dapat ditangkap beberapa hal yang menjadi kesamaan akibat multi kultur yang dialami Betawi. Budaya yang dihasilkan tersebut saling memegaruhi banyak segi, yaitu dari segi bahasa, arsitektur, dan lagu. 
Betawi adalah suku yang multi-kultural. Termasuk budaya islam yang amat kuat melandaskan kebudayaan melayu dan betawi. Diketahui pula bahwa islam mengangut sistem kekerabatannya adalah bilineal atau menarik garis keturunan kepada pihak ayah dan pihak ibu. Saat melangsungkan adat pernikahan sekalipun tergantung pada kesepakatan kedua belah pihak, akan menetap secara patriarki atau matriarki. Meskipun secara umum masyarakat Betawi menyepakati sistem yang patriarki. Sistem kekerabatan patriarki yaitu menghitung hubungan kekerabatan melalui garis keturunan laki-laki saja. Karena itu mengakibatkan tiap-tiap individu dalam masyarakat memasukan semua kaum kerabat ayah dalam hubungan kekerabatannya, sedangkan semua kaum kerabat ibu diluar garis hubungan kekerabatannya.

Perlu diakui, asumsi masyarakat tentang Suku Betawi memiliki penilaian yang menganggap bahwa masyarakat Betawi jarang mencapai keberhasilan, baik dalam segi ekonomi, pendidikan dan teknologi. Padahal, bila kita tinjau lebih jauh, tidak sedikit orang Betawi yang berhasil. Misalnya saja Muhammad Husni Thamrin, Benyamin S, bahkan hingga Gubernur Jakarta Fauzi Bowo.
Jakarta sebagai daerah yang menjadi pusat berkembangnya suku Betawi memiliki beberapa kelebihan dan kekurangan antara lain, jiwa sosial mereka tergolong sangat tinggi, walaupun terkadang dalam beberapa hal terlalu berlebih dan cenderung tendensius atau fanatik. Sebenarnya sifat tendensius dan fanatik yang timbul tidak lebih karena akibat gesekan kebutuhan masyarakat modern yang cenderung kompetitif.
Di luar daya saing/kompetisi itu, Orang Betawi juga sangat menjaga nilai - nilai agama yang tercermin dari ajaran orang tua (terutama yang beragama Islam) kepada anak-anaknya. Masyarakat Betawi sangat menghargai pluralisme. Hal ini terlihat dengan hubungan yang baik antara masyarakat Betawi dan pendatang dari luar Jakarta maupun dari etnis lain. Orang Betawi sangat menghormati budaya yang mereka warisi. terbukti dari perilaku kebanyakan warga yang masih memainkan lakon atau kebudayaan yang diwariskan dari masa ke masa seperti lenong, ondel-ondel, gambang kromong, dan lain-lain.
Moderenisasi di tanah Betawi sudah tidak bisa dielakkan lagi sebagai perkembangan zaman. Tidak bisa dipungkiri bahwa keberadaan sebagian besar masyarakat Betawi masa kini agak terpinggirkan oleh modernisasi. Namun, tetap ada optimisme dari masyarakat Betawi bahwa masyarakat generasi mendatang akan mampu menopang modernisasi tersebut.

0 komentar:

Posting Komentar