Sabtu, 13 Desember 2014

Kelenteng Da Bo Gong, Kelenteng Tua Jakarta Tempat Mengenang Sam Po Soei Soe


Siapa yang pernah mengunjungi kelenteng Da Bo Gong? Kelenteng ini merupakan salah kelenteng tertua di Jakarta. Hal tersebut dibuktikan dari hasil penelitian A. Teissare (1792) mengenai lingkungan Batavia yang menyebutkan bahwa kelenteng di Ancol tersebut didirikan sekitar tahun 1650. Sedangkan Salmon dan Lombard (1985) menyebutkan bahwa Kelenteng Da Bo Gong diperkirakan sezaman dengan Jin De Yuan di Glodok.  Oleh karena letaknya yang tidak jauh dari Sirkuit Ancol, kelenteng Da Bo Gong juga dikenal dengan nama Kelenteng Ancol.  Adapun dalam bahasa Indonesia, kelenteng ini dikenal dengan nama Vihara Bahtera Bhakti.
Kelenteng  Da Bo Gong telah mengalami beberapa kali perubahan, hingga akhirnya menjadi sebuah kompleks yang di dalamnya terdiri dari beberapa bangunan. Diantaranya adalah bangunan utama (Kelenteng Da Bo Gong) untuk pemujaan terhadap Sam Po Soei Soe dan istrinya, bangunan untuk pemujaan sang Budha, bangunan untuk pemujaan Dewi Kwan Im, bangunan untuk pemujaan Kong Tjai Sen atau Gong Zhu Cai Shen, dan bangunan untuk pemujaan Kwang Kong atau Gua Gong (dewa perang) yang menghadap ke timur. Kemudian bangunan makam Embah Said dan Ibu Eneng serta bangunan karyawan kelenteng yang meghadap ke barat. Terakhir, bangunan pertemuan yang menghadap ke selatan.
Halaman kompleks kelenteng Da Bo Gong terdiri atas dua halaman yang masing-masing diberi pagar. Pintu masuknya ada di sebelah utara dan menjadi bagian dari pagar. Tepat dihadapan pintu masuk, pengunjung dapat memasuki areal kompleks dengan melewati koridor menuju bangunan utama. Pintu koridor terbuat dari dua buah daun pintu kayu berwarna merah dan diberi gambar lukisan menshen (dewa penjaga pintu).  Kelenteng memiliki dua serambi, serambi luar dan serambi dalam yang terletak tepat di depan ruang utama.
Di tengah ruangan utama terdapat dua buah meja altar. Meja yang pertama berusia ratusan tahun, terbuat dari kayu bercat merah dan dihiasi dengan ukiran-ukiran. Sedangkan pada meja kedua yang lebih sederhana di atasnya diletakkan pedupaan dan papan nama leluhur. Di dinding belakangnya terdapat tiga altar berisikan patung dewa yang dipuja. Ketiga altar ini terbuat dari kayu, terbagi menjadi tiga bagian dan dihiasi dengan ukir-ukiran flora dan fauna. Patung utama yaitu patung Sam Po Soei Soe dan Sitiwati yang berada di tengah. Adapun makam keduanya terletak tepat di bawah altar.
Sebelah kanan (utara) dari altar utama terletak patung Kong Toe Tjoe Seng, orang yang dimintai tolong oleh Sam Po Soei Soe untuk membangun kelenteng Da Bo Gong. Adapun di sebelah kiri (selatan) altar terdapat patung Sam Po Kong. Di belakang ruang utama terdapat makam Embah Said Areli dan Ibu Enneng, orangtua Sitiwati. Dalam perjalanannya, kelenteng ini juga mengalami perubahan fungsi. Semula, kelenteng berfungsi sebagai tempat pemujaan Dewa Tanah (Da Bo Gong), kemudian menjadi tempat pemujaan juru masak Cheng Ho (Sam Po Kong) yang meninggal di tempat tersebut bernama Sam Po Soei Soe. Tokoh ini diduga memiliki nama asli Wu Bin, seorang pegawai Cheng Ho yang beragama islam.
Selain sumber yang menceritakan mengenai kapan dibangunnya kelenteng ini, terdapat pula beberapa cerita rakyat menarik yang ada di dalamnya. Salah satunya adalah mengenai perjanjian yang dibuat oleh Sam Po Soei Soe dan Sitiwati setelah menikah. Karena Sitiwati seorang muslim, maka ia meminta agar tidak makan daging babi karena haram. Sedangkan bagi orang Cina, petai dan jengkol adalah makanan yang dibenci baunya. Oleh karena itu, muncul kepercayaan bahwa dewa-dewa yang dipuja disana akan marah jika seseorang membawa daging babi, petai, dan jengkol ke dalam kelenteng.

0 komentar:

Posting Komentar