Siapa
yang pernah mengunjungi kelenteng Da Bo Gong? Kelenteng ini merupakan
salah kelenteng tertua di Jakarta. Hal tersebut dibuktikan dari hasil
penelitian A. Teissare (1792) mengenai lingkungan Batavia yang
menyebutkan bahwa kelenteng di Ancol tersebut didirikan sekitar tahun
1650. Sedangkan Salmon dan Lombard (1985) menyebutkan bahwa Kelenteng Da
Bo Gong diperkirakan sezaman dengan Jin De Yuan di Glodok. Oleh karena
letaknya yang tidak jauh dari Sirkuit Ancol, kelenteng Da Bo Gong juga
dikenal dengan nama Kelenteng Ancol. Adapun dalam bahasa Indonesia,
kelenteng ini dikenal dengan nama Vihara Bahtera Bhakti.
Kelenteng
Da Bo Gong telah mengalami beberapa kali perubahan, hingga akhirnya
menjadi sebuah kompleks yang di dalamnya terdiri dari beberapa bangunan.
Diantaranya adalah bangunan utama (Kelenteng Da Bo Gong) untuk pemujaan
terhadap Sam Po Soei Soe dan istrinya, bangunan untuk pemujaan sang
Budha, bangunan untuk pemujaan Dewi Kwan Im, bangunan untuk pemujaan
Kong Tjai Sen atau Gong Zhu Cai Shen, dan bangunan untuk pemujaan Kwang
Kong atau Gua Gong (dewa perang) yang menghadap ke timur. Kemudian
bangunan makam Embah Said dan Ibu Eneng serta bangunan karyawan
kelenteng yang meghadap ke barat. Terakhir, bangunan pertemuan yang
menghadap ke selatan.
Halaman
kompleks kelenteng Da Bo Gong terdiri atas dua halaman yang
masing-masing diberi pagar. Pintu masuknya ada di sebelah utara dan
menjadi bagian dari pagar. Tepat dihadapan pintu masuk, pengunjung dapat
memasuki areal kompleks dengan melewati koridor menuju bangunan utama.
Pintu koridor terbuat dari dua buah daun pintu kayu berwarna merah dan
diberi gambar lukisan menshen (dewa penjaga pintu). Kelenteng memiliki dua serambi, serambi luar dan serambi dalam yang terletak tepat di depan ruang utama.
Di
tengah ruangan utama terdapat dua buah meja altar. Meja yang pertama
berusia ratusan tahun, terbuat dari kayu bercat merah dan dihiasi dengan
ukiran-ukiran. Sedangkan pada meja kedua yang lebih sederhana di
atasnya diletakkan pedupaan dan papan nama leluhur. Di dinding
belakangnya terdapat tiga altar berisikan patung dewa yang dipuja.
Ketiga altar ini terbuat dari kayu, terbagi menjadi tiga bagian dan
dihiasi dengan ukir-ukiran flora dan fauna. Patung utama yaitu patung
Sam Po Soei Soe dan Sitiwati yang berada di tengah. Adapun makam
keduanya terletak tepat di bawah altar.
Sebelah
kanan (utara) dari altar utama terletak patung Kong Toe Tjoe Seng,
orang yang dimintai tolong oleh Sam Po Soei Soe untuk membangun
kelenteng Da Bo Gong. Adapun di sebelah kiri (selatan) altar terdapat
patung Sam Po Kong. Di belakang ruang utama terdapat makam Embah Said
Areli dan Ibu Enneng, orangtua Sitiwati. Dalam perjalanannya, kelenteng
ini juga mengalami perubahan fungsi. Semula, kelenteng berfungsi sebagai
tempat pemujaan Dewa Tanah (Da Bo Gong), kemudian menjadi tempat
pemujaan juru masak Cheng Ho (Sam Po Kong) yang meninggal di tempat
tersebut bernama Sam Po Soei Soe. Tokoh ini diduga memiliki nama asli Wu
Bin, seorang pegawai Cheng Ho yang beragama islam.
Selain
sumber yang menceritakan mengenai kapan dibangunnya kelenteng ini,
terdapat pula beberapa cerita rakyat menarik yang ada di dalamnya. Salah
satunya adalah mengenai perjanjian yang dibuat oleh Sam Po Soei Soe dan
Sitiwati setelah menikah. Karena Sitiwati seorang muslim, maka ia
meminta agar tidak makan daging babi karena haram. Sedangkan bagi orang
Cina, petai dan jengkol adalah makanan yang dibenci baunya. Oleh karena
itu, muncul kepercayaan bahwa dewa-dewa yang dipuja disana akan marah
jika seseorang membawa daging babi, petai, dan jengkol ke dalam
kelenteng.
0 komentar:
Posting Komentar