Selasa, 09 Desember 2014

Penyebab Lapuknya Kain Kuno Di Museum

Patola_19084_1407383771.jpg
Kain

Selendang Cinde
No. Inv.: 19084
Teknik Ikat ganda
Ukuran: 400 x 100 cm
Kondisi: rapuh
Diregistrasi: 9 April 1927
Koleksi Museum Nasional
Kain Cinde yang berfungsi sebagai selendang dan berasal dari Gujarat – India, dibuat untuk pasar Indonesia pada abad ke-17 sampai 18 M. Beberapa kain jenis ini kadang-kadang distempel VOC (Verenigde Oostindische Compagnie). Kain ini aslinya terbuat dari sutera, bermotif cakra (patola) dan dibuat dengan tehnik ikat ganda, tetapi ada pula yang dibuat dengan ikat lungsi. Kain tiruan patola biasanya terbuat dari katun ini dibuat dengan tehnik block-printed mordant-dyed dan resist-dyed (John Guy: 1998).

Koleksi kain tua pada kondisi iklim kita biasanya sudah lapuk, bahkan sebagian sudah hancur. Proses pelapukan ini biasanya diakibatkan oleh interaksi bahan logam dengan kelembaban udara pada suhu udara panas. Logam pada tekstil dapat berupa benang, prada, logam pemberat dan mordan. Logam pemberat sutera digunakan setelah proses degumming atau penghilangan zat perekat (sericin). Penggunaan mordan alum alam yang sudah dikenal sekitar tahun 900 M telah digantikan dengan mordan alum mineral sekitar tahun 1509 (menurut catatan pedagang Arab dan Eropa). Bahkan warna merah dari mengkudu (morindone) telah banyak digantikan dengan bahan-celup sintetis Alizarin. Kebanyakan bahan-celup mempunyai daya ikat dengan substratnya (benang), yang kekuatannya tergantung dari kondisi bahan-celup itu sendiri.
Misalnya curcumin, yaitu zat warna kuning dari temu lawak, Curcuma xanthorrhiza Roxb. (Zingiberaceae) akan dapat mengadakan afinitas dengan serat-serat selulosik, seperti kapas dan linen, secara langsung tanpa menggunakan mordan (garam logam). Sehingga bahan-celup jenis ini disebut dengan zat-warna direk (direct dye). Sedangkan pemakaian mordan disamping dapat mempengaruhi warna yang dihasilkan dapat pula meningkatkan afinitas molekul zat warna pada serat. Pada tehnik pencelupan tradisional dijumpai bahan menyerupai mordan alum (potassium aluminum sulfate) pada kulit kayu jirek, Symplocos fasciculata Zoll. (Styracaceae). Apabila tumbukan babakan kayu jirek ini dicampur dengan morindone, yaitu zat warna dari mengkudu, Morinda citrifolia L. (Rubiaceae), kita akan mendapatkan warna merah pada substrat kapas. Sedangkan bahan-bahan lain yang secara tradisional juga sering digunakan seperti minyak jarak dan air merang hanya berfungsi sebagai bahan pembantu (ingredients) pada proses pencelupan, karena bahan-bahan tersebut secara kimiawi hanya membantu pendisfusian molekul zat warna kedalam sel-sel serat, dan penetran ini juga tidak mempengaruhi warna yang dihasilkan.
Kelembaban udara yang cocok untuk tekstil adalahan sekitar 55% dan suhu udara sekitar 20oC, karena pada kondisi ini unsur logam pada tekstil tidak terlalu reaktif.

0 komentar:

Posting Komentar