Situs Peninggalan Kerajaan Majapahit
Situs
Trowulan merupakan satu-satunya situs perkotaan masa klasik di
Indonesia. Situs yang luasnya 11 km x 9 km, cakupannya meliputi wilayah
Kecamatan Trowulan dan Sooko di Kabupaten Mojokerto serta Kecamatan
Jombang. Situs bekas kota Kerajaan Majapahit ini dibangun di sebuah
dataran yang merupakan ujung penghabisan dari tiga jajaran gunung, yaitu
Gunung Penanggungan, Welirang, dan Anjasmara, sedangkan kondisi
geografis daerah Trowulan mempunyai kesesuaian lahan sebagai daerah
pemukiman. Hal ini didukung oleh antara lain topografi yang landai dan
air tanah yang relatif dangkal. Sebagai bekas kota, di Situs Trowulan
dapat dijumpai ratusan ribu peninggalan arkeologis baik berada di bawah
maupun di permukaan tanah yang berupa: artefak, ekofak, serta fitur.
Situs
peninggalan Kerajaan Majapahit yang sangat menarik ini diperoleh
melalui penelitian yang panjang. Penelitian terhadap Situs Trowulan
pertama kali dilakukan oleh Wardenaar pada tahun 1815. Ia mendapat tugas
dari Raffles untuk mengadakan pencatatan peninggalan arkeologi di
daerah Mojokerto. Hasil kerja Wardenaar tersebut dicantumkan oleh
Raffles dalam bukunya "History of Java" (1817) yang menyebutkan bahwa berbagai obyek arkeologi yang berada di Trowulan sebagai peninggalan dari Kerajaan Majapahit.
Peneliti
berikutnya adalah W.R. Van Hvell (1849), J.V.G. Brumund dan Jonathan
Rigg. Hasil penelitian mereka diterbitkan dalam "Journal of The India
Archipelago and Eastern Asia". J.Hageman menulis tentang Trowulan dengan
judul "Toelichting over den Ouden Pilaar Van Majapahit" (1958).
R.D.M. Verbeek mengadakan kunjungan ke Trowulan dan menerbitkan laporannya dalam artikel Oudheden van Majapahit in 1815 en 1887,
yang termuat dalam TBG XXXIII tahun 1889. Penelitian selanjutnya
dilakukan oleh R.A.A. Kromojojo Adinegoro seorang Bupati Mojokerto
(1849-1916) yang sangat menaruh perhatian terhadap peninggalan arkeologi
di Trowulan. Ia menggali Candi Tikus dan juga merintis pembangunan
Museum Mojokerto yang berisi benda koleksi arkeologis peninggalan
Majapahit. J.Knebel seorang anggota Comissie voor Oudheidkundig Orderzoek op Java en Madura pada tahun 1907 melakukan inventarisasi peninggalan arkeologi di Trouwulan.
N.J. Krom mengulas peninggalan Majapahit di Trouwlan dalam karyanya Inleiding tot de Hindoe Javaanshe Kunst (1923). Penelitian terhadap Situs Trowulan lebih intensif dilakukan setelah didirikan Oudheidkundige Vereeneging Majapahit
(OVM) tahun 1924 oleh R.A.A. Kromodjojo Adinegoro bekerjasama dengan
seorang Belanda yang bernama Ir. Henry Maclaine Pont dan kemudian
berkantor di Trowulan. Selanjutnya kantor tersebut dijadikan museum yang
memamerkan benda-benda peninggalan Majapahit.
Antara
tahun 1921-1924 Maclaine Pont mengadakan penggalian-penggalian di
Trowulan dengan maksud mencocokkan dengan uraian dalam Kitab
Negarakertagama. Hasil penelitiannya tersebut kemudian menghasilkan
Sketsa Rekonstruksi Kota Majapahit di Trowulan.
Stutterheim
yang melakukan penelitian tentang ibukota Kerajaan Majapahit berpegang
pada Kitab Negarakertagama pupuh VII-XII dan menyimpulkan bahwa tata
kota Kraton Majapahit dapat dianalogikan dengan Kraton Yogyakarta dan
Surakarta. Lebih jauh disebutkan bahwa bangunan yang terdapat di dalam
kompleks puri di Bali (Stutterheim, 1948). Penelitian lebih lanjut
dilakukan oleh Pusat Penelitian Arkeologi Nasional (Puslit Arkenas) pada
tahun 70-an hingga 1993. Puslit Arkenas mencoba mencari bukti-bukti
tentang kota melalui penggalian arkeologis yang ditentukan atas dasar
nama tempat yang disebut dalam Negarakertagama atau atas dasar penemuan
baru yang ditemukan secara tidak sengaja oleh penduduk. Strategi yang
dikembangkan waktu itu adalah penelitian sporadis.
Hasil
penggalian di Situs Trowulan menunjukkan sebagai tempat terakumulasinya
aneka jenis benda yang biasa disebut kota ini, tidak hanya berupa situs
tempat tinggal saja, tetapi terdapat situs-situs lain seperti situs
upacara, situs agama, situs bangunan suci, situs industri, situs
perjagalan, situs makam, situs sawah, situs pasar, situs kanal, dan
situs waduk. Situs-situs itu membagi suato kota dalam wilayah-wilayah
yang lebih kecil yang diikat oleh jaringan jalan. Namun sejauh ini
penelitian belum memberikan gambaran utuh mengenai keseluruhan kota
Majapahit seperti diuraikan Prapanca dalam puja sastranya
Negarakertagama.
Pemahaman
bentuk Situs Trowulan secara lebih luas baru diperoleh setelah
dilakukan foto udara oleh tim geografi Universitas Gadjah Mada yang
berhasil menunjukkan Situs Trowulan sebagai kota berparit.
Pelestarian
yang dilakukan Direktorat Perlindungan dan Pembinaan Peninggalan
Sejarah dan Purbakala waktu itu telah menghasilkan rencana induk
pelestarian yang dimaksudkan untuk melindungi situs penting Trowulan.
Tahun demi tahun situs bangunan digali, dipugar dan dipelihara serta
dimanfaatkan, seperti: Candi Tikus, Gapura Bajangratu, Candi Brahu,
Candi Gentong, Gapura Wringin Lawang dan Candi Kedaton. Berdasarkan
kegiatan arkeologis yang dilakukan, menunjukkan bahwa Situs Trowulan
merupakan situs penting dalam dunia arkeologi Indonesia.
0 komentar:
Posting Komentar