MEMOHON, MENGUNDANG, DAN MEMINTA PERLINDUNGAN DARI PENGUASA ALAM SEMESTA
Dalam agama tradisional orang Biak, Wor merupakan suatu kewajiban yang harus diselenggarakan oleh setiap keluarga batih/inti mereka. Wor mempunyai dua arti, yaitu sebagai upacara adat (upacara tradisional), sebagai nyanyian adat. Sebagai upacara adat, Wor merupakan upacara untuk memohon, mengundang atau meminta perlindungan dari penguasa alam semesta.
Dalam agama tradisional orang Biak, Wor merupakan suatu kewajiban yang harus diselenggarakan oleh setiap keluarga batih/inti mereka. Wor mempunyai dua arti, yaitu sebagai upacara adat (upacara tradisional), sebagai nyanyian adat. Sebagai upacara adat, Wor merupakan upacara untuk memohon, mengundang atau meminta perlindungan dari penguasa alam semesta.
Wor
diselenggarakan setiap keluarga batih/inti dengan melibatkan kerabat
suami istri yang bertujuan memohon atau meminta kepada penguasa agar
melindungi anak-anak mereka yang hidup di dunia. Oleh karena itu, Wor
dilakukan dalam lingkaran hidup (life cycle rites) orang Biak, yaitu
dilakukan untuk mengiringi pertumbuhan fisik anak dari sejak anak dalam
kandungan ibu, lahir, hingga pada masa tua dan kematian.
Wor
merupakan suatu upacara yang sangat sakral. Dikatakan sakral karena Wor
berhubungan erat dengan kepercayaan tradisional mereka. Dalam Wor
mereka selalu berhubungan atau berkomunikasi dengan Manggundi (penguasa
tertinggi) yang mereka sembah. Selain itu, mereka percaya bahwa dalam
penyelenggaraan Wor melibatkan orang hidup dan yang mati, artinya
mengikut-sertakan arwah-arwah nenek moyang dan kerabat-kerabat mereka
yang telah meninggal dunia.
Hal
demikian dapat diketahui dalam ucapan orang tua mereka yang
mengemukakan, bahwa “ngo wor ba ido nari ngo mar”. Ucapan ini
mengandung makna yang sangat penting dalam kehidupan orang Biak, karena
wor mempunyai hubungan erat dengan objek-objek yang mereka sembah,
seperti Manggundi, karwar (arwah-arwah), roh-roh halus lainnya, serta
sesama kerabatnya yang dianggap masih hidup dalam alam tidak nyata.
Wor
menjadi suatu kewajiban bagi setiap keluarga batih/inti orang Biak
sehingga apabila tidak dilakukannya, akan mengakibatkan ketidakstabilan
dalam kehidupan keluarga mereka, yaitu akan mendatangkan gangguan atau
penyakit bagi keluarga yang lalai melakukannya. Selain itu, Wor orang
Biak mempunyai beberapa fungsi:
- merupakan suatu sarana untuk mendekatkan diri kepada penguasa/Manggundi
- sarana untuk mengatasi krisis
- sarana untuk pengendalian sosial
- sarana untuk mempererat hubungan sosial antara kerabat yang sudah ada
- mengikat solidaritas dalam kelompok dalam hal memupuk rasa kebersamaan hidup kelompok orang Biak.
Wor
dalam lingkaran hidup Orang Biak, terdiri atas 17 jenis yang dibagi
dua; (a) 12 Wor siklus hidup; dan (b) lima Wor insidental. Terdapat
beberapa tahap dalam penyelenggaraan Wor. Pertama, Wor dilakukan pada
masa (fafisu) Awow (janin). Pada masa ini, orang tuanya melakukannya
Kegiatan-kegiatan
yang dilakukan dalam Wor lingkaran hidup orang Biak terdiri atas tiga
kegiatan, yaitu Fanfan (memberi makanan) dan Munsasu (membayar kembali),
Ararem (mas kawin), Tari dan Nyanyi.
Kegiatan Fanfan dan munsasu
merupakan suatu kegiatan yang tidak bisa lepas dari Wor terutama wor
siklus/daur hidup. Kegiatan ini sangat menentukan wibawa atau status
seseorang atau keret (klen) dalam suatu kelompok komunitas. Fafan
adalah salah satu kegiatan yang dilakukan oleh pihak keluarga dan
kerabat suami terhadap pihak keluarga dan kerabat isteri dalam proses
Wor, yaitu keluarga suami dan kerabatnya memberi bahan makanan kepada
keluarga dan kerabat istri berupa sagu tuman, umbi-umbian hasil kebun,
dan hasil penangkapan ikan sebelum upacara diselenggarakannya Wor.
Munsasu adalah
kegiatan yang dilakukan oleh keluarga dan kerabat istri untuk membayar
bahan-bahan makanan yang telah diterima sebelum penyelenggaraan Wor.
Munsasu dilakukan pada saat upacara puncak dilakukan. Alat bayarnya
menggunakan samfar (gelang terbuat dari siput/kerang), sarak (gelang
terbuat dari perak), dan ben (piring porselin cina). Pada kegiatan
Fanfan dan munsasu terlihat apa yang dikemukakan oleh Malinowski dan
Marcel Mauss pada masyarakat Melanesia di Trobian, Samoa, dan Fiji,
yaitu tentang resiprositas atau sistem tukar-menukar pemberian yang
melibatkan kelompok-kelompok dan masyarakat-masyarakat yang bersangkutan
secara keseluruhan.
Ararem
adalah harta maskawin yang harus diberikan oleh pihak calon suami
kepada pihak calon istri sebelum Wor farbakbuk (upacara kawin)
diselenggrakan. Kegiatan pemberian maskawin ini merupakan suatu kegiatan
yang melibatkan semua kerabat dari calon suami, dan sebaliknya mereka
(keret/kerabat calon istri) yang menerima mas kawin juga memperhatikan
secara baik siapa yang berhak menerima mas kawin.
Menurut
keyakinan mereka, apabila ada anggota keluarga yang lalai dalam
memperhatikan kewajiban-kewajiban tersebut, anggota keluarga tersebut
akan mendapat sanksi dari Manggundi dan arwah-arwah nenek moyang mereka.
Selain itu, karena harta maskawin adalah pengganti seorang wanita, maka
posisi letak harta maskawin secara tradisonal merupakan simbol dari
seorang wanita.
Tari
dan Nyanyi, merupakan bagian yang tak dapat dipisahkan dari Wor, karena
tari dan nyanyi dalam wor merupakan media penyampaian maksud dan tujuan
dari Wor yang bersifat relegius itu. Misalnya syair dari nanyian adat
(wor) berisi permohonan atau ucapan syukur kepada Manggundi dan
arwah-arwah nenek moyang. Selain itu, tari dan nyanyi juga menunjukkan
kehebatan suatu keluarga batih atau suatu keret (klen).
Keramaian
dan suguhan-suguhan berupa makanan dan hiburan-hiburan pada pelaksanaan
wor sangat menentukan status seseorang, suatu keluarga batih atau suatu
keret dalam kelompok komunitas.
0 komentar:
Posting Komentar