SUKU BANTEN
Suku Banten, lebih tepatnya Orang Banten adalah penduduk asli yang mendiami bekas daerah kekuasaan Kesultanan Banten di luar Parahiyangan, Cirebon dan Jakarta. Sejak abad ke 11 hingga 12 saat berdirinya Kerjaan Sunda, di daerah Banten sudah ada pemukiman. Daerah ini berkembang pesat pada abad ke-16 saat Islam masuk pertama kali di wilayah tersebut. Perkembangan pemukiman ini kemudian meluas atau bergeser ke arah Serang dan ke arah pantai.
Suku Banten, lebih tepatnya Orang Banten adalah penduduk asli yang mendiami bekas daerah kekuasaan Kesultanan Banten di luar Parahiyangan, Cirebon dan Jakarta. Sejak abad ke 11 hingga 12 saat berdirinya Kerjaan Sunda, di daerah Banten sudah ada pemukiman. Daerah ini berkembang pesat pada abad ke-16 saat Islam masuk pertama kali di wilayah tersebut. Perkembangan pemukiman ini kemudian meluas atau bergeser ke arah Serang dan ke arah pantai.
Pada
daerah pantai tersebut, didirikan Kesultanan Banten oleh Sunan Gunung
Jati. Kesultanan ini seharusnya menguasai seluruh bekas Kerajaan Sunda
di Jawa Barat. Hanya saja Sunda Kalapa atau Batavia direbut oleh Belanda
serta Cirebon dan Parahiyangan direbut oleh Mataram. Daerah kesultanan
ini kemudian diubah manjadi keresidenan pada zaman penjajahan Belanda.
Mula-mula
Banten merupakan pelabuhan yang sangat ramai disinggahi kapal dan
dikunjungi pedagang dari berbagai wilayah hingga orang Eropa yang
kemudian menjajah bangsa ini. Pada tahun 1330 orang sudah mengenal
sebuah negara yang saat itu disebut Panten, yang kemudian wilayah ini
dikuasai oleh Majapahit di bawah Mahapatih Gajah Mada dan Raja Hayam
Wuruk.
Orang
asing kadang menyebut penduduk yang tinggal pada bekas kersidenan ini
sebagai Bantenese yang mempunya arti ”orang Banten”. Setelah provinsi
Banten terbentuk, ada sebagian orang yang menterjemahkan Bantenese
menjadi suku Banten sebagai kesatuan etnik dengan budaya yang unik.
Penggunaan nama Banten sebenarnya sudah muncul jauh sebelum berdirinya
Kesultanan Banten. Kata ini digunakan untuk menamai sebuah sungai dan
dan daerah sekelilingnya yaitu Cibanten atau sungai Banten.
Orang
Banten menggunakan bahasa Banten. Bahasa Banten adalah salah satu
dialek bahasa Sunda yang lebih dekat kepada bahasa Sunda kuno yang pada
tingkatan bahasa Sunda modern dikelompokkan sebagai bahasa kasar.
Perbedaan
tata bahasa antara Bahasa Banten dan Bahasa Sunda dikarenakan wilayah
Banten tidak pernah menjadi bagian dari Kesultanan Mataram, sehingga
tidak mengenal tingkatan halus dan sangat halus yang diperkenalkan oleh
Mataram. Bahasa ini dilestarikan salah satunya melalui program berita
Beja ti Lembur dalam bahasa Banten yang disiarkan oleh siaran televisi
lokal di wilayah Banten. Selain Bahasa Sunda Banten, masyarakat Banten
juga menggunakan Bahasa Banyumasan dan Bahasa Jawa Banten di daerah
pesisir utara Banten.
Sebagian
besar anggota masyarakat Banten memeluk agama Islam dengan semangat
religius yang tinggi, tetapi pemeluk agama lain dapat hidup berdampingan
dengan damai. Kekhasan budaya masyarakat Banten antara lain seni bela
diri Pencak silat, Debus, Rudad, Umbruk, Tari Saman, Tari Topeng, Tari
Cokek, Dog-dog, Palingtung, dan Lojor. Di samping itu juga terdapat
peninggalan warisan leluhur antara lain Masjid Agung Banten Lama, Makam
Keramat Panjang, dan masih banyak peninggalan lainnya.
Di
Banten terdapat Suku Baduy yang terbagi menjadi dua, yaitu Baduy Dalam
dan Baduy Luar. Suku Baduy Dalam merupakan suku asli Sunda Banten yang
masih menjaga tradisi antimodernisasi, baik cara berpakaian maupun pola
hidup lainnya. Perkampungan masyarakat Baduy umumnya terletak di daerah
aliran Sungai Ciujung di Pegunungan Kendeng. Daerah ini dikenal sebagai
wilayah tanah titipan dari nenek moyang, yang harus dipelihara dan
dijaga baik-baik, tidak boleh dirusak.
Sistem
pengetahuan yang dimiliki masyarakat Banten adalah kosmologi, tentang
alam semesta. Pada fase perkembangan awal pengetahuan tentang kosmologi
orang Banten, bahwa alam ini milik Gusti Pangeran yang dititipkan kepada
Sultan yang berpangkat Wali setelah Nabi. Karena itu hierarchi Sultan adalah suci.
Gusti
Pangeran ini mempunyai kekuatan yang luar biasa. Sebagian kecil dari
kekuatannya diberikan kepada manusia melalui pendekatan diri. Orang yang
mengetahui formula-formula pendekatan diri untuk memperoleh kekuatan
itu adalah para Sultan dan para Wali, sehingga memperoleh kesaktian yang
dapat disebarkan kepada keturunan dan kepada siapa saja yang berguru
atau mengabdi.
Dalam
sistem lapisan sosialnya bisa ditelusuri pada awal di jaman Kesultanan.
Lapisan atas dalam stratifikasi sosial adalah pada Sultan dan
keluarganya/keturunannya sebagai lapisan bangsawan. Kemudian para
pejabat kesultanan, dan akhirnya rakyat biasa. Pada perkembangan
selanjutnya, hilangnya kesultanan, yang sebagian peranannya beralih pada
Kiyai (kaum spiritual), dalam stratifikasi sosial merekalah yang ada
pada lapisan atas. Jika peranan itu berpindah kepada kelompok lain, maka
berpindah pulalah lapisan itu.
Adapun
mata pencaharian suku Banten umumnya adalah bertani. Dalam sistem
pertaniannya ada tradisi yang masih nampak, misalnya hubungan antara
pemilik tanaman (petani) dan orang-orang yang berhak ikut mengetam
dengan pembagian tertentu menurut tradisi. Selain bertani, masyarakat
Banten yang tinggal di dekat lau bermata pencaharian sebagai nelayan.
0 komentar:
Posting Komentar