Sabtu, 13 Desember 2014

Antara Bahasa Melayu Dengan Riau Dangan Bahasa Indonesia

ANTARA BAHASA MELAYU RIAU DAN BAHASA INDONESIA2.jpeg
ANTARA BAHASA MELAYU RIAU DAN BAHASA INDONESIA

Bahasa Melayu Riau mempunyai sejarah yang cukup panjang, karena pada dasarnya Bahasa Indonesia berasal dari bahasa Melayu. Sejarah tersebut di mulai pada jaman Kerajaan Sriwijaya, saat itu Bahasa Melayu sudah menjadi bahasa internasional Lingua franca di kepulauan Nusantara. Atau sekurang-kurangnya sebagai bahasa perdagangan di Kepulauan Nusantara.
Awalnya pusat kerajaan berada di Malaka kemudian pindah ke Johor, dan akhirnya pindah ke Riau.  Sejak itulah Riau mendapat predikat sebagai pusat kerajaan Melayu tersebut. Karena itu bahasa Melayu jaman Malaka terkenal dengan Melayu Malaka, bahasa Melayu jaman Johor terkenal dengan Melayu Johor dan bahasa Melayu jaman Riau terkenal dengan bahasa Melayu Riau.
Bahasa Melayu Riau sudah dibina sedemikian rupa oleh Raja Ali Haji dan kawan-kawannya, sehingga bahasa ini sudah memiliki standar, sudah banyak dipublikasikan, berupa; buku-buku sastra, buku-buku sejarah dan agama baik dari zaman Melayu klasik maupunMelayu Modern.
Provinsi Riau terdiri dari enam kabupaten dan dua kotamadya, yaitu Kabupaten Indragiri Hilir, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Kampar, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Kepulauan Riau, Kotamadya Pekanbaru, dan Kotamadya Batam. Berdasarkan keadaan alamnya, provinsi ini dibagi menjadi dua bagian, yaitu Riau Daratan dan Riau Kepulauan. Riau Daratan meliputi Kabupaten Kampar, Kabupaten Bengkalis, Kabupaten Indragiri Hulu, Kabupaten Indragiri Hilir, dan Kotamadya Pekanbaru, sedangkan Riau Kepulauan meliputi gugusan pulau-pulau yang menyebar sampai ke perbatasan perairan Malaysia di Laut Cina Selatan dan perbatasan Kalimantan Barat.
Daerah seluas itu didiami oleh berbagai subdialek Melayu, yang dapat dibagi menjadi dua subdialek, yaitu subdialek Daratan dan subdialek Kepulauan. Subdialek Daratan mempunyai ciri-ciri fonologis yang berdekatan dengan bahasa Melayu Minangkabau, sedang subdialek Kepulauan mempunyai ciri fonologis yang berdekatan dengan bahasa Melayu Malaysia.
Di samping berbagai ciri khas lain, kedua subdialek ini ditandai dengan kata-kata yang dalam bahasa Indonesia merupakan kata-kata yang berakhir dengan vokal /a/; pada subdialek Daratan diucapkan dengan vokal /o/, sedang pada subdialek Kepulauan diucapkan /?/. Beberapa contohnya antara lain:
Penyebutan kata /bila/, /tiga/, /kata/ dalam Bahasa Indonesia akan menjadi demikian dalam Bahasa Riau Daratan: /bilo/, /tigo/, /kato/. Sementara dalam Bahasa Riau Kepulauan menjadi: /bile/, /tige/, /kate/.
Jadi, kesan pertama bila berhadapan dengan dialek Melayu Riau (Kepulauan) adalah tingginya frekuensi kemunculan vokal /e/ pada kata-kata bersuku terbuka dan tiadanya vokal yang sama pada suku yang tertutup konsonan, seperti bahasa Indonesia dialek Jawa. Vokal yang lain juga memiliki distribusi yang khas. Kekhasan lainnya adalah perbedaan artikulasi pada konsonan getar uvular /R/ yang berbeda dengan getar ujung lidah yang terdapat dalam bahasa Indonesia.
Agar mengetahui perbedaan yang signifikan antara Bahasa Indonesia dengan Bahasa Melayu Riau, kita bisa melihat itu dari sudut morfologinya. Karena Morfologi adalah bagian dari ilmu bahasa yang membicarakan atau  yang mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta pengaruh perubahan-perubahan bentuk kata terhadap golongan dan arti kata, atau dengan kata lain dapat dikatakan bahwa morfologi mempelajari seluk-beluk bentuk kata serta fungsi perubahan-perubahan bentuk kata itu, baik fungsi gramatik maupun fungsi semantik.
Seperti umumnya yang terjadi pada bahasa lisan, dalam dialek ini banyak kata yang muncul dalam bentuk singkat seperti /lah/ untuk kata “sudah” atau “telah”, /na’/ untuk kata “hendak”, dan pelafalan /ta’/ untuk kata “tidak”. Bahkan, kata /ta’/ yang dalam bahasa Indonesia hanya muncul dalam bentuk terikat, dalam dialek ini dapat berdiri sendiri sebagai kalimat minim.
+ Na’ makan ta? / Mau makan tidak?
-    Ta’. / Tidak.
Dalam bidang morfologi, awalan per- dan akhiran -i jarang sekali muncul. Untuk kata “melalui” misalnya dipakai “lalu dekat” (masjid) dan untuk “mempertinggi” dipakai kata “membuat tinggi” atau “meninggikan”, sedangkan dalam bidang sintaksis, jarang muncul kata-kata tugas seperti kata “terhadap” atau “akan”, “dengan”, dan “oleh”.
Sementara dalam bidang kosakata, tidak terlihat adanya perbedaan yang mencolok, namun juga dapat dicatat beberapa kata khas yang tidak biasa dipergunakan dalam bahasa Indonesia modern. Untuk mempersilakan tamu-tamu minum atau makan dipergunakan kata “jemput”, “silakan ambil”. Untuk kata “tetangga” menggunakan istilah “rumah sebelah”, kata “patek” /patik/ digunakan bila orang ingin merendahkan diri, dan untuk panggilan guru dipakai istilah “cek gu”.
Orang Melayu Riau selalu mengaitkan Bahasa dengan budi, maka ketinggian budi seseorang juga diukur dari kata-katanya, seperti ungkapan:
  • Pantang membuka aib orang,
  • Pantang merobek baju dibadan, 
  • Pantang menepuk air didulang, 
  • Hilang budi karena bahasa, 
  • Habis daulat karena kuasa, 
  • Pedas lada hingga ke mulut, 
  • Pedas kata menjemput maut
Ungkapan-ungkapan di atas mencirikan bahwa bagi orang Melayu Riau, kata sangat berpengaruh dalam pergaulan, “Bahasa menunjukkan Bangsa.” Kata Bangsa di sini berarti orang berderajat atau orang baik-baik. Orang-orang yang menggunakan kata yang tidak senonoh, dia tentu orang yang tidak berbangsa dan derajatnya rendah.

0 komentar:

Posting Komentar