Selasa, 09 Desember 2014

Candi Muara Takus

Muara_Takus_temple3.jpg
CANDI MUARA TAKUS PENINGGALAN BUDDHA DI RIAU

Candi Muara Takus adalah candi Buddha yang terletak di Desa Muara Takus, Kecamatan XIII Koto Kampar, Kabupaten Kampar, Pekan Baru, Riau. Candi ini merupakan satu-satunya peninggalan sejarah yang berbentuk candi di Riau, dan pada 2009 sempat dicalonkan menjadi salah satu situs warisan dunia UNESCO.
Candi adalah sebuah bangunan tempat ibadah dari peninggalan masa lampau yang berasal dari agama Hindu-Buddha. Candi digunakan sebagai tempat pemujaan dewa-dewa. Namun, istilah 'candi' tidak hanya digunakan oleh masyarakat untuk menyebut tempat ibadah saja. Situs-situs purbakala dari masa Hindu-Buddha atau masa Klasik Indonesia yang berupa istana, pemandian/petirtaan, dan gapura juga disebut dengan istilah candi. Suatu candi di masa lampau biasanya berfungsi dan digunakan masyarakat dari latar belakang agamanya, yaitu Hindu-Saiwa, Budha Mahayana, Siwa Buddha dan Rsi.
Candi yang bersifat budhistis ini merupakan bukti keberadaan agama Budha yang pernah berkembang di kawasan ini beberapa abad yang silam. Namun, Para arkeolog belum dapat menentukan secara pasti kapan situs candi ini didirikan. Ada yang mengatakan abad keempat Masehi, ketujuh Masehi, kesembilan Masehi, dan ke-11 Masehi. Meski begitu, mereka sepakat Candi Muara Takus dibangun pada masa kejayaan Kerajaan Sriwijaya (abad VII-XII Masehi).
Komplek Candi Muara Takus kurang lebih berjarak 135 km dari Kota Pekanbaru. Sementara jarak antara kompleks candi ini dengan pusat desa Muara Takus sekitar 2,5 km dan tak jauh dari pinggir Sungai Kampar Kanan. Kompleks candi ini dikelilingi tembok berukuran 74 x 74 meter. Di luar arealnya terdapat pula tembok tanah berukuran 1,5 x 1,5 kilometer yang mengelilingi kompleks ini sampai ke pinggir Sungai Kampar Kanan.
Di dalam kompleks ini terdapat pula bangunan Candi Tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa, serta Palangka. Bahan dasar bangunan candi terdiri dari batu pasir, batu sungai, dan batu bata. Menurut sumber tempatan, batu bata untuk bangunan ini dibuat di desa Pongkai, sebuah desa yang terletak di sebelah hilir kompleks candi.
Bekas galian tanah untuk batu bata itu sampai saat ini dianggap sebagai tempat yang sangat dihormati penduduk. Untuk membawa batu bata ke tempat candi, dilakukan secara berantai dari tangan ke tangan. Cerita ini walaupun belum pasti kebenarannya memberikan gambaran bahwa pembangunan candi ini dilakukan secara bergotong royong oleh masyarakat sekitar.
Selain Candi Tua, Candi Bungsu, Mahligai Stupa, dan Palangka, di dalam kompleks candi ini ditemukan pula gundukan yang diperkirakan sebagai tempat pembakaran tulang manusia. Candi Muara Takus memiliki struktur bangunan yang terbuat dari bahan batuan merah. Bahan tersebut diyakini sebagai tempat para dewa bertahta oleh komunitas Budhis.
Keberadaan stupanya menjadi ciri utama yang menunjukkan bahwa Candi Muara Takus merupakan bangunan suci dalam agama Budha. Arsitektur bangunan stupa yang ada pada Candi Muara Takus sangat unik karena tidak ditemukan di tempat lain di Indonesia. Bentuk stupa tersebut yaitu ornamen sebuah roda dan kepala singa. Bentuk stupa memiliki kesamaan dengan stupa Budha di Myanmar, stupa di Vietnam, Sri Lanka atau stupa kuno di India pada periode Asoka.
Keberadaan Candi Muara Takus di Riau memang terasa ganjil. Sebab, di tengah-tengah peradaban Riau kini yang mayoritas bersendikan pada ajaran Islam dan dihiasi oleh ribuan bangunan masjid serta musala, Candi Muara Takus merupakan satu-satunya situs percandian Buddha di Riau. Hal ini menandakan bahwa tingkat toleransi dan penghargaan masyarakat Riau terhadap situs budaya sangat tinggi, hingga candi yang telah ditinggalkan fungsinya sejak abad ke-13 masih bisa kita dapati.

0 komentar:

Posting Komentar