Sabtu, 13 Desember 2014

DIALEK DAN BAHASA BANTEN

masyarakat-banten.jpg
Bahasa Banten adalah salah satu dialek dari Bahasa Sunda. Sesuai dengan sejarah kebudayaannya, bahasa Sunda dituturkan di provinsi Banten khususnya di kawasan selatan provinsi tersebut—kecuali kawasan pantura yang merupakan daerah tujuan urbanisasi dimana penutur bahasa ini semakin berkurang prosentasenya. Basa Sunda Dialek Banten ini dipertuturkan di daerah Banten selatan. Daerah Ujung Kulon di sebelah selatan Banten, semenjak meletusnya Gunung Krakatau pada tahun 1883, tidak dihuni lagi dan sekarang menjadi taman nasional.
Perbedaan tata bahasa antara Bahasa Banten dan Bahasa Sunda dikarenakan wilayah Banten tidak pernah menjadi bagian dari Kesultanan Mataram, sehingga tidak mengenal tingkatan halus dan sangat halus yang diperkenalkan oleh Mataram. Bahasa ini dilestarikan salah satunya melalui program berita Beja ti Lembur dalam bahasa Banten yang disiarkan oleh siaran televisi lokal di wilayah Banten.
Perbedaan antara bahasa Sunda di Priangan dengan di Banten dilihat dari dialek pengucapannya, sampai beberapa perbedaan pada kosa katanya. Bahasa Sunda di Banten juga umumnya tidak mengenal tingkatan. Bahasa Sunda tersebut masih terlihat memiliki hubungan erat dengan bahasa Sunda Kuna.
Namun oleh mayoritas orang-orang yang berbahasa Sunda yang memiliki tingkatan (Priangan), Bahasa Sunda Banten (Rangkasbitung, Pandeglang) digolongkan sebagai bahasa Sunda kasar. Namun secara prakteknya, Bahasa Sunda Banten digolongkan sebagai Bahasa Sunda dialek Barat. Pengucapan bahasa Sunda di Banten umumnya berada di daerah Selatan Banten (Lebak, Pandeglang).
Meski berbeda pengucapan dan kalimat, bukan berarti beda bahasa, hanya berbeda dialek saja. Berbeda halnya dengan bahasa Sunda Priangan yang telah terpengaruh oleh kerajaan Mataram. Hal itu yang menyebabkan bahasa Sunda Priangan, memiliki beberapa tingakatan. Selain Bahasa Sunda Banten, masyarakat Banten juga menggunakan Bahasa Banyumasan dan Bahasa Jawa Banten di daerah pesisir utara Banten.
Bahasa Banyumasan terkenal dengan cara bicaranya yang khas. Dialek Banyumasan atau sering disebut Bahasa Ngapak ini dipergunakan di wilayah barat Jawa Tengah. Banten juga menggunakan beberapa kosakata dan dialek Banyumasa. Logat bahasanya agak berbeda dibanding dialek bahasa Jawa lainnya. Hal ini disebabkan bahasa Banyumasan masih berhubungan erat dengan bahasa Jawa Kuna (Kawi).
Adapun Bahasa Jawa Banten mulai dituturkan di zaman Kesultanan Banten pada abad ke-16. Di zaman itu, bahasa Jawa yang diucapkan di Banten tiada bedanya dengan bahasa di Cirebon, sedikit diwarnai dialek Banyumasan. Asal muasal kerajaan Banten memang berasal laskar gabungan Demak dan Cirebon yang berhasil merebut wilayah pesisir utara Kerajaan Pajajaran.
Namun, bahasa Jawa Banten mulai terlihat bedanya, apa lagi daerah penuturannya dikelilingi daerah penuturan bahasa Sunda dan Betawi. Bahasa ini menjadi bahasa utama Kesultanan Banten (tingkatan bebasan) yang menempati Keraton Surosowan. Bahasa ini juga menjadi bahasa sehari - harinya warga Banten Lor (Banten Utara).
Bahasa Jawa Banten atau bahasa Jawa dialek Banten ini dituturkan di bagian utara Kabupaten Serang, Kota Serang, Kota Cilegon dan daerah barat Kabupaten Tangerang. Dialek ini dianggap sebagai dialek kuno juga banyak pengaruh bahasa Sunda dan Betawi.
Bahasa Jawa di Banten terdapat dua tingkatan. Yaitu tingkatan bebasan (krama) dan standar. Dalam bahasa Jawa dialek Banten (Jawa Serang), pengucapan huruf 'e', ada dua versi. ada yang diucapkan 'e' saja, seperti pada kata "teman". Dan juga ada yang diucapkan 'a', seperti pada kata "Apa". Daerah yang melafalkan 'a' adalah kecamatan Keragilan, Kibin, Cikande, Kopo, Pamarayan, dan daerah timurnya.
Sedangkan daerah yang melafalkan 'e' adalah kecamatan Serang, Cipocok Jaya, Kasemen, Bojonegara, Kramatwatu, Ciruas, Anyer, dan seberang baratnya. Sementara wilayah Utara Banten, seperti Serang, umumnya menggunakan bahasa campuran (multi-bilingual) antara bahasa Sunda dan Jawa.

0 komentar:

Posting Komentar