Bedug
terdapat di hampir setiap masjid, sebagai alat atau media informasi
datangnya waktu shalat wajib 5 waktu. Kata “Rampak” mengandung arti
“Serempak”. Jadi “Rampak Bedug” adalah seni bedug dengan menggunakan
waditra berupa “banyak” bedug dan ditabuh secara “serempak” sehingga
menghasilkan irama khas yang enak didengar. Rampak bedug hanya terdapat
di daerah Banten sebagai ciri khas seni budaya Banten.
Rampak
bedug pertama kali dimaksudkan untuk menyambut bulan suci Ramadhan dan
Hari Raya Idul Fitri, persis seperti seni ngabedug atau ngadulag. Tapi
karena merupakan suatu kreasi seni yang genial dan mengundang perhatian
penonton, maka seni rampak bedug ini berubah menjadi suatu seni yang
layak jual, sama dengan seni-seni musik komersial lainnya. Walau para
pencetus dan pemainnya lebih didasari oleh motivasi religi, tapi
masyarakat seniman dan pencipta seni memandang seni rampak bedug sebagai
sebuah karya seni yang patut dihargai.
Fungsi Rampak bedug :
- Nilai Religi, yakni menyemarakan bulan suci Ramadhan dengan alat-alat yang memang dirancang para ulama pewaris Nabi. Selain menyemarakan Tarawihan juga sebagai pengiring Takbiran dan Marhabaan.
- Nilai rekreasi/hiburan.
- Nilai ekonomis, yakni suatu karya seni yang layak jual. Masyarakat pengguna sudah biasa mengundang seniman rampak bedug untuk memeriahkan acara-acara mereka.
“Rampak
Bedug” dapat dikatakan sebagai pengembangan dari seni bedug atau
ngadulag. Bila ngabedug dapat dimainkan oleh siapa saja, maka “Rampak
Bedug” hanya bisa dimainkan oleh para pemain profesional. Rampak bedug
bukan hanya dimainkan di bulan Ramadhan, tapi dimainkan juga secara
profesional pada acara-acara hajatan (hitanan, pernikahan) dan hari-hari
peringatan kedaerahan bahkan nasional. Rampak bedug merupakan pengiring
Takbiran, Ruwatan, Marhabaan, Shalawatan (Shalawat Badar), dan
lagu-lagu bernuansa religi lainnya.
Di
masa lalu pemain rampak bedug terdiri dari semuanya laki-laki. Tapi
sekarang sama halnya dengan banyak seni lainnya terdiri dari laki-laki
dan perempuan. Mungkin demikian karena seni rampak bedug mempertunjukkan
tarian-tarian yang terlihat indah jika ditampilkan oleh perempuan
(selain tentunya laki-laki). Jumlah pemain sekitar 10 orang, laki-laki 5
orang dan perempuan 5 orang. Adapun fungsi masing-masing pemain adalah
sebagai berikut pemain laki-laki sebagai penabuh bedug dan sekaligus
kendang sedangkan pemain perempuan sebagai penabuh bedug, baik pemain laki-laki maupun perempuan sekaligus juga sebagai penari.
Busana
yang dipakai oleh pemain rampak bedug adalah pakaian Muslim dan
Muslimah yang disesuaikan dengan perkembangan zaman dan unsur
kedaerahan. Pemain laki-laki misalnya mengenakan pakaian model pesilat
lengkap dengan sorban khas Banten, tapi warna-warninya menggambarkan
kemoderenan: hijau, ungu, merah, dan lain-lain (bukan hitam atau putih
saja). Adapun pemain perempuan mengenakan pakaian khas tari-tari
tradisional, tapi bercorak kemoderenan dan relatif religius. Misalnya
menggunakan rok panjang bawah lutut dari bahan batik dengan warna dasar
kuning dan di dalamnya mengenakan celana panjang warna merah jenis
celana panjang pesilat. Di Luarnya mengenakan kain merah tanpa dijahit
yang bisa dililitkan dan digunakakan untuk semacam tarian selendang.
Bajunya tangan panjang yang dikeluarkan dan diikat dengan memakai ikat
pinggang besar. Adapun rambutnya mengenakan sejenis sanggul bungan yang
terbuat dari rajutan benang semacam penutup kepala bagian belakang.
Waditra adalah seni atau kesenian dari budaya jawa. Waditra rampak bedug terdiri dari :
- Bedug besar, berfungsi sebagai Bass yang memberikan rasa puas ketika mengakhiri suatu bait sya’ir dari lagu.
- Ting tir, terbuat dari batang pohon kelapa, berfungsi sebagai penyelaras irama lagu bernuansa spiritualis (takbiran, shalawatan, marhabaan, dan lain-lain).
- Anting Caram dan Anting Karam terbuat dari pohon jambu dan dililiti kulit kendang berfungsi sebagai pengiring lagu dan tari.
Sejarah Rampak Bedug
Tahun
1950-an merupakan awal mula diadakannya pentas rampak bedug. Pada waktu
itu, di Kecamatan Pandeglang pada khususnya, sudah diadakan
pertandingan antar kampung. Sampai tahun 1960 rampak bedug masih
merupakan hiburan rakyat, persis ngabedug. Awalnya rampak bedug berdiri
di Kecamatan Pandeglang. Kemudian seni ini menyebar ke daerah-daerah
sekitarnya hingga ke Kabupaten Serang.
Kemudian
antara tahun 1960-1970 Haji Ilen menciptakan suatu tarian kreatif dalam
seni rampak bedug. Rampak bedug yang berkembang saat ini dapat
dikatakan sebagai hasil kreasi Haji Ilen. Rampak bedug kemudian
dikembangkan oleh berempat yaitu : Haji Ilen, Burhata, Juju, dan Rahmat.
Dengan demikian Haji Ilen beserta ketiga bersahabat itulah yang dapat
dikatakan sebagai tokoh seni Rampak bedug. Dari mereka berempat itulah
seni rampak bedug menyebar. Hingga akhir tahun 2002 ini sudah banyak
kelompok-kelompok pemain rampak bedug.
0 komentar:
Posting Komentar