KONDISI ALAM PEMBENTUK BUDAYA SUKU LAMPUNG
Kondisi alam pada awalnya menjadi pembentuk kebudayaan manusia yang menghuninya. Mulai dari kepercayaan, ilmu pengetahuan, alat dan teknologi, kesenian, pola bermukim, aturan adat, pola hubungan sosial dan aturan keturunan, serta bahasa dan tulisan.
Kondisi alam pada awalnya menjadi pembentuk kebudayaan manusia yang menghuninya. Mulai dari kepercayaan, ilmu pengetahuan, alat dan teknologi, kesenian, pola bermukim, aturan adat, pola hubungan sosial dan aturan keturunan, serta bahasa dan tulisan.
Begitu
juga dengan kehidupan budaya masyarakat suku Lampung, mereka kebudayaan
mereka dibentuk dari daerah yang berbukit-bukit di sepanjang pantai
Lampung bagian barat dan selatan, sebagai sambungan dari jalur Bukit
Barisan. Di tengah-tengah merupakan daratan rendah, sedangkan ke dekat
pantai sebelah timur, di sepanjang tepi laut Jawa hingga ke utara
merupakan daerah rawa-rawa perairan yang luas.
Kondisi
alam di Lampung, memiliki gunung-gunung yang puncaknya cukup tinggi
seperti; Gunung Pesagi (2262 m) di Kecamatan skala break, G. Saminung
(1881 m) di Kecamatan Balik Bukit, G. Tebak (2115 m) di Kecamatan Sumber
Jaya, G. Rindingan (1506 m) di Kecamatan Pulau Panggung, G. Pasawaran
(1661 m) di Kecamatan Kedongdong, G. ... (1240 m) di Kecamatan Teluk Betung, G. Rajabasa (1261 m) di Kecamatan Kalianda.
Menurut hasil penelitian Bambang Suwondo,
dkk (1983) perairan Lampung dibentuk oleh sungai-sungai besar yang
mengalir di daerah Lampung menurut panjang (P) dan cathment area-nya
(ca) sebagai berikut: Way Sekmapung, P. 256 km, ca. 4.795,52 km2. Way
Semangka, P. 90 km, c.a. 985,- km2. Way Jepara, P. 50 km, c.a.
1.285,--km2. Way Seputih, P 190 km, c.a. 7.149,25 km2. Way Tulangbawang,
P. 136 km, c.a. 1.285,-km2. Way Masuji, P. 220 km, c.a. 2.053,--km2.
Way
Sekampung mengalir di daerah Kabupaten Lampung Selatan, memiliki banyak
anak sungai namun tidak ada yang sampai 100 km. Way Ktibung yang
mengalir di Kecamatan Way Ketibung (Kalianda) pun panjangnya hanya 51
km.
Way seputih mengalir di daerah Kabupaten Lampung Tengah dengan anak-anak sungai yang panjangnya lebih dari 50 km sebagai berikut; Way Terusan P. 175 km, Way Pengubuan P. 165 km, Way Pegadungan P. 80 km, dan Way Raman P. 55 km.
Way seputih mengalir di daerah Kabupaten Lampung Tengah dengan anak-anak sungai yang panjangnya lebih dari 50 km sebagai berikut; Way Terusan P. 175 km, Way Pengubuan P. 165 km, Way Pegadungan P. 80 km, dan Way Raman P. 55 km.
Way Tulangbawang mengalir di daerah kabupaten Lampung Utara dengan anak-anak sungainya yang lebih dari 50 km sebagai berikut; Way Kanan P. 51 km, Way Rarem P. 53,50 km, Way Umpu P. 100 km, Way Tahmi P. 60 km, Way Besay P 113 km, Way Giham P 80 km. Sementara Way Masuji yang mengalir di perbatasan antara Lampung dan Sumatra Selatan di sebelah utara hanya memiliki satu anak sungai yang bernama Buaya dengan P. 70 km.
Di
daratan rendah, hutan-hutan lebatnya dapat dikatakan telah habis
dimanfaatkan untuk kepentingan pembangunan pertanian, untuk para
transmigran. Kayu-kayu nya diekspor ke luar negeri. Hutan yang masih ada
dan belum di buka terletak di sebelah barat Bukit Barisan. Di daerah
Lampung curah hujan pun terhitung sangat tinggi.
Di
Lampung terdapat hewan-hewan yang terdiri dari binatang buas seperti
gajah, badak, harimau, ular terutama di daerah yang masih banyak
hutannya seperti di daerah Bukit Barisan. Sebagian besar hewan-hewan
buas ini terdapat di Lampung Utara. Sementara di Lampung Tengah dan
Selatan hewan buas sudah dapat dikatakan tidak ada lagi, yang ada hanya
kera, lutung, babi, rusa, kijang, yang pada umumnya masih banyak
terdapat di daerah daratan rendah.
Jenis
tumbuh-tumbuhan pun paling banyak ditemui di daerah Lampung Utara,
walau pun jumlahnya sudah mulai berkurang dari masa lalu. Di daerah
Lampung Utara masih diperdagangkan antara lain kayu-kayu jenis bungur,
merawan, tembesu, manteru, jenis merbau dan jati. Sementara
tumbuhan-tumbuhan obat-obatan herbal masih bisa ditemukan secara liar di
hutan-hutan daerah pegunungan.
Namun
pada akhrinya, kekinian, perkembangan ilmu pengetahuan, alat dan
teknologi telah berbalik mengendalikan kondisi alam. Maka jika saja kita
tidak arif dalam menggunakan ilmu pengetahuan dan kemajuan teknologi,
kehidupan ini tak lagi selaras dengan alam yang berfungsi sebagai
sandaran kehidupan manusia.
Oleh
pikiran dan tangan kita lah nasib anak-cucu kita ditentukan, dan tak
ada salahnya kita kembali mempelajari kearifan lokal masyarakat suku
Lampung untuk menyeselaraskan kembali kehidupan kita yang modern dengan
alam.
0 komentar:
Posting Komentar