SUKU BANJAR, KALIMANTAN SELATAN
Suku Banjar adalah hasil pembaruan yang unik dari sejarah sungai-sungai Bahau, Barito, Martapura dan Tabanio. Suku bangsa Banjar sebagian besar ditempati wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur dan sebagian Kalimantan Tengah terutama kawasan dataran dan bagian hilir dari Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah tersebut.
Kawasan tersebut kemudian terpecah disebelah barat menjadi kerajaan Kotawaringin yang dipimpin Pangeran Dipati Anta Kasuma dan di sebelah timur menjadi kerajaan Tanah Bumbu yang dipimpin Pangeran Dipati Tuha yang berkembang menjadi beberapa daerah: Sabamban, Pegatan,Koensan, Poelau Laoet, Batoe Litjin, Cangtoeng, Bangkalaan, Sampanahan, Manoenggoel, dan Tjingal. Wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur merupakan tanah rantau primer.
Suku Banjar adalah hasil pembaruan yang unik dari sejarah sungai-sungai Bahau, Barito, Martapura dan Tabanio. Suku bangsa Banjar sebagian besar ditempati wilayah Provinsi Kalimantan Selatan, sebagian Kalimantan Timur dan sebagian Kalimantan Tengah terutama kawasan dataran dan bagian hilir dari Daerah Aliran Sungai (DAS) di wilayah tersebut.
Kawasan tersebut kemudian terpecah disebelah barat menjadi kerajaan Kotawaringin yang dipimpin Pangeran Dipati Anta Kasuma dan di sebelah timur menjadi kerajaan Tanah Bumbu yang dipimpin Pangeran Dipati Tuha yang berkembang menjadi beberapa daerah: Sabamban, Pegatan,Koensan, Poelau Laoet, Batoe Litjin, Cangtoeng, Bangkalaan, Sampanahan, Manoenggoel, dan Tjingal. Wilayah Kalimantan Tengah dan Kalimantan Timur merupakan tanah rantau primer.
Suku bangsa Banjar
berasal dari daerah Banjar yaitu wilayah inti dari Kesultanan Banjar
meliputi DAS Baritobagian hilir, DAS Bahan (Negara), DAS Martapura dan
DAS Tabanio Di daerah ini suku bangsa Maanyan, Lawangan, Bukit dan
Ngaju, dipengaruhi oleh kebudayaan Melayu dan Jawa, disatukan oleh tahta
yang beragama Budha, Shiwa dan paling akhir oleh agama Islam dari
kerajaan Banjar yang menumbuhkan suku bangsa Banjar yang berbahasa
Banjar dan berkebdayaan Banjar.
Bahasa Banjar
dan agama Islam dibawah pengaruh kekuasaan dinasti-dinasti banjar di
Kayu-Tinggi, membulatkan daerah dan suku bangsa ini menjadi satu
kesatuan wilayah suku Bangsa Dayak yang beragama Kaharingan atau Kristen
tetap menyebut diri mereka orang Dayak, tetapi mereka yang memeluk
agama Islam, berbahasa Banjar meninggalkan Bahasa ibu mereka, dan
menyebut dirinya orang Banjar.
Pada
zaman prasejarah agama orang Bukit, dalah agama balian dan agama
Kaharingan pada suku bangsa Dayak tetap bertahan sampai sekarang dan
pengaruh unsur-unsur religinya masih terasa dalam kebudayaan Banjar.
Pada zaman negara Dipa dan negara Daha, masuk unsur-unsur agama Budha
dan Ciwa. Yang masih ada sampai sekrang adalah sisa-sisa subasemen candi
Agung dan candi Laras. Untuk candi Laras yang dibangun di atas Punden
Tanah Liat Berundak Tiga ini jelas terdapat peninggaln-peninggalan
Civaisme, sperti Lingga, Nandi, dn patung-patung yang sudah rusak dan
tidak dapt diidentifikasikan lagi.
Ketika
Belanda masuk, dengan cepat diusahakan gerakan zending dan missi di
daerah Barito, pulau Patak, Tamiang Layang, dan Kuala Kapuas. Kebudayaan
barat yang paking menentukan pengaruhnya dari Belanda adalah berupa
pendidikan Barat, ekonomi uang, hokum dan sebgaianya, di samping agama
Kristen.
Suku
banjar dibagi menjadi tiga bagian yaitu (Banjar) Pahuluan, (Banjar)
Batang Banyu, dan Banjar (Kuala). Hal ini karena adanya pendudukan asal
Sumatera dan daerah sekitarnya yang membangun tanah air baru di kawasan
ini sekitar lebih dari seribu tahun yang lalu. Setelah berlalu masa yang
lama sekali akhirnya setelah bercampur dengan penduduk yang lebih asli,
yang biasa dinamakan sebagai suku Dayak, dan dengan imigran-imigran
yang berdatangan belakangan-terbentuklah setidak-tidaknya tiga subsuku,
Banjar Pahuluan
Orang Pahuluan pada asasnya ialah penduduk daerah lembah-lembah sungai (cabang sungai Negara) yang berhulu ke pegunungan Meratus, orang Batang Banyu mendiami lembah sungai Negara, sedangkan orang Banjar (Kuala) mendiami sekitar Banjarmasin (dan Martapura). Bahasa yang mereka kembangkan dinamakan bahasa Banjar, yang pada asasnya adalah bahasa Melayu Sumatera atau sekitarnya-, yang di dalamnya terdapat banyak kosa kata asal Dayak dan asal Jawa. Nama Banjar diperoleh karena mereka dahulu-sebelum dihapuskan pada tahun 1860, adalah warga Kesultanan Banjarmasin atau disingkatBanjar, sesuai dengan nama ibukotanya pada mula berdirinya. Ketika ibukotadipindahkan ke arah pedalaman, terakhir di Martapura, nama tersebut nampaknya sudah baku atau tidak berubahlagi.
Banjar Pahuluan
Orang Pahuluan pada asasnya ialah penduduk daerah lembah-lembah sungai (cabang sungai Negara) yang berhulu ke pegunungan Meratus, orang Batang Banyu mendiami lembah sungai Negara, sedangkan orang Banjar (Kuala) mendiami sekitar Banjarmasin (dan Martapura). Bahasa yang mereka kembangkan dinamakan bahasa Banjar, yang pada asasnya adalah bahasa Melayu Sumatera atau sekitarnya-, yang di dalamnya terdapat banyak kosa kata asal Dayak dan asal Jawa. Nama Banjar diperoleh karena mereka dahulu-sebelum dihapuskan pada tahun 1860, adalah warga Kesultanan Banjarmasin atau disingkatBanjar, sesuai dengan nama ibukotanya pada mula berdirinya. Ketika ibukotadipindahkan ke arah pedalaman, terakhir di Martapura, nama tersebut nampaknya sudah baku atau tidak berubahlagi.
Sangat
mungkin sekali pemeluk Islam sudah ada sebelumnya di sekitar keraton
yang dibangun di Banjarmasin, tetapi pengislaman secara massal diduga
terjadi setelah raja, Pangeran Samudera yang kemudian dilantik menjadi
Sultan Suriansyah, memeluk Islam diikuti warga kerabatnya, yaitu bubuhan
raja-raja. Perilaku raja ini diikuti elit ibukota,masing-masing tentu
menjumpai penduduk yang lebih asli, yaitu suku Dayak Bukit, yang dahulu
diperkirakan mendiami lembah-lembah sungai yang sama. Dengan
memperhatikan bahasa yang dikembangkannya, suku Dayak Bukit adalah satu
asal usul dengan cikal bakal suku Banjar, yaitu sama-sama berasal dari
Sumatera atau sekitarnya, tetapi mereka lebih dahulu menetap. Kedua
kelompok masyarakat Melayu ini memang hidup bertetangga tetapi,
setidak-tidaknya pada masa permulaan, pada asasnya tidak berbaur. Jadi
meskipun kelompok suku Banjar (Pahuluan) membangun pemukiman di suatu
tempat, yang mungkin tidak terlalu jauh letaknya dari balai suku Dayak
Bukit, namun masing-masing merupakan kelompok yang berdiri sendiri.Untuk
kepentingan keamanan, dan atau karena memang ada ikatan kekerabatan,
cikal bakal suku Banjarmemb entuk komplek pemukiman tersendiri.
Komplek
pemukiman cikal bakal suku Banjar (Pahuluan) yang pertama ini merupakan
komplek pemukiman bubuhan , yang pada mulanya terdiri dari seorang
tokoh yang berwibawa sebagai kepalanya, dan warga kerabatnya,dan mungkin
ditambah dengan keluarga-keluarga lain yang bergabung dengannya.Model
yang sama atau hampir sama juga terdapat pada masyarakat balai di
kalangan masyarakat Dayak Bukit , yangpada asasnya masih berlaku sampai
sekarang. Daerah lembah sungai-sungai yang berhulu di Pegunungan Meratus
ininampaknya wilayah pemukiman pertama masyarakat Banjar, dan di daerah
inilah konsentrasi penduduk yang banyak sejak zaman kuno, dan daerah
inilah yang dinamakan Pahuluan. Apa yang dikemukakan di atas
menggambarkan terbentuknya masyarakat (Banjar) Pahuluan, yang tentu saja
dengan kemungkinan adanya unsur Dayak Bukit ikut membentuknya.
Banjar Batang Banyu
Masyarakat (Banjar) Batang Banyu terbetuk diduga erat sekali berkaitan dengan terbentuknya pusat kekuasaan yangmeliputi seluruh wilayah Banjar, yang barangkali terbentuk mula pertama di hulu sungai Negara atau cabangnya yaitu sungai Tabalong. Selaku warga yang berdiam di ibukota tentu merupakan kebanggaan tersendiri, sehinggamenjadi kelompok penduduk yang terpisah.Daerah tepi sungai Tabalong adalah merupakan tempat tinggal tradisional dari suku Dayak Maanyan dan Lawangan , sehingga diduga banyak yang ikut serta membentuk subsukuBatang Banyu, di samping tentu sajaorang-orang asal Pahuluan yang pindah ke sana dan para pendatang yang datang dari luar. Bila diPahuluan umumnya orang hidup dari bertani (subsistens), maka banyak di antara penduduk Batang Banyu yang bermata pencarian sebagai pedagang dan pengrajin.
Banjar Kuala
Ketika pusat kerajaan dipindahkan ke Banjarmasin (terbentuknya Kesultanan Banjarmasin), sebagian warga Batang Banyu (dibawa) pindah ke pusat kekuasaan yang baru ini dan, bersama-sama dengan penduduk sekitar keraton yang sudah ada sebelumnya, membentuk subsuku Banjar. Di kawasan ini mereka berjumpa dengan sukuDayak Ngaju, yang seperti halnya dengan dengan masyarakatDayak Bukit dan masyarakat Dayak Maanyan atau Lawangan, banyak di antara mereka yang akhirnya meleburke dalam masyarakat Banjar, setelah mereka memeluk agama Islam. Mereka yang bertempat tinggal di sekitar ibukota kesultanan inilah sebenarnya yang dinamakan atau menamakandirinya orang Banjar, sedangkan masyarakat Pahuluan dan masyarakat Batang Banyu biasa menyebut dirinya sebagai orang (asal dari) kota-kota kuno yang terkemuka dahulu. Tetapi bila berada di luar Tanah Banjar, mereka itu tanpa kecuali mengaku sebagai orang Banjar.
Banjar Batang Banyu
Masyarakat (Banjar) Batang Banyu terbetuk diduga erat sekali berkaitan dengan terbentuknya pusat kekuasaan yangmeliputi seluruh wilayah Banjar, yang barangkali terbentuk mula pertama di hulu sungai Negara atau cabangnya yaitu sungai Tabalong. Selaku warga yang berdiam di ibukota tentu merupakan kebanggaan tersendiri, sehinggamenjadi kelompok penduduk yang terpisah.Daerah tepi sungai Tabalong adalah merupakan tempat tinggal tradisional dari suku Dayak Maanyan dan Lawangan , sehingga diduga banyak yang ikut serta membentuk subsukuBatang Banyu, di samping tentu sajaorang-orang asal Pahuluan yang pindah ke sana dan para pendatang yang datang dari luar. Bila diPahuluan umumnya orang hidup dari bertani (subsistens), maka banyak di antara penduduk Batang Banyu yang bermata pencarian sebagai pedagang dan pengrajin.
Banjar Kuala
Ketika pusat kerajaan dipindahkan ke Banjarmasin (terbentuknya Kesultanan Banjarmasin), sebagian warga Batang Banyu (dibawa) pindah ke pusat kekuasaan yang baru ini dan, bersama-sama dengan penduduk sekitar keraton yang sudah ada sebelumnya, membentuk subsuku Banjar. Di kawasan ini mereka berjumpa dengan sukuDayak Ngaju, yang seperti halnya dengan dengan masyarakatDayak Bukit dan masyarakat Dayak Maanyan atau Lawangan, banyak di antara mereka yang akhirnya meleburke dalam masyarakat Banjar, setelah mereka memeluk agama Islam. Mereka yang bertempat tinggal di sekitar ibukota kesultanan inilah sebenarnya yang dinamakan atau menamakandirinya orang Banjar, sedangkan masyarakat Pahuluan dan masyarakat Batang Banyu biasa menyebut dirinya sebagai orang (asal dari) kota-kota kuno yang terkemuka dahulu. Tetapi bila berada di luar Tanah Banjar, mereka itu tanpa kecuali mengaku sebagai orang Banjar.
0 komentar:
Posting Komentar