Kamis, 11 Desember 2014

Suku Boti, Nusa Tenggara Timur

tari sawo ma eka suku boti.jpg
Kecamatan Kie Kabupaten Timor Tengah Selatan (TTS) tempat suku Boti bermukim menjadi satu dari sekian banyak suku yang ada di Indonesia.Suku Boti adalah keturunan asli dari pulau Timor, Antoni Metu. Tidak mudah untuk sampai ke suku Boti, berada di pedalaman membuat suku ini seakan tertutup dari peradaban.
Suku Boti ini terbagi menjadi dua bagian, suku Boti dalam dan suku Boti luar. Orang Boti Dalam tinggal di areal tersendiri berpagar kayu. Adapun orang Boti Luar menyebar di berbagai lokasi di desa tersebut. Masyarakat yang berada di daerah Boti luar. Masyarakat Boti masih menjunjung tinggi nilai-nilai adat di suku mereka. Mereka yang memutuskan keluar dari suku ini maka akan ‘diadili’, dikucilkan, atau bahkan diusir. Seorang lelaki yang sudah menikah tidak boleh memotong rambut, sehingga rambut mereka yang sudah panjang akan diikat serupa konde di atas kepala mereka. Ada sanksi yang harus dibayar jika ini dilanggar, mereka akan dikucilkan. Maka sulit untuk dipengaruhi moderenitas zaman.
Secara umum masyarakat suku Boti menganut kepercayaan Dinamisme. Mereka memiliki satu hutan tempat mereka bersembah yang dengan ritualnya sendiri. Ada satu altar persembahyangan untuk berdoa menyembah Uis Pah (Dewa Langit), setelah itu mereka menaiki dan menapaki 99 anak tangga untuk kemusbah yang lebih tinggi yang mereka namakan musbah untuk Uis Neno (Dewa Bumi). Kedua dewa ini disembah dengan penarapannya sendiri-sendiri. Uis Pah di sembah karena Dialah yang akan menjaga, mengawasi, dan melindungi kehidupan manusia dan seluruh isinya. Sedangakan Uis Neno perlu disembah karena Dia yang menentukan manusia masuk surge atau neraka. Kepercayaan mereka sangat kuat.
Bahwa yang digunakan oleh masyarakat suku Boti adalah bahasa Dawan, meskipun orang-orang di Boti Dalam sebagian sudah ada yang bisa berbahasa Indonesia. Bahasa Indonesia yang dipahami oleh orang-orang Boti Dalam memang belum fasih tapi mereka mampu memahami dan menjawab pertanyaan yang diajukan oleh lawan bicara. Ini sebagai bentuk bahwa masyarakat Suku Boti bukan masyarakat yang mudah dipengaruhi oleh perkembangan zaman di luar lingkungannya.
Suku Boti dipimpin oleh seorang kepala suku yang baru saja meninggal di tahun 2005, dan diteruskan oleh anak lelakinya, yaitu Namah Benu. Meskipun belum menikah pada usia 45 tahun, raja muda ini memegang teguh percayaannya pada aturan dan adat setempat.
Suku Boti termasuk ke dalam suku yang memiliki banyak aturan dalam kehidupan sosialnya. Salah satunya adalah kepercayaan Halaika. Alam adalah jantung kehidupan bagisuku Boti, sehingga segala macam aturan berkaitan erat dengan alam. Adapun aturan adat lain yang diyakini dalam pernikahan, seorang lelaki tidak akan menikah berapapun usianya sebelum ia benar-benar dapat hidup mandiri.
Masyarakat Boti sangat mencitai kedamaian, bahkan beberapa aturan dibuat agar Uis Pah menjaga mereka. Misal nyaji kaada yang mencuri di desa tersebut makapencuri itu tidak akan dihakimi secara fisik, justru mereka akan ‘diuntungkan’ dengan pemberian warga kepadanya dengan benda yang sama ia curi. Barangkali ada pemikiran bahwa jika seseorang mencuri berarti ia sedang sangat membutuhkannya, dan sebagai suku yang sama sudah kewajibannyalah untuk saling membantu.
Pola kekerabatan yang terjadi di suku Boti ini sebenarnya pola Partriarki, di mana yang menjadi raja atau kepala suku adalah lelaki dan lelaki pula yang menjadi pemimpim dalam rumah mereka. Boti memiliki pemisahan peran penting bagi lelaki atau pun perempuan, lelaki bertugas di luar rumah untuk mencari nafkah sedang istrinya yang mengurus segala hal yang berkaitan dengan isi rumah. Masyarakat Boti adalah masyarakat yang menganut pola monogami, di mana mereka hanya akan menikahi satu perempuan saja.
Dilihat dari apa yang mereka yakini, masyarakat suku Boti secara umum adalah petani dan pekebun, juga berternak. Sehingga mereka hanya memanfaatkan hasil tanam dan ternak mereka. Di suku Boti masyarakatnya dilarang untuk membunuh hewan liar agar menjaga keseimbangan alam mereka.
Suku Boti yang begitu rapat dan kuat dengan adat yang diyakininya membuat kemajuan teknologi dan pengetahuan sulit menembus. Mereka menggunakan kepercayaan dan didikan nenek moyang mereka dalam menghadapi permasalahan hidup sehari-hari. Bahkan rumah yang mereka diami saja secara umum masih ditutupi daun lontar dan tanpa penerangan.Tidak hanya itu, dalam berpakaian sekalipun masyarakat Boti terutama yang laki-laki tidak boleh menggunakan celana panjang atau rok pendek bagi perempuan seperti yang digunakan masyarakat modern.
Bagaimana pun juga suku Boti adalah suku dengan masyarakat yang ramah dan bertata krama tinggi, terbuka dengan orang diluar mereka dengan batas-batas tertentu. Banyak nilai-nilai positif yang diajarkan oleh suku Boti kepada warganya, mau pun kita sebagai masyarakat di luar aturan-aturan adat Boti.

0 komentar:

Posting Komentar