Ibu
tidak berselera makan. Di usianya yang sepuh, ia lebih suka berdiam
diri di ranjang sepanjang hari. Dokter keluarga kami merujuknya ke
psikiater. Ibu lalu diberi kapsul racikan yang katanya dapat
mengembalikan kegembiraan Ibu dan membangkitkan napsu makannya.
Saat
pertama kali kapsul diberikan, Ibu sedang dirawat di rumah sakit dan
diinfus. Satu jam setelah obat itu masuk dalam tubuh, perilaku Ibu mulai
berubah. Beliau sangat aktif, selalu ingin turun dari ranjang dan
mengelilingi rumah sakit. Kami kewalahan mengikuti keinginan Ibu, sama
sekali tidak mau beristirahat.
Perubahan
drastis tampak pula dalam pola makannya. Beberapa bulan belakangan, Ibu
tak mau makan apa-apa lagi, kecuali bubur putih dengan garam. Tetapi,
setelah menenggak kapsul ‘ajaib’ itu, Ibu meminta makanan apa pun yang
tersaji di hadapannya. Beliau makan dengan lahap bermacam kue, nasi
lunak dengan aneka lauk hingga nasi goreng – makanan yang sudah lama tak
mau disentuhnya.
Perilaku
hiperaktif Ibu berlangsung selama sekitar enam jam. Dalam kurun waktu
itu, sosok Ibu bukanlah seperti Ibu yang saya kenal. Kalau keinginan
beliau untuk berjalan keliling tidak dikabulkan, beliau melontarkan
kata-kata kasar. Beliau tahu siapa orang-orang yang berdiri di
hadapannya, namun saya ragu apakah Ibu sadar betul dengan apa yang
dikatakan dan diinginkannya.
Ibu
marah-marah, berusaha mencabut selang infus, dan ingin pulang. Suster
dan dokter angkat tangan, sore itu Ibu diizinkan pulang. Dalam
perjalanan, mungkin karena pengaruh obat yang sudah mulai sirna, Ibu
kelelahan. Beliau tidur pulas, bahkan tidak bisa dibangunkan setiba di
rumah, sampai keesokan pagi.
Kapsul
itu masih disimpan rapi, kami tak berani memberikannya lagi ke Ibu.
Sekarang Ibu kembali dalam kesenyapannya. Tak bergairah makan dan minum,
lebih sering memandang ketimbang bicara. Tetapi Ibu tahu kebutuhan
orang-orang di sekelilingnya. Sebelum bulan berganti, Ibu sudah meminta
saya memberikan gaji bagi para pekerja di rumahnya. Kalau saya datang
menemani, setiap jam 12 siang Ibu mengingatkan saya untuk makan siang.
Dalam kalimat-kalimat singkat yang dilontarkan Ibu, tercurah perhatian
dan kasih yang tulus. Itulah yang alami, bukan hasil manipulasi obat.
Sering
kita menampilkan bukan kita yang sebenarnya. Kita berlindung di balik
topeng-topeng dan aneka peran yang kita mainkan. Padahal, keindahan
terpancar dari yang alami.
0 komentar:
Posting Komentar