Aluk Todolo atau Alukta
adalah aturan tata hidup yang telah dimiliki sejak dahulu oleh
masyarakat Suku Toraja, Sulawesi Selatan. Aturan tata hidup tersebut
berkenaan dengan sistem pemerintahan, sistem kemasyarakatan, dan sistem
kepercayaan.
Dalam hal keyakinan, penduduk Suku Toraja percaya kepada satu Dewa yang tunggal. Dewa yang tunggal itu disebut dengan istilah Puang Matua (Tuhan yang maha mulia). Meski begitu, penganut Aluk Todolo
relatif terbuka terhadap modernisasi dan dunia luar. Mereka meyakini,
aturan yang dibuat leluhurnya akan memberikan rasa aman, mendamaikan,
menyejahterakan, serta memberi kemakmuran warga.
Walau terbuka bagi agama luar, warga sepakat, yang telah menganut selain Aluk Todolo wajib keluar dari Dusun Kanan. Tentu saja mereka tetap boleh berkunjung ke sana, tapi tak dapat tinggal lama.
Di luar penganut Aluk Todolo,
sekalipun bangsawan dan memiliki banyak uang, mereka tidak boleh
dimakamkan dengan ritual pa'tomate, upacara penguburan jenazah khas
dusun. Penganut Aluk Todolo menjunjung tinggi kebenaran dan
kejujuran. Mereka begitu tegas menerapkan aturan leluhur. Berani
melanggar berarti bakal menyengsarakan warga dusun, misalnya
mendatangkan petaka gagal panen. Semua kesalahan dan kecurangan
berhadapan dengan hukum dan hal itu berlaku bagi semua, termasuk
keluarga dekat, saudara jauh, atau pendatang.
Dalam
mitos Toraja, leluhur orang Toraja datang dari surga dengan menggunakan
tangga yang kemudian digunakan oleh suku Toraja sebagai cara
berhubungan dengan Puang Matua, dewa pencipta. Alam semesta, menurut kepercayaan Aluk Todolo,
dibagi menjadi dunia atas (surga) dunia manusia (bumi), dan dunia
bawah. Pada awalnya, surga dan bumi menikah dan menghasilkan kegelapan,
pemisah, dan kemudian muncul cahaya.
Dewa-dewa Toraja lainnya adalah Pong Banggai di Rante (Dewa Bumi), Indo' Ongon-Ongon (Dewi Gempa Bumi), Pong Lalondong (Dewa Kematian), Indo' Belo Tumbang (Dewi Pengobatan), dan lainnya.
Hewan
tinggal di dunia bawah. Dilambangkan dengan tempat berbentuk persegi
panjang yang dibatasi oleh empat pilar. Bumi adalah tempat bagi umat
manusia, dan surga terletak di atas, ditutupi dengan atap berbetuk
pelana.
Di dalam menjalankan ritualnya, Aluk Todolo mengenal dua macam yaitu: Upacara kedukaan disebut Rambu Solok dan Rambu Tuka sebagai upacara kegembiraan. Upacara Rambu Solok meiliputi tujuh tahapan, yaitu: Rapasan, Barata Kendek, Todi Balang, Todi Rondon, Todi Sangoloi, Di Silli, dan Todi Tanaan. Sementara itu, upacara Rambu Tuka pun meliputi tujuh tahapan, yaitu; Tananan Bua’, Tokonan Tedong, Batemanurun, Surasan Tallang, Remesan Para, Tangkean Suru, Kapuran Pangugan.
To minaa adalah pendeta Aluk Todolo
yang dianggap sebagai pemegang kekuasaan di bumi yang kata-kata dan
tindakannya harus dipegang baik dalam kehidupan pertanian maupun dalam
upacara pemakaman.
Kepercayaan Aluk Todolo bukan hanya sistem keyakinan, tetapi juga merupakan gabungan dari hukum, agama, dan kebiasaaan. Aluk Todolo mengatur kehidupan bermasyarakat, praktik pertanian, dan ritual keagamaan. Tata cara Aluk Todolo
bisa berbeda antara satu desa dengan desa lainnya. Satu hukum yang umum
adalah peraturan bahwa ritual kematian dan kehidupan harus dipisahkan.
Suku Toraja percaya bahwa ritual kematian akan menghancurkan jenazah
jika pelaksanaannya digabung dengan ritual kehidupan. Kedua ritual
tersebut sama pentingnya.
Aluk Todolo
pernah menjadi tali pengikat masyarakat toraja yang begitu kuat, bahkan
menjadi landasan kesatuan sang torayan yang sangat kokoh sehingga
kemanapun orang toraja pergi akan selalu ingat kampung halaman, dan
rindu untuk kembali kesana. Ikatan batin yang Sangtorayan yang begitu kokoh tentu saja antara lain adalah buah-buah dari tempaan Aluk Todolo
itu. Karena itu kita patut prihatin bila aluk todolo itu kini nyaris
lenyap diterpa arus dunia modern. Maka mari kita pikirkan bersama
warisan leluhur yang begitu berharga ini.
0 komentar:
Posting Komentar