Kamis, 11 Desember 2014

Gedung Museum Kebangkitan Nasional

stovia 6_1400560364.jpg
Sejarah Gedung Museum Kebangkitan Nasional
Sebelum Proklamasi
Museum Kebangkitan Nasional berada pada sebuah komplek bangunan bersejarah peninggalan colonial Belanda. Gedung megah ini menempati areal yang cukup luas dengan fungsi yang berbeda-beda sesuai kurun waktu pemerintahan yang berkuasa pada masanya pada masa pemerintahan Hindia Belanda hingga sekarang.

Gedung ini dibangun pada 1899, awal keberadaannya pada masa pemerintahan Hindia Belanda digunakan sebagai pendidikan Sekolah Dokter Djawa dan sekolah kedkteran bumiputera atau yang lebih dikenal dengan sebutan STOVIA (School Tot Opleding Van Inlandsche Artsen) yang resmi dibuka pada tahun 1902 juga di dalamnya terdapat asrama para pelajar yang mana mereka adalah para pelajar yang berasal dari berbagai daerah di Nusantara dan diharuskan mengikuti selama 10 (sepuluh) tahun. Dengan semakin berkembangnya sekolah kedokteran ini sehingga tempatnyapun sudah tidak memadai, maka pada tahun 1920 dipindah ke jalan Salemba (sekarang menjadi Fakultas Kedokteran Universitas Indonesia), sedangkan bangunan STOVIA yang lama dipergunakan untuk asrama dan sekolah pendidikan lainnya seperti Sekolah Asisten Apotiker, MULO (setingkat SMP) dan AMS (setingkat SMA). Dengan masuknya bala tentara Jepang ke Indonesia pada tahun 1942, mengakhiri penggunaan Gedung Stovia sebagai tempat kegiatan pembelajaran.

Pada 1942-1945 aat pemerintahan Jepang berkuasa memfungsikan gedung Eks-STOVIA ini sebagai tempat penampungan tawanan perang tentara-tentara Belanda.
Setelah Proklamasi
Pada masa Proklamasi kemerdekan Indonesia 1945 sampai 1973, gedung Eks-STOVIA dimanfaatkan sebagai tempat hunian bagi bekas tentara KNIL Belanda yang berasal dari Ambon beserta keluarganya.
Gedung STOVIA menjadi salah satu tempat istimewa dalam sejarah perjalanan negeri ini, karena menjadi saksi lahirnya organisasi-organisasi pergerakan kebangsaan yaitu Boedi Oetomo, Trikoro Dharmo (Jong Java), Jong Minahasa, Jong Ambon, dan lain-lain. Di gedung ini juga beberapa tokoh pergerakan seperi Ki Hadjar Dewantara, Tjipto Mangoenkoesoemo, R. Soetomo, dan masih banyak tokoh-tokoh lainnya yang pernah menimba ilmu.

Mengingat peristiwa-peristiwa sejarah penting prnah terjai di gedung ini, maka gedung ini dilestarikan sebagai gedung bersejarah. Pada tahun 1973, Pemerintah Daerah Provinsi DKI Jakarta meakukan pemugaran bangunan secara keseluruhan. Bangunan gedung Eks-STOVIA yang sudah beralih fungsi sebagai hunian tempat tinggal, dikembalikan kondisinya seperti pada saat menjadi sekoah dokter bumiputera. Sedangkan masyarakat atau keluarga Ambon yang sempat menghuni gedung ini dipindahkan dan ditampung di komplek perumahan daerah Cengkareng Jakarta Barat.

0 komentar:

Posting Komentar