Pada
usia lanjutnya, guru saya Ajahn Chah mengalami kerusakan otak. Otaknya
mengeluarkan banyak cairan sehingga menimbulkan tekanan di dalam. Ia
mengalami stroke, lumpuh, dan tak mampu bicara.
Sangat
menarik berada di dekat orang yang telah melatih batinnya sedemikian
hebat. Sebagian besar biksu menyadari, ketika seseorang berbicara kepada
Ajahn Chah, ia sebenarnya memerhatikan. Kami melihat, guru kami
mengendalikan batinnya dengan sempurna, meskipun ia tak mampu
mengendalikan tubuhnya. Ia bisa masuk ke meditasi mendalam, walau
mengalami kerusakan otak.
Karena
ia biksu yang terkenal, Raja Thailand menyediakan perawat laki-laki
untuk menjaganya selama 24 jam, bergantian dalam beberapa giliran jaga.
Selain itu, ada tiga atau empat biksu yang melayani guru kami.
Suatu
kali, Ajahn Chah berhenti bernapas. Perawat yang menjaganya ketakutan.
Semua perawat tahu, sang guru akan mati. Tetapi mereka tidak ingin Ajahn
Chah mati pada saat giliran jaga mereka. Perawat itu lalu berusaha
memberikan napas buatan, sementara para biksu mengatakan, Ajahn Chah
hanya memasuki meditasi mendalam. Lalu, dibuat kesepakatan. Perawat akan
memeriksa darah Ajahn Chah setiap beberapa menit untuk memastikan masih
ada oksigen yang cukup di dalam darah untuk dikirim ke otak.
Ajahn
Chah berhenti bernapas selama beberapa jam. Tetapi sepanjang waktu itu,
kadar oksigen dalam darahnya tetap stabil. Para biksu meyakini, Ajahn
Chah berada dalam keadaan meditatif sangat dalam, yang disebut Jhana
keempat. Meskipun otaknya rusak dan tubuhnya tidak berfungsi lagi, namun
batinnya begitu tajam, penuh ke-eling-an,
sehingga ia masih bisa melakukan meditasi Jhana. Otak bisa saja rusak,
tetapi karena ia selalu melatih batinnya, maka batinnya sangat sadar.
0 komentar:
Posting Komentar