Apa
yang dilakukan kebanyakan orang ketika timbul rasa terluka? Orang suka
menutup-nutupi atau melarikan diri lewat hiburan-hiburan. Ada yang
menghadapinya dan berjuang keras untuk melepaskan diri dari luka-luka
batin itu. Tetapi selama belum ada pemahaman langsung, tanpa dibatasi
oleh pengetahuan atau kepercayaan, pelarian atau penolakan, maka orang
masih belum terbebas dari belenggu luka batinnya.
Luka fisik adalah respons saraf terhadap gangguan tubuh fisik, sedangkan luka batin adalah respons batin terhadap gangguan batin yang aman. Kita semua menyenangi keamanan, kenikmatan, kebahagiaan, kepastian, kekuasaan, kesejahteraan. Kita memiliki harta kepemilikan, pengetahuan, kepercayaan. Lalu kita mudah melekat pada rasa aman atau rasa pasti.
Luka fisik adalah respons saraf terhadap gangguan tubuh fisik, sedangkan luka batin adalah respons batin terhadap gangguan batin yang aman. Kita semua menyenangi keamanan, kenikmatan, kebahagiaan, kepastian, kekuasaan, kesejahteraan. Kita memiliki harta kepemilikan, pengetahuan, kepercayaan. Lalu kita mudah melekat pada rasa aman atau rasa pasti.
Adakah
rasa aman yang abadi? Kita tahu itu tidak ada. Kehidupan kita terus
berubah. Tetapi kita tidak mau sungguh-sungguh berubah. Kita memilih mau
tetap tinggal di zona aman. Ketika rasa aman atau rasa pasti diganggu
atau diguncang, maka batin mudah terluka atau tersakiti. Kalau batin
tidak memiliki tempat berlabuh, tidak melekat pada rasa aman atau rasa
pasti, tidak melekat pada kepemilikan, pengalaman, pengetahuan,
gambaran, kepercayaan, bukankah batin tidak terluka?
Ketika
orang mengatakan, ”aku terluka,” seolah-olah ada entitas lain yang
terluka. Siapakah si aku yang terluka? Sesungguhnya si aku tidak berbeda
dari luka itu sendiri. Si aku itu tidak lain adalah timbunan
pengalaman, ingatan, gambaran, pengetahuan, gagasan, ideologi,
keyakinan, kepercayaan, dan seterusnya. Kalau semua itu tidak ada, maka
si aku juga tidak ada. Ketika si aku berakhir, luka juga berakhir.
Bisakah Anda memandang luka Anda bukan sebagai objek yang terpisah dari
diri Anda sendiri?
Kalau
kita memahami rasa terluka tanpa gagasan, tanpa pikiran, tanpa
kepercayaan, tanpa pembelaan, tanpa penolakan, tanpa menamai, tanpa
keinginan halus untuk bebas dari luka, tanpa reaksi-reaksi batin, maka
kita memahami rasa terluka secara langsung. Rasa terluka itu terurai,
tertembus, terpahami tuntas dengan sendirinya. Tidak ada bedanya luka
lama atau luka baru, luka yang dalam atau luka yang dangkal.
Saat
rasa terluka sepenuhnya berhenti, maka batin bebas sepenuhnya, sampai
momen gambaran tentang diri kita muncul lagi dan berpotensi menimbulkan
rasa terluka kembali. Rasa terluka belum berhenti secara permanen,
selama gambaran tentang diri belum berakhir secara permanen. Maka,
diperlukan kewaspadaan atas rasa terluka setiap kali itu muncul. Kalau
tidak waspada, kita akan kembali mudah terluka dan mudah membuat masalah
dalam relasi kita.
0 komentar:
Posting Komentar