Sabtu, 13 Desember 2014

Prasasti Pagaruyung I

capture-20140304-102312_1393904851.jpg
Prasasti Pagaruyung I atau Prasasti Bukit Gombak I terletak paling ujung di sebelah selatan dalam deretan prasasti-prasasti Pagaruyung, dengan posisi berdiri dan disangga dengan penopang besi. Selanjutnya, berturut-turut kea rah utara adalah Prasasti Pagaruyung II, III sampai VIII. Prasasri Pagaruyung I digoreskan pada sebuah batu pasir kwarsa warna coklat kekuningan (batuan sedimen) berbentuk empat persegi berukuran tinggi 2,06 m, lebar 1,33 m, dan tebal 38 cm. prasasti ini ditulis dalam bahasa Melayu Kuno atau Jawa Kuno.
Secara garis besar, isi struktur Prasasti Pagaruyung I menakup hal-hal penting seperti :
  1. Puji-pujian akan keagungan dan kebijaksanaan Adityawarman sebagai raja yang banyak mengiuasai pengetahuan, khususnya di bidang keagamaan. Dalam hal ini, keagamaannya adalah Budha Mahayana aliran Tantraya sekte Bhairawa dan di dalam prasasti tersebut sebagai sutatha bajra daiya atau Budha yang baik, kuat bagaikan kilat.
  2. Adityawarman dianggap segabai cikal bakal keluarga Dharmarja. Saying sekali sampai saat ini tidak atau belum ditemukan pemakaian nama rajakula (dinasti) pada masa Adityawarman atau sesudahnya dengan nama Dharmmaraja. Nama rajakula ini hanya muncul sekali dalam Prasasti Pagaruyung I di atas, sedangkan nama rajakula yang muncul di masa pemerintahan Kerajaan Melayu Dharmmasraya adalah Warmmadewa. Raja-raja Melayu sebelum Adityawarman yang menggunakan nama rajakula Warmmadewa tersebut antara lain Tribhuwanaraja Mauliwarmmadewa, kemudian dilanjutkan oleh penggantinya, yaitu Rajendra Maulimaliwarmmdewa. Adityawarmman sendiri menggunakan nama rajakula ini dalam salah satu gelarnya, yaitu Rajendra Maulimani-warmmadewa (Prasasti Pagaruyung I, bait ke-6) Pencantuman nama Adityawarman sebagai cikal bakal keluarga Dharmmaraja bersifat kontradiktif dari kenyataan yang ada. Hal ini kemungkinan bersifat legitimatif, yaitu untuk memantapkan kedudukannya sebagai raja pertama Kerajaan Suwarnna Bhumi, lepas dari kekuasaan Melayu Dharmmasrya. Hal tersebut berarti pula sebagai sarana untuk memplokamirkan kedudukannya sebagai raja Suwarnna Bhumi yang pertama, sehingga berhak untuk membuat rajakula atau silsilah (geneologis) yang dimulai dari dirinya. Adapun pencantuman gelar Rajendra Maulimaniwarmadewa bersifat politis, yaitu untuk mendapatkan pengesahan )legitimasi) dari pihak yang tidak setuju kedudukannya dengan cara mengambil silsilah dari rajakula Melayu Dharmmasraya. Di samping dianggap sebagai sutatha bajra daiya dan cikal bakal keluaga Dharmmaraja, Adityawarman dianggap pula mempunyai sifat sebagai Indra (salah satu dewa dalam agama Hindu). Pensifatan ini memberikan indikasi adanya sinkretisme agama antara Budha dan Hindu pada masa pemerintahan Adityawarman. Hal ini mengingatkan pada sinketisme yang pernah terjadi pada masa Krtanegara dari Kerajaan Singasari.
  3. Prasasti Pagaruyung I berisi pula tentang pertanggalan saat penulisan prasasti. Pertanggalan dalam prasasti ini ditulis dalam bentuk kalimat candra sangkala berbunyi wasur mmuni bhuja sthalam atau dewa ular dan pendeta yang menjadi lengan dunia. Masing-mmasing kata di atas mempunyai nilai tertentu, yang bila dirangkai akan menjadi angka tahun. Wasur berangka 8, mmuni bernilai 7, bhuja bernilai 2, dan sthalam = 1. Angka tersebut dibaca dari belakang sehingga menghasilkan angka tahun 1278 Saka. Tahun Saka bila dikonversi ke dalam tahun Masehi akan menjadi 1356, yaitu dengan cara ditabah 78 tahun, karena tahun 1 Saka sama dengan tahun 78 M. Disamping angka tahun, Prasasti Pagaruyung I juga dilengkapi dengan pertanggalan bulan dan hari, yaitu bulan Waisaka dan hari Buddha. Bulan Waisaka merupakan salah satu nama bulan dalam system kalender Indonesia kuno yang berjumlah 12 bulan dalam setahun, sedangkan Buddha merupakan salah satu nama hari dalam system kalender Indonesia kuno yang berjumlah 7 hari dalam seminggu/sepekan atau biasa disebut saptawara. Di dalam Prasasti Pagarruyung I juga disebutkan pertanggalan yang didasarkan pada peredaran bulan, yaitu paro terang dan paro gelap. Paro terang atau suklahpaksa berarti waku mulai munculnya bulan sampai denganbulan purnama, sedangkan paro gelap atau krsnapaksa berarti waktu sesudah bulan purnama sampai bulan tidak Nampak lagi (tenggelam). Perhitungan paro terang dihitung mulai tanggal 1 sampai tanggal 15 (bulan purnama), sedangkan sesudah tanggal 15 dihitung sebagai tanggal 1 paro gelap dan seterusnya.pula nama penulis prasasti a
  4. Di samping mencantumkan pertanggalan, Prasasti Pagarruyung I menyebutkan pula nama penulis prasasti atau biasa disebut citralekha. Penulis Prasasti Pagarruyung I disebutkan dalam baris ke-20 dan 21 dengan nama. Mpungku Dharmma Dwaja bergelar Karuna Bajra. Hal tersebut merupakan keistimewaan Prasati Pagarruyung I, karena inilah satu-satunya prasasti dari Adityawarman yang mencantumkan nama penulis prasasti. 

Hal lain yang cukup menarik dari Prasasti Pagaruyung I adalah disebutannya swarnnabhumi sebaga nama wilayah (kerajaan) Adityawarmman. Swarnnabhumi mempunyai arti “tanah emas”, yang memberikn petunjuk bahwa daerah tersebut mempunyai tambang emas. Nama yang searti dengan tanah emas dapat pu (Sangkar, 2011) ditemukan di dalam Prasasti Kuburajo I, di Kuburajo, Nagari (desa) Lima Kaum, Kecamatan Lima Kaum, Kabupaten Tanah Datar. Di dalam Prasasti Kuburajo I disebutkan adanya kanakamedininda sebagai sebutan bagi Adityawarman. Kanakamedininda mempunyai makna “raja tanah emas”, yang jelas menunjuk pada daerah kekuasan Adityawarman. Akan tetapi dimanakah lokasi atau ibu kota kerajaan Adityawarman belum dapat diketahui secara pasti
Di samping itu di dalam Prasasti agarruyung I disebutkan pula sebuah bangunan bihara dan sebuah kota yang berhiaskan kala (dewa penjaga bangunan yang berbentuk raksasa, lazim ditemukan pada ambang pintu masuk candi, khususnya di Pulau Jawa) dari bahan tembaga. Namun demikian, di manakah bihara dan kota yang dimaksud sampai saat ini belum ditemukan jawaban yang pasti.

0 komentar:

Posting Komentar