Rabu, 03 Desember 2014

Jiwa Pertapa Pohon Jati



Air sungai jernih di tepi gunung tertinggi,sesosok bayangan melintas di atas pohon rindang di tepi sungai.Saat itu hari mulai gelap.Seekor burung hantu yang bijaksana duduk di ujung dahan yang kering.Ia tampak mengawasi perubahan alam yang semakin menjadi gelap.Semakin banyak ia melihat,semakin sedikit ia bicara.Semakin sedikit ia berbicara semakin banyak ia mendengar.Seperti sedang mengajarkan sesuatu ia hanya diam sambil mengawasi.Suara aliran air yang tenang mengalir jernih dalam kesunyian senja. Malam itu terdengar suara lolongan anjing yang menyayat.Gerombolan babi hutan berlarian di tengah hiruk-pikuk pekatnya malam.Di tepi sungai ikan-ikan tampak panik, meloncat-loncat seperti kepanasan.Akan terjadi sesuatu.Sesuatu yang hanya bisa dirasakan oleh penghuni hutan gelap tak bertuan.

Malam berganti pagi.Keanehan tadi malam seakan-akan belum berkenan menunjukan jati dirinya yang sesungguhnya.Waktu berlalu seakan-akan tidak akan terjadi apa-apa,sama seperti pagi yang biasanya.Aku yang bertapa di tengah hutan ini selama berpuluh tahun merasa sesuatu akan terjadi.Tanpa bermaksud mendahului kehendak semesta akupun berjalan beriringan bersama sang waktu.Kuperhatikan sebuah patung pendeta dengan posisi duduk bertapa menghadap ke sebuah pura suci ibu pertiwi.Patung itu tampak berdebu,tua dengan pahatan tulang rusuk yang kelihatan dan rambutnya yang panjang.Di sekitarnya terdapat puluhan pohon jati yang menjulang menyentuh langit.Sang surya bersinar menembus jagat menyelusup ke celah-celah dahan pohon jati.

Sebuah dupa kecil kuhaturkan di altar pura tua itu.Asap dupa menaiki cahaya surya menyatu dengan kosongnya udara pagi.Harumnya bertaburan bagaikan debu yang tersapu angin lembut.Akupun bertapa menyucikan jiwa putihku.Kubayangkan diriku terbakar sempurna,tubuhku hancur berbentuk pasir laut.Jiwa putih menguap dari api tubuhku.Sebuah awan tipis tersembul dari balik aroma dupa.Jiwa putih melayang diatasnya bagaikan cahaya kupu-kupu yang hinggap di atas daun bunga tertiup angin.Awan tipis terbang melesat ke langit menyatu dengan alam atas.Kusaksikan hutan tempatku bertapa semakin mengecil dan mengecil.Kuperhatikan di hamparan rumput basah terdapat sapi Nandini sedang terkapar kesakitan.Tampaknya ia terluka.Aku yang sudah hidup di hutan ini selama bertahun-tahun tidak tega meninggalkan sahabatku terkapar sekarat.

Pikiran untuk menolong sahabatku memperlambat gerak awan tipis.Mungkin karena beban yang tertambat di pikiran halusku ini membuat awan tipis semakin berat hingga perlahan ia turun ke bumi.Di hamparan rumput yang basah ini aku menghampiri sahabatku.”Wahai sahabatku sapi nandini,katakan padaku apa gerangan yang membuatmu terkapar lemas di padang rumput ini” tanyaku heran.Sapi nandini tertegun sejenak kelihatannya ia haus.Kuambil sepucuk daun muda,kutuangkan air dari butiran embun awan tipis dan kupersilahkan sahabatku itu untuk meminumnya.Selesai minum iapun menceritakan kejadian sebenarnya.Semalam ia dan kawanan sahabat hutan lainnya mendengar teriakan babi hutan dan lolongan anjing malam.Mereka merasakan firasat akan datangnya bencana.Sekelompok babi hutan menyeruduknya sehingga ia terluka di bagian kaki.Semalaman ia terbaring di dalam gelap dan sepinya padang rumput.Seolah-olah semua penghuni hutan sudah mengungsi ke tempat yang lebih aman.Iapun ditinggalkan sendirian terbaring lemas.Mungkin karena kuatnya firasat yang dirasakan penghuni hutan membuat kepanikan yang makin meluas.

”Sebenarnya aku juga merasakan hal yang sama”kataku kepada sapi nandini.”Tapi tenanglah,kulihat bintang pagi sudah memberiku petunjuk akan hal ini”lanjutku.Kemudian aku menemui pohon pisang.Ia berkenan memberikan getah dan serat batang pohonnya untuk kugunakan mengobati luka di kaki sapi nandini.Setelah terbalut dengan pelepah pohon pisang kutinggalkan ia di bawah pohon beringin yang teduh.Hari sudah siang.Kurasakan sumber cahaya langit tepat diatas hutan,hampir berhimpit dengan tepi gunung.Saat inilah firasat akan datangnya sesuatu itu mengalir dengan deras.

Sebuah lingkaran hitam mulai mendekati sumber cahaya langit.Sedikit demi sedikit lingkaran gelap itu mulai menelan penguasa langit.Alam dibuatnya semakin gelap.Terdengar suara gaduh segenap penghuni hutan.Mereka meraung-raung.Akhirnya surya tertutup seluruhnya,hanya menyisakan beberapa pancaran cahaya di bagian pinggirnya.Langit yang begitu gelap,banyak jiwa-jiwa suci tersesat dan terperangkap dalam gelapnya alam. Akupun terjebak dalam patung pertapa tua.Semesta menandakan ketidakseimbangan pergerakan langit.Butiran embun samudra tertahan di pertengahan langit.Mereka melayang-layang di udara yang dingin.

Gumpalan awan hitam muncul dari langit yang begitu gelap.Bersamaan dengan kilatan cahaya petir dan gemuruh udara dingin tampak sejumlah cahaya turun dari langit ke bumi.Seperti memberi jalan bagi guru semesta untuk turun ke bumi yang begitu gelap.Cahaya yang turun dari langit menembus tiap batang pohon dan membebaskan banyak jiwa suci yang terperangkap di dalamnya.Dari dahan dan ranting mereka melesat menuju pohon kayu jati.Sebuah cahaya biru melesat secara horisontal menembus kening patung pertapa tua menuju altar pura suci ibu pertiwi. Dari dalam tanah muncul sebuah lubang besar yang berputar ke arah permukaan bumi.Tiba-tiba dari kedalaman bumi keluar sebuah gulungan kertas yang menyembul bagai mata air.Aku yang sudah terbebas dari perangkap jiwa mendekati gulungan kertas itu.Seorang guru berbaju putih bercahaya tiba-tiba muncul lalu mengambil gulungan kertas itu dan meletakkannya di atas tanganku yang terbuka.Seketika ia menghilang bersamaan dengan gelapnya langit dan lingkaran hitam yang sebelumnya telah menelan sang surya.Kedamaian perlahan mulai mendatangi hutan kami.

Kini kurasakan alam yang begitu hening menyatu dengan cerahnya langit.Suara genta pendeta terdengar sayup-sayup di seberang pantai.Jiwa yang terang bercahaya menghentikan jalannya ruang dan waktu.Membebaskan.Jiwa sejati dari sebatang pohon tua yang sedang bertapa.Menerima alam apa adanya,menyatu menyelaraskan getaran getaran suci semesta.

0 komentar:

Posting Komentar