Kamis, 11 Desember 2014

Rumah Adat Tongkonan

Rumah Tongkonan.jpg
TONGKONAN, RUMAH ADAT SULAWESI SELATAN
Mendengar Tana Toraja yang pertama kali terpikir ialah Sulawesi Selatan dan yang kedua adalah rumah tongkonan. Tepat sekali, bahwa rumah tongkonan merupakan rumah adat Tana Toraja. Rumah adat ini memiliki bentuk unik menyerupai perahu dari kerajaan Cina pada zaman dahulu. Tongkonan juga disebut-sebut mirip dengan rumah adat asal Sumatera Barat, yaitu rumah gadang.  Rumah adat ini masih ditinggali sebagai tempat beraktivitas sehari-hari. 
“Tongkonan” sendiri berasal dari kata “tongkon” yang berarti duduk. Tongkonan berfungsi untuk pusat pemerintahan, kekuasaan adat dan perkembangan kehidupan sosial budaya masyarakat Tana Toraja pada zaman dahulu. Rumah ini merupakan warisan secara turun-temurun dari nenek moyang rang Tana Toraja.Rumah ini tidak bisa dimiliki perorangan
Rumah tongkonan dianggap sebagai ibu oleh Masyarakat Toraja. Sedangkan bapaknya adalah alang sura (lumbung padi). Rumah tongkonan memiliki tiga bagian di dalamnya, yaitu bagian utara, tengah, dan selatan. Tengalok, yaitu ruangan di bagian utara berfungsi sebagai ruang tamu dan tempat anak-anak tidur, serta tempat menaruh sesaji. Ruang sambung, yaitu ruangan sebelah utara merupakan ruangan untuk kepala keluarga namun juga dianggap sebagai sumber penyakit.  Ruangan yang terakhir, yaitu ruangan bagian tengah yang disebut Sali. Ruang ini berfungsi sebagai ruang makan, pertemuan keluarga, dapur, serta tempat meletakkan orang mati.
Tongkonan Layuk atau Tongkonan Pesio’ Aluk, Tongkonan Pekaindoran atau Pekaindoran, dan Togkonan Batu A’riri merupakan jenis tongkonan yang memiliki fungsi secara khusus. Pertama, Tongkonan Layuk atau Tongkonan Pesio’ Aluk, yaitu tempat untuk menciptakan dan menyusun aturan-aturan sosial keagamaan.
Jenis kedua Tongkonan Pekaindoran atau Pekamberan atau Tongkonan kaparengngesan, yaitu Tongkonan yang berfungsi sebagai tempat pengurus atau pengatur pemerintahan adat, berdasarkan aturan dari Tongkonan Pesio’ Aluk. Tongkonan Batu A’riri yang berfungsi sebagai tongkonan penunjang.

Utara merupakan arah yang penting bagi rumah adat tongkonan dan masyarakat Tana Toraja. Semua rumah tongkonan menghadap ke utara. Utara dan ujung atap yang berdiri berjejer mengarah ke utara merupakan lambing bahwa leluhur mereka berasal dari utara dan di waktunya nanti mereka akan berkumpul kembali di utara.
Kepala kerbau tak bisa dipisahkan dari rumah adat tongkonan. Kepala kerbau menjadi ciri khas dari rumah tongkonan. Kepala kerbau tersebut ditempel di depan rumah dan tanduk-tanduk kerbau pada tiang utama di depan setiap rumah. Semakin banyak jumlah tanduk kerbau yang terpasang di depan rumah semakin tinggi pula derajat keluarga tersebut. Tanduk kerbau di depan tongkonan melambangkan kemampuan ekonomi keluarga yang mendiami rumah tersebut saat upacara penguburan anggota keluarganya.
Kerbau dikurbankan dalam jumlah yang banyak setiap upacara adat di Toraja seperti pemakaman. Tanduk kerbau yang dikurbankan kemudian dipasang pada tongkonan milik keluarga bersangkutan. Semakin banyak tanduk yang terpasang di depan tongkonan maka semakin tinggi pula status sosial keluarga pemilik rumah tongkonan tersebut.
Aluk To Dolo merupakan empat warna dasar, yaitu hitam, merah, kuning, dan putih mewakili kepercayaan asli Toraja. Kematian dan kegelapan dilambangkan dengan warna hitam, sementara kuning melambangkan anugerah dan kekuasaan ilahi. Merah merupakan warna darah yang melambangkan kehidupan manusia. Sementara daging dan tulang dilambangkan dengan warna putih yang artinya suci.
Di sisi barat dipasang rahang kerbau yang pernah di sembelih. Di sisi kanan yang menghadap ke arah timur dipasang rahang babi.
Tongkonan milik bangsawan Toraja berbeda dengan dari orang umumnya. Yaitu pada bagian dinding, jendela, dan kolom, dihiasi motif ukiran yang halus, detail, dan beragam. Ada ukiran bergambar ayam, babi, dan kerbau, serta diselang-seling sulur mirip batang tanaman.
Keunikan yang terdapat di rumah tongkonan ialah tidak digunakannya unsur logam (seperti paku) dalam pembuatan tongkonan. Rumah adat tongkonan akan terus dibangun dan didekorasi ulang oleh masyarakat Toraja. Hal itu bukan karena alasan perbaikan tetapi lebih untuk menjaga gengsi dan pengaruh dari kaum bangsawan. Pembangunan kembali rumah tongkonan akan disertai upacara rumit yang melibatkan seluruh warga dan tidak jauh berbeda dengan upacara pemakaman.
Rumat adat Tana Toraja, Tongkonan, oleh pemerintah diajukan untuk masuk dalam daftar warisan budaya dunia United Nations Educational, Scientific and Cultural Organization (UNESCO) sejak tahun 2010.

0 komentar:

Posting Komentar