TONGKONAN, RUMAH ADAT SULAWESI SELATAN
Mendengar
Tana Toraja yang pertama kali terpikir ialah Sulawesi Selatan dan yang
kedua adalah rumah tongkonan. Tepat sekali, bahwa rumah tongkonan
merupakan rumah adat Tana Toraja. Rumah adat ini memiliki bentuk unik
menyerupai perahu dari kerajaan Cina pada zaman dahulu. Tongkonan juga
disebut-sebut mirip dengan rumah adat asal Sumatera Barat, yaitu rumah
gadang. Rumah adat ini masih ditinggali sebagai tempat beraktivitas
sehari-hari.
“Tongkonan”
sendiri berasal dari kata “tongkon” yang berarti duduk. Tongkonan
berfungsi untuk pusat pemerintahan, kekuasaan adat dan perkembangan
kehidupan sosial budaya masyarakat Tana Toraja pada zaman dahulu. Rumah
ini merupakan warisan secara turun-temurun dari nenek moyang rang Tana
Toraja.Rumah ini tidak bisa dimiliki perorangan
Rumah
tongkonan dianggap sebagai ibu oleh Masyarakat Toraja. Sedangkan
bapaknya adalah alang sura (lumbung padi). Rumah tongkonan memiliki tiga
bagian di dalamnya, yaitu bagian utara, tengah, dan selatan. Tengalok,
yaitu ruangan di bagian utara berfungsi sebagai ruang tamu dan tempat
anak-anak tidur, serta tempat menaruh sesaji. Ruang sambung, yaitu
ruangan sebelah utara merupakan ruangan untuk kepala keluarga namun juga
dianggap sebagai sumber penyakit. Ruangan yang terakhir, yaitu ruangan
bagian tengah yang disebut Sali. Ruang ini berfungsi sebagai ruang
makan, pertemuan keluarga, dapur, serta tempat meletakkan orang mati.
Tongkonan
Layuk atau Tongkonan Pesio’ Aluk, Tongkonan Pekaindoran atau
Pekaindoran, dan Togkonan Batu A’riri merupakan jenis tongkonan yang
memiliki fungsi secara khusus. Pertama, Tongkonan Layuk atau Tongkonan
Pesio’ Aluk, yaitu tempat untuk menciptakan dan menyusun aturan-aturan
sosial keagamaan.
Jenis
kedua Tongkonan Pekaindoran atau Pekamberan atau Tongkonan
kaparengngesan, yaitu Tongkonan yang berfungsi sebagai tempat pengurus
atau pengatur pemerintahan adat, berdasarkan aturan dari Tongkonan
Pesio’ Aluk. Tongkonan Batu A’riri yang berfungsi sebagai tongkonan
penunjang.
Utara merupakan arah yang penting bagi rumah adat tongkonan dan masyarakat Tana Toraja. Semua rumah tongkonan menghadap ke utara. Utara dan ujung atap yang berdiri berjejer mengarah ke utara merupakan lambing bahwa leluhur mereka berasal dari utara dan di waktunya nanti mereka akan berkumpul kembali di utara.
Kepala
kerbau tak bisa dipisahkan dari rumah adat tongkonan. Kepala kerbau
menjadi ciri khas dari rumah tongkonan. Kepala kerbau tersebut ditempel
di depan rumah dan tanduk-tanduk kerbau pada tiang utama di depan setiap
rumah. Semakin banyak jumlah tanduk kerbau yang terpasang di depan
rumah semakin tinggi pula derajat keluarga tersebut. Tanduk kerbau di
depan tongkonan melambangkan kemampuan ekonomi keluarga yang mendiami
rumah tersebut saat upacara penguburan anggota keluarganya.
Kerbau
dikurbankan dalam jumlah yang banyak setiap upacara adat di Toraja
seperti pemakaman. Tanduk kerbau yang dikurbankan kemudian dipasang pada
tongkonan milik keluarga bersangkutan. Semakin banyak tanduk yang
terpasang di depan tongkonan maka semakin tinggi pula status sosial
keluarga pemilik rumah tongkonan tersebut.
Aluk
To Dolo merupakan empat warna dasar, yaitu hitam, merah, kuning, dan
putih mewakili kepercayaan asli Toraja. Kematian dan kegelapan
dilambangkan dengan warna hitam, sementara kuning melambangkan anugerah
dan kekuasaan ilahi. Merah merupakan warna darah yang melambangkan
kehidupan manusia. Sementara daging dan tulang dilambangkan dengan warna
putih yang artinya suci.
Di sisi barat dipasang rahang kerbau yang pernah di sembelih. Di sisi kanan yang menghadap ke arah timur dipasang rahang babi.
Tongkonan
milik bangsawan Toraja berbeda dengan dari orang umumnya. Yaitu pada
bagian dinding, jendela, dan kolom, dihiasi motif ukiran yang halus,
detail, dan beragam. Ada ukiran bergambar ayam, babi, dan kerbau, serta
diselang-seling sulur mirip batang tanaman.
Keunikan
yang terdapat di rumah tongkonan ialah tidak digunakannya unsur logam
(seperti paku) dalam pembuatan tongkonan. Rumah adat tongkonan akan
terus dibangun dan didekorasi ulang oleh masyarakat Toraja. Hal itu
bukan karena alasan perbaikan tetapi lebih untuk menjaga gengsi dan
pengaruh dari kaum bangsawan. Pembangunan kembali rumah tongkonan akan
disertai upacara rumit yang melibatkan seluruh warga dan tidak jauh
berbeda dengan upacara pemakaman.
Rumat
adat Tana Toraja, Tongkonan, oleh pemerintah diajukan untuk masuk dalam
daftar warisan budaya dunia United Nations Educational, Scientific and
Cultural Organization (UNESCO) sejak tahun 2010.
0 komentar:
Posting Komentar