Sebagaimana
juga masyarakat Indnesia yang lainnya, masyarakat adat di daerah Aceh
terutama Aceh selatan (suku Kluet), dalam melengkapi kebutuhan hidupnya
selalu menjaga keseimbangan antara alam benda dan alam manusia. Maka
segala keseimbangan antara alam lingkungan dimanfaatkan untuk mengisi
kebutuhan hidup manusia itu sendiri. Dalam penghidpan manusia biasanya
perlu memenuhi kebutuhan jasmaninya. Tanpa barang-barang orang tak
mungkin merawat kehidupan jasmaninya. Ia akan sakit atau mati. Kerja
adalah sumber penghidupan. Penghidupan adalah untuk merawat kehidupan.
Oleh
karena itu, manusia harus mampu dan sanggup mengolah benda-benda alam
itu untuk keperluannya sendiri. Demikian juga dalam sistem teknologi dan
perlengkapan hidup masyarakat adat Aceh, terutama suku Kluet, mereka
sering berorientasi dengan benda-benda alam lingkungannya, sejak dari
alat-alat kuno hingga kepada alat-alat modern, sehingga kebutuhan
hidupnya selalu harus dapat dipersiapkan menurut perkembangan zaman.
Alat-alat
distribusi dan transportasi sudah banyak digunakan alat modern yang
memaki mesin, kereta api, auto bis, mobil, vespa, Honda, dan jenis-jenis
kendaraan bermotor roda dua lainnya. Alat-alat pengangkutan di laut,
perahu motor, boot, dan sampan-sampan besar yang menggunakan mesin
tempel. Alat-alat transportasi perairany yang biasa digunakan suku
Kluet, atau pada umumnya masyarakat adat Aceh ialah jaloo kawee atau sampan pancing, peurahu, tungkang atau perahu tongkang, dan lain-lain.
Kebanyakan,
alat-alat transportasi tersebut digunakan untuk berpergian dari desa
satu ke desa lainnya, dari kecamatan satu ke kecamatan lainnya. Misalnya
Jaloo kawee. Sampan sebenarnya digunakan untuk memancing,
namun juga dipergunakan untuk bepergian dari kampung satu ke kampung
lainnya di tepi pantai Aceh Selatan.
Alat-alat
transportasi juga digunakan untuk pendistribusian barang, misalnya
hasil bumi dan produk-produk kerajinan khas Kluet. Ada pula yang secara
khusus digunakan untuk menangkap ikan (jarang digunakan untuk alat
transportasi), misalnya peuraho (perahu) yang digunakan masyarakat pesisir Aceh Selatan untuk menangkap ikan di laut.
Ada lagi tungkang (tongkang)
merupakan sejenis perahu besar. Dalam pelayaran memakai layar di muka
dan di belakang. Di dalamnya diperlengkapi tempat perlindungan berbentuk
rumah, cukup dengan dapur, tempat barang-barang kamar mandi, tempat
tidur, dan sebagainya. Sehingga dapat berlayar berbulan-bulan di laut
sesuai dengan banyaknya persediaan bahan makanan.
Profesi
nelayan, bagi suku Kluet, menjadi mata pencarian populer kedua setelah
pertanian. Kondisi geografis menyebabkan keragaman jenis profesi
tersebut.
0 komentar:
Posting Komentar