Sabtu, 13 Desember 2014

UPACARA ADAT ‘PINDAH RUMAH’ SUKU BETAWI


Budaya Jakarta hari ini di mana arus urbanisasi ke Jakarta kemudian menghadirkan kemajemukan masyaraka dan budaya, serta proses perjalanan sejarah. Hal ini kemudian secara alami membentuk karakter pada budaya di Jakarta, Salahsatunya pada upacara-upacara adat. Upacara selalu melekat dalam segala siklus kehidupan orang betawi. Termasuk pada upacara pernikahan hingga pindah rumah.
Selain upacara pernikahan, filosofi orang Betawi tergambar jelas pada upacara adat pindah rumah. Adat mengatur perabotan-perabotan yang harus dibawa. Misalnya, tempayan atau kendi berisi air, bumbu dapur, dan kaca. Air bagi orang betawi melambangkan kehidupan. Kendi berisi air juga melambangkan sikap peduli dan optimismenya dalam menjalani hidup yang mengalir seperti sifat air membasahi tempat-tempat yang lebih rendah yang dimiliki orang betawi.
Konon dahulu orang Betawi sengaja menyimpan tempayan atau kendi berisi air di depan rumah. Hal tersebut dilakukan agar musafir yang bisa sekadar minum atau cuci muka dan kaki. Sementara bumbu dapur melambangkan hidup dengan beragam rasa dan kesadaran orang Betawi yang hidup mandiri tapi tidak sendirian, melainkan dengan beragam etnik lain. Kemudian kaca melambangkan kerendahan hati orang Betawi, yang di manapun berada mampu menempatkan diri pada posisi yang tidak bersinggungan dengan orang lain.
Tak ketinggalan dalam upacara pindah rumah, tanah menjadi elemen yang penting untuk dibawa ke rumah baru. Tanah di rumah lama akan dibungkus kain putih. Di rumah yang baru tanah tersebut disebar di sekitar rumah sambil membaca kalimat basmalah. Tujuannya agar atmosfir rumah dan tanah di rumah yang lama tetap terpelihara di rumah yang baru.
Dengan demikian diharapkan seluruh anggota keluarga betah di rumah baru dan meningkatkan kebiasaan baik dari rumah lama di situ. Tanah bagi orang betawi memiliki arti sangat penting. Karena di dalam tanah, didekat cericipan atau di kolong tempat tidur ditanam ari-ari dari anak yang dilahirkan.itu adalah pengikat orang Betawi terhadap tanahnya.
Arwah nenek moyang cukup dan masih berpengaruh dalam kebudayaan betawi di balik kehidupan yang religious. Macan dan buaya mendapat tempat terhormat dalam mitologi Betawi. Hal ini tidak dipengaruhi oleh agama, termasuk Islam. Hal ini membuktikan hubungan kekerabatan purba telah terjadi di negeri betawi sejak berabad-abad yang lalu.

0 komentar:

Posting Komentar