Sabtu, 13 Desember 2014

Meriam Karbit Meriahkan Lebaran di Pontianak

meriam karbit2_1375158925.jpg
Kota Pontianak sebagai ibukota Provinsi Kalimantan Barat yang terletak di garis khatulistiwa memiliki sejarah unik, khususnya wilayah di tepian Sungai Kapuas. Pontianak pada awalnya merupakan sebuah kesultanan yang didirikan Sultan Syarif Abdurrahman Al-Qadri sebagai sultan pertama pada abad ke-17. Saat mencari daerah baru untuk dijadikan kesultanan, Sultan Syarif bersama rombongannya mendapat gangguan dari makhluk halus yang berada di sana, konon sejenis kuntilanak. Kemudian sultan memerintahkan rombongannya untuk menembakkan meriam guna mengusir makhluk halus. Jatuhnya tembakan meriam tersebut juga sebagai penentu daerah mana yang akan dihuni dan dijadikan kesultanan. Berdasarkan sejarah tersebut, kota diberi nama Pontianak yang dalam bahasa melayu berarti kuntilanak.
Meriam tersebut jatuh di simpang tiga pertemuan Sungai Kapuas Besar, Sungai Kapuas Kecil, dan Sungai Landak. Maka daerah yang sekarang bernama Kampung Beting, Kelurahan Dalam Bugis, Kecamatan Pontianak Timur inilah yang menjadi daerah pertama kesultanan. Sebagai tanda kesultanan islam, di daerah tersebut dibangun istana Qadriah dan Masjid Jami’ Pontianak yang hingga saat ini masih dapat dilihat keberadaanya. Berdasarkan sejarah tersebut, peristiwa penembakkan meriam menjadi salah satu lambang Kota Pontianak yang hingga saat ini menjadi warisan budaya terjaga. Penembakkan meriam dapat dilihat pada saat Hari Raya Umat Islam (Idul Fitri dan Idul Adha) dan saat ulangtahun Kota Pontianak.
Meriam Pontianak ini terbuat dari kayu gelondongan yang memiliki panjang 5 - 8 meter dengan diamter 30 - 100 centimeter. Di dalamnya diisi air dan karbit sebagai pengganti mesiu yang akan disulut dengan api. Oleh karena itu, masyarakat menyebutnya meriam karbit . Suara dentuman meriam dapat menggelegar hingga radius 5 km, bahkan lebih. Meriam karbit ini digunakan untuk perang bunyi antara kelompok-kelompok yang berada di salah satu tepi Sungai Kapuas dengan kelompok-kelompok lain yang berada di tepian sebrang. Setiap satu kelompok bisa memiliki beberapa meriam. Maka ketika perang meriam karbit dimulai, akan sangat terlihat gegap gempita Pontianak dalam menyambut Hari Kemenangan Idul Fitri. Tradisi ini sempat dihentikan dan dilarang karena mengganggu. Akan tetapi sejak 13 tahun terakhir masyarakat bisa bebas melanjutkan tradisi unik meriam karbit.
Meriam karbit mulai dipasang pada panggung-panggung yang dibuat di tepian Sungai Kapuas sejak minggu kedua Ramadhan. Masyarakat bergotong-royong untuk menaikkan kayu meriam dan biasanya dilakukan pada saat air sungai sedang pasang. Pada bagian tengah meriam diberi lubang. Lubang tersebut digunakan sebagai tempat menyulut api. Dimana secara ilmiah, karbit (CaC2) yang bereaksi dengan air (H2O) ditempat yang sempit akan menghasilkan gas dan jika disulut api akan menghasilkan ledakan. Meriam karbit mulai diledakan sejak tiga hari sebelum lebaran hingga tiga hari setelah lebaran. Kemeriahannya tidak hanya menarik perhatian masyarakat setempat, tetapi juga wisatawan dari berbagai daerah, bahkan mancanegara.

0 komentar:

Posting Komentar