1. Museum Sebelum Kemerdekaan
Sejarah
 museum di Indonesia dirunut dari awalnya dapat dikatakan yang paling 
tua dalam arti kegiatan mengumpulkan benda-benda aneh dan ilmu 
pengetahuan, menyimpan dan memamerkannya kepada masyarakat telah 
dilakukan oleh GE Rumphius di Ambon pada tahun 1662 dengan nama De Amboinsch Rariteitenkaimer. Sayangnya museum itu telah lenyap ditelan waktu.
Selanjutnya sejarah museum di Indonesia dimulai dengan berdirinya Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen di Batavia pada 24 April 1778. Dengan semboyan “untuk kepentingan umum” dan status badan setengah resmi. Berdirinya Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen itu adalah berkaitan erat dengan berdirinya lembaga penelitian De Holland Maatschkappij der Wetenschappen
 di Kota Haarlem, negeri Belanda pada tahun 1752, yang semula akan 
membuka cabangnya di Batavia. Akan tetapi para ilmuwan di Batavia yang 
didukung orang-orang penting pemerintah Kolonial memilih untuk 
mendirikan perkumpulan sendiri, terpisah dengan lembaga penelitian. De Holland Maatschkappij der Wetenschappen itu. Salah seorang tokoh pendiri Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen (BGKW)
 itu adalah J.C.M Rademacher, dan dalam pendirian BGKW itu sudah temasuk
 pendirian museum J.C.M Rademacher juga menyumbangkan sebuah rumah di 
Kalibesar di Kota lama Batavia dan sejumlah peralatan ilmu alam, 
batu-batuan, hasil pertambangan, alat-alat musik, serta buku-buku.
Pada masa Pemerintahan Kolonial Inggris (1811-1816) yang dipimpin oleh Letnan Jendral Sir Thomas Raffles, nama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, diganti namanya menjadi Literary Society
 dan Raffles sendiri bertindak selaku ketua direksinya dengan membangun 
gedung baru di jalan Majapahit No.3 Jakarta. Raffles yang mempunyai 
perhatian terhadap sejarah, peninggalan arkeologi itu sempat menerbitkan
 bukunya yang sangat berharga yang berjudul History of Java, dan mendirikan di Kebun Raya Bogor, serta Benteng Malborough di Bengkulu.
Setelah pemerintah Kolonial Belanda kembali berkuasa nama Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen, dikembalikan
 seperti semula dan sehubungan dengan gedung di Jalan Majapahit no.3 itu
 sudah tidak dapat menampung banyaknya koleksi maka pada tahun 1862 
pemerintah Kolonial Belanda memutuskan untuk membangun gedung baru yang 
selesai dibangun pada tahun 1868 berlokasi di Jalan Merdeka Barat No.12 
sekarang. Karena sangat berjasa dalam penelitian ilmu pengetahuan, maka 
lembaga itu oleh pemerintah Belanda diberi gelar Koninklijk Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen.
Bataviaasch Genootschap van Kunsten en Wetenschappen
 bertahan sampai tahun 1950, dan sejak 29 Februari 1950 diubah namanya 
menjadi Lembaga Kebudayaan Indonesia yang dipimpin oleh Hoesein 
Djajadiningrat. Adapun tujuan dari Lembaga Kebudayaan Indonesia itu 
adalah meningkatkan penelitian kebudayaan untuk dimanfaatkan bagi 
pengembangan ilmu pengetahuan tentang kebudayaan nusantara dan negara 
sekitar. Lembaga Kebudayaan Indonesia pada tahun 1962 dibubarkan dan 
diserahkan kepada pemerintah Republik Indonesia, dan namanya diubah 
menjadi Museum Pusat berada di bawah Jawatan Kebudayaan. Selanjutnya 
dengan Surat Keputusan Menteri Pendidikan dan Kebudayaan No.060/1971, 
tanggal 12 Maret 1971, nama museum Pusat diganti menjadi Museum Nasional
 sampai sekarang.
Pertumbuhan museum pada masa sebelum Kemerdekaan dapat diuraikan sebagai berikut :
- Pada tanggal 28 oktober 1890 didirikan Museum Radya Pustaka di Solo.
 - Pada tahun 1894 didirikan Museum Zoologi di Bogor oleh Von Koningswold.
 - Pada tahun 1894 pula JJ Mandelar mendirikan Museum Zoologi di Bukittinggi.
 - Pada tahun 1912 didirikan Museum Mojokerta atas prakarsa Bupati Mojokerto pada saat itu, yakni R.A.A. Kromodjojo Adinegoro.
 - Pada tahun 1915 Pemerintah Militer Belanda mendirikan Museum Rumoh Aceh. Museum Rumoh Aceh itu adalah cikal bakal Museum Negeri Propinsi Aceh.
 - Pada tahun 1918 didirikan Museum Mangkunegaran di Solo oleh Mangkunegoro VII.
 - Pada tahun 1920 didirikan Museum Trowulan oleh Maclaine Pont.
 - Pada tahun 1922 didirikan Stedelijk Historish museum di Surabaya oleh Von Faber. Museum itu menjadi cikal bakal museum Negeri Propinsi Jawa Timur “Mpu Tantular”.
 - Pada tahun 1929 didirikan Museum Geologi di Bandung.
 - Pada tanggal 8 Desember 1932 didirikan museum dengan nama Bali Museum. Bali Museum itu adalah cikal-bakal dari Museum Negeri Propinsi Bali.
 - Pada tahun 1933 didirikan Museum Rumah Adat Banjuang di Bukit tinggi.
 - Pada tahun 1935 didirikan Museum Sonobudoyo di Yogyakarta, museum itu merupakan bagian dari lembaga yang bernama Javaansche Instituut yang berdiri pada tanggal 4 Agustus 1919 di Surakarta. Museum Sonobudoyo itu merupakan cikal-bakal Museum Negeri Propinsi Daerah Istimewa Yogyakarta.
 - Pada tahun 1938 didirikan Museum Simalungun di Pematang Siantar, Sumatera Utara atas prakarsa Raja Simalungun.
 - Pada tahun 1941 Pemerintah Kolonioal Belanda mendirikan Museum Herbarium di Bogor.
 
Museum-museum
 yang didirikan oleh Pemerintah Kolonial, betapapun itu semua adalah 
untuk kepentingan ilmu pengetahuan yang menunjang Politik Kolonial dalam
 rangka usaha mempertahankan wilayah jajahannya melalui aspek 
kebudayaan.
2. Museum Setelah Kemerdekaan
Pada
 masa setelah kemerdekaan, pemerintah yang baru saja dibentuk 
memperhatikan dengan seksama terhadap lembaga yang bernama museum itu, 
karena dianggap museum menjadi urusan yang perlu ditangani pembinaan, 
pengarahan, dan pengembangannya oleh pemerintah sebagai sarana 
pelaksanaan kebijakan politik dibidang kebudayaan. Pada tahun 1948 pada 
struktur Kementrian Pendidikan, Pengajaran, dan Kebudayaan itu terdapat 
Jawatan Kebudayaan, dan selanjutnya pada tahun 1957 di dalam Jawatan 
Kebudayaan itu dibentuk Bagian Urusan Museum. Bagian Urusan Museum itu 
pada tahun 1965 ditingkatkan menjadi lembaga Museum-Museum Nasional. 
Pada tahun 1966 Lembaga Museum-Musem Nasional diganti menjadi Direktorat
 Museum dalam Lingkungan Direktorat Jenderal Kebudayaan, dan Direktorat 
Museum, kemudian disempurnakan menjadi Direktorat Permuseuman pada tahun
 1975.
Pembangunan
 permuseuman di Indonesia diawali dengan adanya Proyek Rehabilitasi dan 
Perluasan Museum Pusat (Museum Nasional) dan museum Bali pada Pelita I 
(1969/1970-1973/1974). Proyek Permuseuman itu berkembang menjadi Proyek 
Pengembangan Permuseuman di Indonesia dan terakhir menjadi Proyek 
Pembinaan Permuseuman. Memasuki Pelita II ditetapkan suatu kebijakan 
untuk memugar dan memperluas museum-museum daerah warisan Kolonial 
diarahkan menjadi jenis museum, umum, dan bagi Propinsi yang belum 
memiliki museum didirikan museum baru dengan jenis museum umum pula.
Pada
 Pelita II (1974/1975-1978/1979) pembangunan Permuseuman telah meliputi 
11 Propinsi di Indonesia. Melalui Direktorat Permuseuman pemerintah 
tidak saja memperhatikan dan mengembangkan museum dilingkungan 
Departemen Pendidikan dan Kebudayaan saja, tetapi juga membina dan 
mengembangkan museum yang berada di luar Lingkungan Departemen 
Pendidikan dan Kebudayaan, museum yang dikelola oleh swasta dan 
pemerintah daerah.
Pada
 Pelita III (1979/1980-1983/1984) dan Pelita IV (1984-1989) pembangunan 
Permuseuman telah menjangkau 26 propinsi. Penyempurnaan pembangunan 
museum Negeri Propinsi di Indonesia dapat diselesaikan pad akhir Pelita V
 (1989/1990-1993/1994). Kegiatan Proyek masih berlanjut sampai dengan 
Pelita VI (1994/1995-1998/1999). Di samping membangun museum Propinsi 
yang berjumlah 26 itu (DKI Jakarta diwakili oleh Museum Nasional) 
Direktorat Permuseuman juga mendirikan 4 museum yang ada di DKI Jakarta 
dan 1 museum khusus yang ada di Daerah Istimewa Yogyakarta.
Tujuan
 didirikan museum setelah Kemerdekaan adalah untuk kepentingan 
pelestarian warisan budaya dalam rangka pembinaan dan pengembangan 
kebudayaan bangsa, dan sebagai sarana pendidikan nonformal. Di samping 
itu Museum Negeri Propinsi yang merupakan jenis museum umum itu 
diharapkan dapat menyajikan suatu gambaran yang konprehensif mengenai, 
baik warisan budaya, aspek-aspek kesejarahan yang utama pada suatu 
Propinsi, maupun sejarah alamnya, juga penyajian wawasan Nusantara dalam
 suatu tata pameran khusus sebagai pencerminan kesatuan bangsa. 
0 komentar:
Posting Komentar