Orang
tahu bumi semakin rusak, kekacauan ada di panggung politik, eksploitasi
masif di bidang ekonomi, kekerasan dan kejahatan tumbuh subur di tengah
masyarakat, konflik selalu ada dalam hubungan antarpribadi. Orang
bertanya, apa yang bisa dilakukan?
Pertanyaan itu telah melahirkan berbagai teori dan sistem ideologi. Lahirlah
gerakan-gerakan sosial kiri atau kanan, liberal atau konservatif,
religius atau sekuler. Alih-alih menyelesaikan kontradiksi-kontradiksi
dalam masyarakat, gerakan-gerakan ini justru menambah konflik yang ada.
Perubahan sosial atau revolusi sosial yang sesungguhnya tidak pernah
terjadi. Kondisi zaman sekarang tidak berbeda dari zaman-zaman
sebelumnya.
Perubahan
yang sesungguhnya tidak datang dari gagasan, sistem ideologi, teori,
tetapi dari pemahaman diri secara total. Pertanyaan kita bukanlah apa
yang bisa kita lakukan untuk mengubah dunia, tetapi bisakah kita hidup
betul-betul berbeda dari hari kemarin?
Apa
yang kita lihat di luar - kekacauan, eksploitasi, konflik, kekerasan,
kejahatan - ada di dalam batin kita. Bisakah kekacauan batin kita
berhenti seketika? Bisakah kita mengalami perubahan radikal dari batin
yang kacau menjadi batin yang tertib, suatu revolusi batin seketika?
Bisakah kita hidup tanpa kepentingan pribadi, tanpa keinginan, tanpa
kemauan, tanpa belenggu, tanpa diri? Bisakah kita hidup di tengah dunia, tetapi bukan dengan semangat dari dunia?
Kalau
batin tertib, maka mungkin akan ada ketertiban di luar; sebab diri
tidak terpisah dari dunia, diri identik dengan dunia. Dunia yang kita
kenal seperti panggung perluasan diri. Dunia penuh dengan warna-warni
kenikmatan dan kesakitan, dualitas konflik dan kompromi. Semua itu tidak
berbeda dari diri.
Orang-orang
yang bangun, sadar, waspada, bukan berarti menjadi a-sosial atau
a-politik. Mereka tidak menjauhi realitas sosial atau politik, tetapi
berelasi secara baru dengan realitas sosial, politik, ekonomi, agama,
dan dalam hubungan antarpribadi. Keterlibatan sosial dan politik atau
keterlibatan dalam hubungan pribadi tidak lagi berpusat pada ambisi
kepentingan pribadi.
Kalau
diri berakhir, maka ada sesuatu yang lain, sesuatu Yang Kudus; dan Yang
Kudus ini menggerakkan tindakan kita dalam relasi satu dengan yang
lain.
0 komentar:
Posting Komentar