Rabu, 03 Desember 2014

Rainbow Soul



Kita manusia memiliki saudara soul dari berbagai elemen, salah satunya adalah angin. Angin yang menyejukan, angin yang bertiup sepoi dengan gerakannya yang lembut dan halus, mereka dulunya adalah jiwa-jiwa manusia yang telah mensucikan dirinya dan kemudian terlahir kembali dalam wujud lain untuk memberikan kesejukan bagi jiwa-jiwa yang sedang berproses untuk mensucikan dirinya. Mereka dengan senang hati akan berdatangan, menemani setiap langkah kita, kemanapun kita pergi mereka akan melindungi dan mengawasi.

Mereka adalah saudara tua kita, para angin sangat ingin berada di dekat kita dan memberikan kesejukannya di saat-saat cuaca terik dan panas. Mereka dengan senang hati melakukan kebaikan-kebaikan itu karena memang sudah menjadi tugasnya sebagai saudara tua jiwa kita untuk senantiasa menjaga dan melindungi.

Dalam setiap pergerakannya, soul dari alam semesta senantiasa mengumandangkan nama Sang Pencipta Agung. Mereka bersenandung merdu dengan nyanyian kosmis yang mereka miliki. Suaranya sungguh sangat merdu, harmoni melankolis suara alam seperti paduan suara yang dipandu seorang maestro musik. Segala sesuatunya memiliki nada alam, segala sesuatunya bergetar dan memiliki irama. Setiap soul memiliki nada dan frekuensinya. Dan ketika Sang Maestro menggerakkan tangannya maka harmoni alam semesta terwujud melalui terbitnya pelangi, rintik gerimis hujan, cahaya yang terbit di pagi hari, gesekan dedaunan dan gelombang lautan. Semua adalah gelombang musik yang mengalun sangat indah dengan nama sang Pencipta ada di dalamnya.

Begitu juga alunan harmoni musik yang bergema di dalam jiwa kita. Kita menciptakan frekuensi dan nada melalui pikiran dan perasaan yang senantiasa kita pancarkan. Di dalam tubuh ini juga terdapat Sang Maestro yang menggerakkan setiap alunan nafas kehidupan kita. Ketika kita dapat menemukan Sang Masetro di dalam diri, mengikuti alunan irama nadaNya, alam semesta dan segala isinya akan berada dalam jangkauan kita. Semua akan menjadi saudara tua dan mengawal perjalanan jiwa kita.

0 komentar:

Posting Komentar