Jumat, 12 Desember 2014

Seni Mamaca

mamaca_1392872554.jpg
Mamaca adalah seni vokal Madura yang ada persamaannya dengan seni mocopat di Jawa. Mamaca berarti membaca kitab dengan cara dinyanyikan. Tembang mocopat Madura pada awal keberadaannya berasal dari tembang mocopat Jawa Kuno.
Mamaca dilakukan oleh beberapa orang laki-laki, dan mereka duduk bersila di hamparan tikar mengelilingi kitab yang dijadikan sumber bacaan. Kitab ini biasanya diletakkan di atas sebuah bantal dan diasapi dengan dupa atau kemenyan lebih dulu sebelum dipergunakan.
Kitab yang beralaskan bantal di bawahnya, akan selalu berpindah-pindah atau bergeser dari tangan ke tangan, ke kiri atau ke kanan setiap se-seorang selesai gilirannya menembang. Kitab ini diteruskan kepada seseorang yang mendapat giliran berikutnya. Pada umumnya lagu yang dibawakan oleh masing-masing pelaku berkisar dua atau lima bait tembang.
Mamaca di Madura, yang dalam pelaksanaannya dilakukan oleh beberapa orang tersebut, pada prinsipnya diperankan oleh dua tokoh, yang satu sebagai tokang cator atau pembawa lagu (Jawa: nembang), dan yang satunya lagi sebagai penerjemah atau disebut panegges. Panegges bertugas sebagai penerjemah kalimat lagu yang telah dibaca atau dilagukan oleh tokang cator.
Ciri khas yang menonjol dalam seni mamaca adalah membaca atau melagukan tembangnya dengan diembat-embat berkepanjangan, seakan-akan tidak ada putus-putusnya antara bagian kalimat satu dengan lainnya. Seni mamaca biasanya diiringi dengan bunyi instrumen musik seruling, gambang, gender, dan instrumen gamelan lainnya.
Bentuk-bentuk tembang yang dilagukan dalam  seni mamaca adalah tembang-tembang mocopat yang berjumlah sembilan lagu: dandanggula, asmarandana, maskumambang, sinom, kinanti, gambuh, pocung, pangkur dan durma. Akan tetapi di Madura yang populer digunakan adalah dandanggula, asmarandana, sinom, dan kinanti.
Adapun kitab-kitab yang dipergunakan sebagai sumber bacaan bermacam-macam, antara lain adalah, Layang Yusuf, Nurbuat, Layang Candraningrat, dan cerita-cerita yang berpijak pada Mahabarata yang ditulis dalam bentuk puisi dan bertuliskan huruf Arab Pegon, dan ada juga yang bertuliskan huruf Jawa dan berbahasa Jawa Kawi.
Penyelenggaraan seni mamaca biasanya diadakan oleh masyarakat di pedesaan, ketika melaksanakan hajatan ritual dan ketika memperingati hari-hari besar Islam. Durasi pelaksanaan mamaca pun beragam dari durasi pendek sekitar satu jam hingga durasi panjang selama semalam suntuk. Acara ini biasanya dilaksanakan pada malam hari dimulai sesudah sholat Isya sampai menjelang waktu subuh.
Adapun cerita yang dibawakan disesuaikan dengan situasi serta kondisi pelaksanaan hajatan. Pemilihan cerita ini dapat berangkat dari gagasan penyelenggara hajat atau dapat juga atas saran para orangtua.

0 komentar:

Posting Komentar