Suku
Banggai merupakan suku asli yang mendiami kepulauan Banggai di
kabupaten Banggai Kepulauan dan kabupaten Banggai di provinsi Sulawesi
Tengah. Suku Banggai terdiri dari dua kelompok, yaitu suku Banggai
Kepulauan yang berada di kabupaten Banggai Kepulauan provinsi Sulawesi
Tengah, dan suku Sea-sea (atau suku Banggai Pegunungan) yang berada di
daerah pegunungan di kabupaten Banggai provinsi Sulawesi Tengah.
Di
kabupaten Banggai sebenarnya terdapat tiga suku bangsa, yaitu suku
Banggai, suku Saluan dan suku Balantak, tetapi ketiga suku ini berbeda
dan masing-masing memiliki adat dan kebudayaan sendiri-sendiri. Suku
Banggai dianggap sebagai penduduk asli wilayah ini. Sedangkan suku
Saluan dan suku Balantak, merupakan pendatang dari wilayah lain di luar
wilayah Banggai.
Adat
istiadat dan kebudayaan yang tumbuh dan berkembang sejak zaman Kerajaan
Banggai sebenarnya sangat banyak, tapi kini adat-istiadat dan budaya
tersebut telah banyak yang ditinggalkan atau dilupakan.
Pada
masa dahulu di wilayah suku Banggai ini pernah berdiri sebuah kerajaan
yang memiliki kekuasaan yang setengah dari wilayah Sulawesi Tengah,
yaitu Kerajaan Banggai. Suku Banggai berkomunikasi di antara mereka
menggunakan bahasa Banggai, yang memiliki beberapa dialek yang tersebar
di beberapa kecamatan di kabupaten Banggai maupun di kabupaten Banggai
Kepulauan. Bahasa Banggai merupakan anak cabang Malayo-Polinesia. Di
samping di wilayah-wilayah inti suku Banggai, mereka juga tersebar di
pesisir Sulawesi Tengah, Maluku, dan Maluku Utara.
Dalam
kehidupan suku Banggai, musyawarah adat (Seba Adat) merupakan wadah
untuk mempertahankan adat istiadat yang ada pada masing-masing suku di
kerajaan Banggai. Masyarakat suku Banggai sangat patuh terhadap adat
istiadat mereka.
Seba
Adat diadakan oleh Perangkat Adat atau Kerajaan Banggai oleh Raja, atau
Tomundo dalam bahasa Banggai, yang dihadiri oleh Basalo, yaitu sejenis
kepala adat dalam cakupan kedaerahan kecamatan atau desa yang dari suku
banggai. Sedangkan dari Saluan dan Balantak bernama Bosano dan Bosanyo.
Selain Basalo, masih banyak perangkat adat lainnya yang membantu
kegiatan Basalo, misalnya Kapitan.
Dalam
perangkat kerajaan juga ada yang di sebut Mian Tuu, dan masih banyak
lagi jabatan-jabatan adat yang membantu dalam kepengurusan kerajaan
Banggai. Kegiatan Seba adat ini diadakan setiap tahunnya untuk Evaluasi
hasil kerja atau Program dan perencanaan yang baru dalam setiap gerak
masyarakat adat Banggai.
Beberapa
tradisi kesenian suku Banggai juga sangat beragam, termasuk kesenian
musik, yaitu Batongan, Kanjar, Libul dan lain sebagainya, juga ada
tarian, yaitu Onsulen, Balatindak, Ridan dan banyak lagi. Selain itu
mereka banyak menyimpan cerita rakyat yang dikenal dengan nama Banunut.
Lalu ada lagu-lagu rakyat serta puisi yang terdiri dari Baode dan Paupe.
Masyarakat
yang tinggal di tepian pantai dengan masyarakat yang tinggal di
pedalaman akan memberikan suatu gambaran yang jauh berbeda dari
kesenian, upacara adat, bahkan kehidupan adat sehari-hari tidak banyak
menunjukan kesamaan. Contohnya, upacara adat atau perayaan ketika para
nelayan telah menangkap ikan. Cara menangkapnya dikenal dengan nama
sero.
Mayoritas
suku Banggai memeluk agama Islam. Mereka adalah pemeluk agama Islam
yang taat. Beberapa tradisi mereka dipengaruhi oleh agama Islam, salah
satunya perayaan Maulid Nabi Muhammad saw, yang dirayakan hampir oleh
seluruh masyarakat Banggai. Mereka membuat kue Kala-kalas atau Kaakaras.
Kue ini tebuat dari tepung beras yang digoreng. Tradisi adat lain,
adalah upacara pelantikan Tomundo, upacara pelantikan Basalo dan lain
sebagainya.
Masyarakat
suku Banggai bermatapencarian yang beragam, mulai dari bidang pertanian
pada tanaman padi, kopi, coklat, jagung, ubi dan lain-lain. Selain itu
mereka juga banyak yang menjadi nelayan. Kegiatan lain adalah berburu
(Baasu), yang merupakan salah satu kegiatan yang dari zaman pra kerajaan
Banggai. Berburu masih sering dijumpai di daerah pedalaman, terutama di
kawasan Pulau Peling.
0 komentar:
Posting Komentar