Amungme
adalah salah satu suku yang ada di daerah Papua selain suku Dani yang
kita kenal, sebagian besar berasala dari Kabupaten Mimika. Kata Amungme
dibagi menjadi dua yaitu "amung" yang artinya utama dan "mee" yang
artinya manusia. Amungme berasal dari derah Pagema (lembah baleim)
Wamena. Hal ini dapat ditelusuri dari kata kurima yang artinya tempat
orang berkumpul dan hitigima yang artinya tempat pertama kali para nenek
moyang orang-orang Amungme mendirikan honey dari alang-alang.
Selain
itu mereka percaya bahwa mereka adalah keturunan pertama dari anak
sulung bangsa manusia, mereka hidup disebelah utara dan selatan
pegunungan tengah yang selalu diselimuti salju abadi yang dalam bahasa
Amungme disebut nemangkawi (anak panah putih). Orang Amungme berasal
dari suku Damal, keluarga besar eogam-e, anak sukunya adalah suku Delem
yang hidup di sepanjang sungai Memberamo.
Daerah
pegunungan merupakan daerah ektrim, Saking kerasnya alam pegunungan
telah membentuk karakter masyarakat Amungme menjadi keras, non kompromi,
fair dan gentlemen serta selalu melakukan tindakan preventif dalam
segala aktivitas sehingga suku Amungmme menggangap dirinya penakluk,
pengusa serta pewaris alam amungsa dari tangan Nagawan Into (Tuhan).
Amung-kal
adalah bahasa yang digunakan oleh orang Amungme yang hidup disebelah
selatan. Sedangkan Damal-kal untuk orang Amungme yang hidup di sebelah
utara. Maka dari itu dalam suku Amungme terdapat dua bahasa. Selain itu
suku Amungme juga memiliki bahasa simbol yang berbeda dengan bahasa
komunikasi sehari-hari yaitu Aro-a-kal adalah jenis bahasa simbol yang paling sulit dimengerti dan dikomunikasikan, serta Tebo-a-kal sebagai jenis bahasa simbol yang hanya diucapkan sewaktu berada di wilayah tertentu yang dianggap keramat.
Beberapa
model kepemimpinan suku Amungme yaitu menagawan, kalwang, dewan adat,
wem-wang, dan wem-mum, untuk menjadi pemimpin tidak ditentukan oleh
garis keturunan, seorang pemimpin dapat muncul secara alamiah oleh
proses waktu dan situasi sosial serta lingkungan ekologis yang
mempengaruhi perilaku kepemimpinan tradisonal pada tingkat budaya mereka
sendiri.
Selain
bahasa dan asal muaasal suku Amungme suku Amungme telah menggunakan
uang tukar resmi (rupiah) sebagai alat jual-beli, tidak lagi menggunakan
sistem barter. Barang-barang yang dijual masih sangat terbatas,
seperti: makanan pokok; petatas, keladi, umbi-umbian, minyak goreng,
sayur-mayur, alat jahit-menjahit sederhana, dan kebutuhan rumah tangga
sehari-hari lainnya seperti garam, sabun dan rokok.
Saat
ini budaya barter maupun alat tukar eral sudah tidak pernah lagi
digunakan oleh sebagian besar suku Amungme yang tinggal di perkotaan
atau berdampingan dengan budaya kota. Berbeda dengan masyarakat suku
Amungme yang tinggal di pedalaman bagian Utara, yaitu di daerah
pegunungan masih menggunakan eral.
Eral
sendiri adalah sistem tukar - menukar barang dengan alat tukar sah yang
diakui masyarakat Amungme, berupa kulit bia (siput). Kulit bia ini
diperoleh dengan tukar-menukar barang dengan masyarakat yang tinggal di
pantai. Setelah kulit bia diperoleh, mereka membawa pulang ke tempat
tinggalnya di pedalaman dan membentuknya menjadi alat tukar suku.
Mata
pencaharian suku Amungme umumnya berburu karena ditunjang faktor alam
dengan berbagai jenis flora yang tumbuh lebat dan terdapat berbagai
jenis fauna seperti babi hutan, burung kasuari, burung mambruk,
kakaktua, dll, bertani dan bercocok tanam serta beternak, banyak di
antara mereka telah bekerja di kota sebagai pedagang, pegawai maupun
karyawan swasta.
0 komentar:
Posting Komentar