MELAYU PERAIRAN
Berangkat
dari sejarah kesultanan yang berdiri di Kepulauan Riau, hingga kini
masyarakat masih sangat menghormati segala hal yang berkaitan dengan
kesultanan termasuk dalam segi kekerabatan. Kesultanan yang sempat
berdiri kokoh di Kepulauan Riau ini merupakan kesultanan Melayu,
sehingga berbondong-bondong masyarakat di Kepulauan Riau mengaku dirinya
sebagai masyarakat Melayu asli.
Mengusung
model sentral-periferi dalam struktur sosial politik masyarakat Melayu,
bahwa masyarakat di luar pusat kekuasaan (pinggiran) harus tunduk,
patuh, dan mengacu pada apa yang telah ditentukan oleh pusat. Hal ini
akan sangat berkaitan dengan stratifikasi sosial yang ada di wilayah
tersebut. Oleh karena itu, meskipun kesultanan sudah tidak ada lagi
masyarakat Melayu sering mengait-ngaitkan diri mereka dengan kejayaan
kesultanan terutama garis keturunan istana. Usaha ini dilakukan untuk
menaikkan derajat kelas sosialnya dan mempertegas batas identitas antara
‘orang Melayu asli’ dengan mereka yang ‘bukan Melayu’.
Apa
yang terjadi tersebut memberikan efek yang cukup besar terhadap
keberadaan suku Laut di Kepulauan Riau. Suku Laut yang mengenal dirinya
sebagai keturunan Melayu ditentang kuat oleh kaum aristrokat Melayu yang
diakui sebagai keturunan asli istana dan menduduki posisi sebagai
Melayu asli. Pertentangan ini terjadi karena jika dilihat dari garis
keturunan suku Laut adalah suku yang berada pada garis terluar, atau
bisa dibilang suku Laut tidak memiliki garis keturunan dengan masyarakat
Melayu.
Orang
suku Laut ditempatkan pada sisi terluar (perferi) dan menempatkannya di
derajat sosial terendah dalam hierarki ‘dunia Melayu’. Adapun beberapa
alasan yang menguatkan bahwa Suku Laut menjadi golongan terluar
masyarakat Melayu, hal ini banyak dijelaskan dalam beberapa kategori.
Mereka dianggap bukan bagian dari masyarakat Melayu karena tidak
menjalankan adat Melayu, tidak memeluk Islam, berbahasa dan berdialek
Melayu, serta berpenampilan seperti lazimnya orang Melayu. Masyarakat
Melayu yang secara dominan memeluk agama Islam, menaruh segala peraturan
dalam kehidupan sehari-hari berdasarkan syariat Islam, poin ini banyak
dilanggar oleh kaum suku Laut.
Orang
Suku Laut dianggap tidak memiliki agama. Bagi orang Melayu, seseorang
yang masuk memeluk agama Islam tidak cukup jika hanya dengan berikrar
saja sedang mereka masih melakukan praktik ilmu hitam dan sihir.
Orang-orang suku Laut juga tidak pernah menjadlankan ibadahnya (secara
Islam). Jangankan untuk beribadah, beberapa sarat dasar keislaman saja
tidak dijalankan oleh kaum suku Laut, seperti sunat, tidak makan babi
dan minuma beralkohol, melakukan pemakaman berdasarkan aturan Islam,
solat lima waktu, membangun masjid, solat jumat, dan menjalankan ibadah
puasa, juga yang lainnya. Salah satu hal di ataslah salah satu alasan
suku Laut menjadi kaum terpinggirkan dari masyarakat Melayu.
Posisi
seperti ini tentu saja berdampak pada perhatian masyarakat terhadap
suku Laut dan perkembangannya baik dari sisi sosial, pengetahuan,
teknologi, maupun ekonomi yang turut terpinggirkan. Seperti hukum yang
dijelaskan di awal bahwa siapa saja yang berada di luar garis keturunan
(luar pusat kekuasaan) wajib mengikuti apa yang telah disepakati dan
diperintahkan oleh pusat.
0 komentar:
Posting Komentar