Minahasa
adalah suku bangsa Indonesia yang mendiami wilayah yang juga disebut
Minahasa (dahulu disebut Tanah Malesung), yang terletak di ujung Utara
Pulau Sulawesi, yang sekarang masuk dalam wilayah administratif Provinsi
Sulawesi Utara. Minahasa terbilang suku bangsa yang unik, karena
sejatinya ia menaungi sejumlah sub-suku bangsa, sebagai hasil dari
sebuah janji persatuan. Terdapat delapan sub-suku bangsa di Minahasa,
yakni: 1) Tonsea, 2) Tobolu, 3) Totemboan (Tompakewa), 4) Toulor,5) Tonsawang, 6) Pasan atau Ratahan, 7) Ponosakan, dan 8) Bantik.
Istilah “Minahasa” dipercaya berasal dari dua kata, “mina”, yang berati “diadakan atau telah terjadi” dan “asa/esa”, yang berati “satu”. Jadi, Minahasa berarti “telah diadakan persatuan atau mereka yang telah bersatu”. Pada awalnya istilah“mahasa” (bersatu) digunakan untuk merujuk ikrar janji persatuan, yang telah berlangsung tiga kali sepanjang sejarah mereka tersebut. Mahsa pertama diadakan di Watu Pinawetangan untuk merundingkan pembagian wilayah pemukiman, mahsa kedua diadakan untuk menghalau ekspansi kerajaan Bolaang Mongondow, dan mahsa ketiga dilakukan untuk menyelesaikan pertikaian antara kelompok Walak Kakaskasen dengan kelompok Bantik.
Sebelum
mengenal Kristen dan agma-agama pendatang lainnya, orang Minahasa
memiliki keyakinan lokal yang memuja Dewa-Dewi yang menghuni alam
sekitar, yang mereka sebut Opo. Ada sejumlah Opo yang menjadi
sesembahan orang Minahasa, di antaranya adalah Opo Walian Wangko atau
Opo Empung Wangko yang merupakan Dewa tertinggi—yang pada perkembangnnya
diasosiasikan dengan Tuhan Allah—, para nenek moyang yang disebut dotudotu,
seperti Opo Toar, Opo Karema, Opo Rengan, dan lain-lain, para penggu
gunung, seperti Opo Soputan, Opo Kalabat, Opo Loklok, Opo Dua Saudara,
dan lain-lain, serta masih banyak Opo-Opo dari kategori lainnya, seperti
Opo para penunggu sungai, Opo para penghuni mata air, dan Opo penunggu
hutan. Hari ini, sekitar 90 persen suku bangsa Minahasa memeluk Kristen,
terutama Protestan. Walaupun hari ini masyoritas beragama Kristen,
keyakinan terhadap para Opo tersebut sedikit banyak masih lestari di
tengah masyarakat.
Sepanjang
Sejarahnya, suku bangsa Minahasa terlibat sejumlah peperangan melawan
kaum kolonial. Perang pertama adalah melawan bangsa Spanyol yang
berlangsung antara 1617 hingga 1645, yang dilatarbelakangi oleh
ketidakadailan bangsa Spanyol, terutama dalam perdagangan beras, sebagai
salah satu komoditi utama waktu itu. Perang berakhir dengan kekalahan
bangsa Spanyol. Perang kedua adalah melawan serdadu-serdadu Belanda yang
berpuncak pada Perang Tondano pada 1808 sampai 1809, yang berakhir
dengan kekalahan orang Minahasa. Perang heroik yang menelan banyak
korban jiwa ini sering dijadikan pembelaan atas tudingan miring yang
menyebut “orang Minahasa penjilat Belanda”.
Sementara
perang ketiga adalah melawan serdadu Jepang, di mana salah satu versi
menyebutkan bahwa orang-orang Minahasa menyusup ke dalam laskar-laskar
perang Belanda (termasuk KNIL) sebagai strategi untuk mengobarkan perang
kemerdekaan, terutama mengalahkan Jepang. Beberapa nama besar muncul
selama fase perjuangan menuju kemerdekaan ini, seperti Dr. Sam
Ratulangi, A. Maramis, Kawilarang, dan Ventje Sumual.
0 komentar:
Posting Komentar