Sabtu, 13 Desember 2014

Suku Sumbawa


Secara Geografis wilayah Sumbawa sekitar 8.493 km2 lebih dari setengah Pulau Sumbawa dengan luas keseluruhan mencapai 14.415,45 km2, sedangkan bagian timur Pulau ini didiami oleh suku Bima. Sebagian besar wilayahnya terdiri atas perbukitan dan pegunungan dengan puncak tertinggi 1.730 meter berada di Gunung Batu Lanteh. Gunung ini berdiri tegak di antara lima pegunungan lainnya yang berada di bagian tengah dan selatan pulau. Mengarah ke gunung ini terdapat sebuah sungai terbesar bernama Brang Beh yang juga mengalir menuju Teluk Lampui dan menuju daerah-daerah di sekitar pegunungan lainnya, kemudian bertemu dengan anak-anak sungai lainnya yang lebih kecil. Di sanalah suku Sumbawa bermukim. Suku Sumbawa juga dikenal dengan suku Samawa.
Kabupaten Sumbawa dan Kabupaten Sumbawa Barat merupakan penyebaran suku Sumbawa terbesar, mulai dari Kecamatan Empang di ujung timur hingga Kecamatan Taliwang dan Sekongkang yang berada di ujung barat dan selatan pulau, termasuk 38 pulau kecil di sekitarnya. Batas teritorial kedua daerah kabupaten ini adalah sebelah utara berbatasan dengan Laut Flores, sebelah selatan dengan Samudera Indonesia, sebelah barat dengan Selat Alas, dan sebelah timur berbatasan dengan Kabupaten Dompu. Jumlah populasi suku Sumbawa sekarang diperkirakan lebih dari 500.000 jiwa.
Populasi Suku Sumbawa yang terus berkembang saat ini merupakan campuran antara keturunan etnik-etnik pendatang atau imigran dari pulau-pulau lain yang telah lama menetap dan mampu beradaptasi dengan lingkungan barunya serta sanggup berakulturasi dengan para pendatang lain yang masih membawa identitas budaya nenek moyang mereka, baik yang datang sebelum maupun pasca meletusnya Gunung Tambora tahun 1815. Para pendatang ini terdiri atas etnik Jawa, Madura, Bali, Sasak, Bima, Sulawesi (Bugis, Makassar, Mandar), Sumatera (Padang dan Palembang), Kalimantan (Banjarmasin), dan Cina (Tolkin dan Tartar), serta Arab yang rata-rata mendiami dataran rendah dan pesisir pantai pulau ini, sedangkan sebagian penduduk yang mengklaim diri sebagai pribumi atau tau Samawa asli menempati wilayah pegunungan seperti Tepal, Dodo, dan Labangkar akibat daerah-daerah pesisir dan dataran rendah yang dulunya menjadi daerah pemukiman mereka tidak dapat ditempati lagi pasca bencana alam Tambora yang menewaskan hampir dua pertiga penduduk Sumbawa kala itu.
Selain itu merupakan daerah beriklim tropis, pengaruh iklim dari Benua Australia pada bulan-bulan tertentu sangat terasa dengan temperatur berkisar antara 19,20C–34,20C, kelembaban maksimum 89% dan minimum 71% dengan tekanan udara rata-rata 1.008,2 mb sampai 1.013,4 mb. Arah mata angin terbanyak adalah 300 dengan kecepatan tertinggi 13 knot per detik yang terjadi pada bulan Agustus, Oktober, dan November. Curah hujan rata-rata 1.476 mm setahun dengan jumlah hari hujan sebanyak 75 hari. Hujan mulai turun di Sumbawa pada bulan November sampai dengan Maret, setelah itu berganti musim kemarau di bulan April yang biasanya diawali dengan udara dingin dalam beberapa minggu.
Sebagian besar wilayah Sumbawa kaya akan hasil-hasil tambang, selain juga potensi perikanan, perkebunan, dan pertanian tanaman pangan. Potensi lain berupa hasil-hasil hutan dan peternakan. Beberapa produk andalan yang telah menjadi maskot bagi Sumbawa adalah madu lebah, mutiara, dan kekayaan flora-fauna berupa kayu gaharu, kuda, dan rusa yang mulai terancam punah akibat perburuan.

0 komentar:

Posting Komentar