Masjid
Gala berada di wilayah Kelurahan Paseban, Kecamatan Tembayat, Kabupaten
Klaten, Provinsi Jawa Tengah. Di sebelah utara masjid terdapat tanah
pekarangan milik masyarakat, di sebelah selatan berbatasan dengan jalan
Bendo gantungan dan Dusun Melikan. Di bagian barat dan utara berbatasan
dengan lereng bukit Jabalkat.
Deskripsi Bangunan
Masjid
Gala berdiri di atas bukit berteras dan terdiri dari tiga tingkat.
Masjid tersebut terletak di tingkat ketiga yang luasnya 324 m². Bangunan
masjid hanya terdiri dari ruang utama, jadi tidak seperti masjid pada
umumnya yang memiliki serambi dan pawestren tersendiri. Masjid ini
termasuk salah satu masjid yang unik karena menggunakan gaya budaya
Indo-Jawa. Di atas gedung dalam masjid ini adalah salah satu
karakteristik dari bangunan keagamaan Hindu-Budha di Jawa. Atap masjid
berbentuk tumpang terdiri dari dua tingkat yang meruncing ke atas dan
ditutup dengan mustaka pada puncaknya. Untuk menopang konstruksi ini
digunakan empat tiang sakaguru (tiang utama) dan dua belas sakarawa
(tiang tambahan) yang terbuat dari kayu jati. Sakaguru dilandasi umpak
batu dengan profil bingkai padma dan susunan pelipit-pelipit persegi.
Ruang mihrab mempunyai atap tersendiri yang terbuat dari batu. Sedangkan
mimbar dalam masjid ini merupakan mimbar baru terbuat dari kayu jati
yang terletak di sebelah depan bagian utara mihrab. Bedug dalam masjid
ini ditempatkan di bagian timur laut ruangan masjid, selain bedug di
dalam masjid juga terdapat kentongan bambu yang berbentuk lengkung.
Selain itu terdapat pula Padasan yaitu tempayan tempat air wudhu dan
biasanya terletak di halaman depan masjid, dalam masjid ini terdapat dua
padasan yaitu terbuat dari tanah liat dan pada bagian luarnya dilapisi
dengan semen. Di halaman Masjid Gala terdapat makam-makam diantaranya
makam keturunan Ki Ageng Pandanarang, salah satunya makam Pangeran
Mendel IV yang terletak di sebelah barat masjid. Dalam masjid ini
terdapat bekas umpak sakarawa yang berbentuk bulat dengan lubang persegi
di bagian atasnya, seluruhnya terdapat enam buah yang diletakkan di
halaman depan masjid.
Sejarah
Riwayat
Masjid Gala dapat dihubungkan dengan Sunan Tembayat. Dikisahkan bahwa
dalam perjalanannya Ki Ageng Pandanarang menemukan sebuah masjid kecil
dan padasan. Selanjutnya beliau bermukim di Tembayat dan terkenal dengan
sebutan Sunan Tembayat. Sedangkan kisah lain menyebutkan bahwa Sunan
Tembayat merasa kurang puas dengan masjid yang didirikan di atas gunung
Jabalkat. Kemudian ia menyuruh membangun lagi seuah masjid di bawah dan
diberi nama Masjid Gala. Huruf “ga” berarti satu dan huruf “la” berarti tujuh. Jadi “gala” mengandung arti nilai “la” yang bermakna di dalam masjid itu dilakukan shalat 17 rakaat.
0 komentar:
Posting Komentar