BUKTI ERATNYA HUBUNGAN BALI DAN MAJAPAHIT
Kita sering mendengar nama Wilwatikta di Jawa sedangkan di Bali lebih banyak digunakan Maospahit. Keduanya untuk maksud yang sama, yakni lebih mengangkat nama Majapahit. Bedanya kalau Wilwatika merupakan terjemahan terjemahan Sanskerta yang berkonotasi kemegahan dan puitis sedangkan Maospahit merupakan penghalusan dari Majapahit bersifat filosofis-religius. Sifat yang terakhir ini lebih jelas lagi dengan adanya sebutan Batara Maospahit yang sering disediakan Pelinggih dengan hiasan kepala manjangan di komplek pura. Bahkan ada yang seluruh pura itu disebut Maospahit. Salah satunya adalah pura Maospahit Tatasan di desa Tonja, Kecamatan Denpasar Timur, Kabupaten Bandung. Pura ini sangat mudah dicari karena hanya sejauh 2,5 km ke arah laut dari pusat kota Denpasar, Bali.
- Struktur dan Fungsi Bangunan
Memasuki Jabaan kita harus melalui gerbang dalam bentuk candi belah atau candi bentar, kemudian menuju jeroan melalui kori agung dana bentuk padaraksa.
Di Jeroan kita dapatkan berbagai bangunan dan benda-benda suci dalam bentuk tajuk, gedong, bale, padmasana, pelinggih, kori, dan lain-lain. Beberapa bangunan atau benda suci yang perlu kita kenali lebihn jauh karena pentingnya ditinjau dari sudut arkeologis adalah mejabatu, padupaan, prasada, batu peresmian, kolam.
- Meja Batu
Meja batu semacam ini tidak umum terdapat pada pura, asal konteks budaya dan periodenya lain, justru lebih tua yakni masa prasejarah.
- Prasada
Pintu dengan gambar-gambar singa, burung, kepala raksasa dan bingkai pintu sendiri, sering ditafsirkan sebagai canda sangkala yang menunjuk angka tahun 1295 saka (1373).
- Batu Pesiraman.
- Kolam
- Pusa Tatasan Tonja dalam catatan Sejarah
Nama Maospahit mengingatkan kita akan kerajaan Majapahit. Bali pun seperti kita ketahui telah dipersatukan dengan Majapahit. Bukan hanya di bidang pemerintahan, melainkan juga di bidang budaya Bali yang banyak mengambil pola dari Jawa Timur, khusunya Majapahit. Tokoh-tokoh keagamaan dan kebudayaan seperti Mpu Kuturan, Mpu Baradah, Mpu Sedah, Mpu Penuluh, Mpu Prapanca, Mpu Tantular, dan lain-lain masih dipandang sebagai pahlawan budaya (culture-hero) dan hasil karyanya masih banyak dikenang dan diamalkan. Disamping itu adanya candra sangkala yang mengacu ke angka tahun 1373 Masehi memberi petujuk bahwa sangat mungkin pura ini dibangun pada masa kekuasaan Majapahit (abad 14 – 15 M) dan berfungsi terus hingga sekarang.
- Pelestarian dan pendayagunaan
Mengingat pentingnya pura ini ditinjau dari sudut cagar budaya dan melihat kenyataan bangunan itu menghadapi ancaman kerusakan, sejak tahun 1988 pemerintah melalui pemerintah daerah setempat telah melakukan pemugaran. Sebegai living monument maka pemeliharaannya diserahkan kepada masyarakat setempat, khusunya penyungsungnya yang menggunakan sebagai tempat ibadah. Di samping itu juga dapat digunakan sebagai sasana wisata budaya sepanjang tidak bertentangan atau mengganggu kepentingan keagamaan dan kegiatan adat masyarakat setempat.
0 komentar:
Posting Komentar