Masyarakat Suku Muyu, Kab. Boven Digoel, Papua memiliki dua jenis pesta babi, áwònbòn sederhana dan átàtbòn yang lebih mewah. Perbedaannya, pada atatbon digelar tarian ketmon, banyak dikunjungi penonton, dan bahwa pembeli harus membayar tunai. Awonbon biasanya
diorganisir oleh satu keluarga inti saja, dan hanya membutuhkan satu
atau dua ekor babi-yang dengan sendirinya membatasi jumlah tamu. Namun, tentang penggunaan kekuatan supernatural, katanya tidak berbeda.
Pada hakikatnya atatbon adalah
suatu peristiwa pesta di mana beberapa orang -biasanya dari trah yang
sama- bergotong-royong membunuh babi-babi yang mereka pelihara, dan
menjual dagingnya kepada kerabat yang mereka undang. Pada gilirannya
tamu-tamu itu mengundang kerabat mereka sehingga pesta itu mendapat
banyak pengunjung, beberapa di antaranya datang dari jauh.
Berikut ini gambaran tentang upacara atatbon.
Suatu pesta dengan 15 ekor babi menarik 3.000 pengunjung. Babi-babi
yang dibunuh untuk satu dan lain pesta jumlahnya bervariasi. Pada tahun
1954 di Kawangtet diselenggarakan empat pesta, masing-masing dengan 3
sampai 10 babi.
Persiapan
pestanya memakan banyak tenaga. Untuk menerima para tamu harus dibangun
penginapan, sedangkan sagu dan makanan lain harus pula dikumpulkan.
Banyak bagian hutan harus dibabat, baik untuk penginapan maupun untuk
bangunan upacara -disebut atatbon seperti pestanya sendiri- maupun untuk lapangan pesta. Kadang-kadang persiapan itu dapat memakan waktu bertahun-tahun.
Menurut
orang Muyu, motif utama untuk pesta seperti itu ialah pembayaran tunai
untuk daging yang dijual, karena tujuan inilah mereka mau bersusah
payah. Pendapat yang beredar di Yibi ialah bahwa kepada tuan rumah yang
telah berusaha begitu keras adalah sangat wajar ia mendapat pembayaran
secara tunai.
Akan
tetapi, belum ada penjelasan tentang motif para tamu. Hanya kewajiban
kepada tuan rumahlah yang menyebabkan mereka menerima undangannya.
Meskipun transaksi barter itu sebagian besar bersifat komersial, seperti
begitu banyak hubungan orang Muyu lainnya, transaksi itu pun memuat
prinsip resiprositas (timbal balik). Sebab kebanyakan pembeli terbukti
sebelumnya sudah menjual sesuatu kepada tuan rumah, yang memberi mereka
kewajiban untuk membantunya dengan cara membeli daging yang ia jual.
Pesta
babi secara fungsional berada dalam jaringan hubungan tukar-menukar
yang ada. Dapat dikatakan bahwa dengan sekali pukul tuan rumah menerima
uang untuk tagihan-tagihannya dengan menjual daging babi, dan juga
berhasil menerima pembayaran utang-utangnya. Jadi, dengan mengadakan
pesta ini ia mengumpulkan banyak ot, yang pada gilirannya dapat digunakan untuk ikut lagi dalam pesta babi yang digelar orang lain.
Daftar penjualan daging disusun mendahului pestanya, sebagai ganti kepala babi jantan seharga 5 ot, dua kepala masing-masing seharga 6 ot, dan sebatang kaki seharga 2 ot. Kepala desa itu diharap akan membeli kepala yang berharga 5 ot, dan sebatang kaki, dan memberikannya masing-masing kepada tuan rumah dan kepada kepala desa Kaikibinop.
Sebagai gantinya ia akan menerima sebagai hadiah salah satu dari dua kepala yang berharga 6 ot. Ia diharapkan memberikan kepala itu kepada sesama tamu dari Kawangtet, yang akan membeli kepala babi lainnya yang berharga 6 ot itu, bersama dengan yang diberikan kepadanya.
Tukar-menukar
daging babi, dan tukar-menukar serupa dari makanan yang sudah diolah
itu setelah kedatangan tamu, tidak lain bertujuan untuk membangun dan
memperkuat hubungan. Tukar-menukar pangan antara para tamu dan tuan
rumah pun mempunyai fungsi yang sama. Para tamu memberi ikan asin,
daging kuskus yang dikeringkan, dan ular hidup kepada tuan rumah, yang
lalu dibalas dengan sagu dan pisang.
Hanya
tamu asli -diundang langsung oleh tuan rumah- menjadi pembeli. Mereka
ini merupakan minoritas kecil dalam pesta, semua tamu yang lain
merekalah yang mengundang. Tamu-tamu asli itu membagi-bagikan secara
gratis daging yang mereka beli itu di antara tamu-tamu yang mereka bawa.
Dan apabila salah seorang di antara tamu-tamu itu kelak di sebuah pesta
menjadi pembeli, mereka diharapkan dapat memberi hadiah imbalan yang
seharga. Dengan demikian, ada tamu-tamu dari banyak permukiman.
Sedikit
sekali di pesta babi orang datang atas kemauan sendiri, tanpa undangan.
Kelompok "terlantar" tidak membeli bahkan juga tidak makan daging.
Motif kedatangan mereka ialah berpartisipasi dalam barter besar yang
terjadi di pesta itu. Semua tamu membawa barang-barang untuk
diperdagangkan dan berkeliling mencari pembeli dan dagangan yang mereka
butuhkan. Dengan demikian, pesta itu menjadi pasar untuk tukar-menukar
perhiasan, busur, rok jerami, koteka, anak panah, rajut pengangkut
(noken), dan sebagainya, yang bersifat komersial murni
Akan
tetapi, karena digelar tari-tarian maka pesta babi itu tetaplah suatu
pesta meskipun ada kegiatan-kegiatan ekonomi. Tarian itu dilakukan sejak
awal pesta: waktu para tamu memasuki lapangan pesta mereka menarikan ketmon. Ini
suatu tarian dengan banyak variasi yang menggambarkan segala macam
kegiatan dan objek, seperti menangkap ikan, sebatang pohon di sungai
yang timbul tenggelam di arus sungai; pohon buah-buahan dengan buah yang
sedang berjatuhan, perang. Pada petang hari diadakan segala jenis
tarian, di lapangan pesta atau di dalam rumah. dengan tujuan untuk
menyenangkan hati para tuan rumah karena mereka telah kerja begitu keras
untuk mengadakan pesta.
Tari-tarian
itu, perhiasan tubuh, hiruk-pikuk yang luar biasa, bertemu kerabat yang
lama tidak jumpa, ini semua menimbulkan suasana pesta di pasar. Banyak
orang datang hanya untuk melihat dan menikmati tontonannya saja.
Dengan
demikian pesta-pesta tersebut mengumpulkan orang dalam
kelompok-kelompok besar untuk beberapa hari, termasuk orang-orang dan
kelompok-kelompok yang saling bermusuhan. Segera setelah hampir semua
tamu tiba, diucapkan pidato untuk mereka oleh pemimpin tuan rumah atau
oleh salah seorang tamu, yang memperingatkan mereka agar jangan
berkelahi karena permusuhan lama, juga tidak untuk menagih utang, atau
mengganggu istri orang lain, atau mencuri.
Pendek
kata, untuk membantu membuat pesta itu sukses, sambil menangguhkan
permusuhan dan penagihan sampai pesta usai, hingga tiba waktu setiap
orang kembali ke permukimannya yang relatif terpencil. Dalam waktu
singkat banyak terjadi transaksi, peredaran uang makin cepat, suatu
peristiwa sosio-ekonomi yang penting telah berlangsung.
0 komentar:
Posting Komentar