ARSITEKTUR TRADISIONAL MINANGKABAU
Salah satu unsur
budaya Minangkabau yang secara lahiriah segera tampak sebagai ciri khas
adalah Rumah Gadang. Arsitektur yang khas dengan fungsi yang khas
Minangkabau itu merupakan salah satu unsur budaya yang memperkaya
khazanah budaya Nusantara.
Suatu ciri Rumah Gadang
yang sangat menonjol adalah bentuk atapnya yang melengkung dan
menjulang pada kedua ujungnya sehingga dari arah depan tampak seperti
kepala kerbau yang berbentuk runcing atau seperti bentuk perahu. Bentuk
atap yang demikian antara lain juga kita jumpai pada masyarakat Toraja
di Sulawesi Selatan dan juga rumah tradisional daerah Tapanuli.
Bentuk kepala kerbau
itu mungkin saja dapat dikaitkan dengan tradisi pemujaan arwah nenek
moyang dari masa prasejarah melalui media megalit (budaya batu besar)
yang peninggalannya memang sangat banyak terdapat di daerah Minangkabau,
bahkan di Minangkabau masih subur legenda tentang "kerbau yang
menang", namun banyak yang memberi keterangan bahwa bagian menjulang
pada ujung atap itu sebagai "gonjong rabuang membacuik" atau gonjong
berbentuk rebung yang mencuat.
Arsitektur dan bagian-bagian Bangunan
Sesuai dengan pengelompokan masyarakat Minang, Rumah Gadang juga terdiri atas tiga model/tipe yakni:
- Rumah Gadang Gajah Maharam
- Rumah Gadang Rajo Babandiang
- Rumah Gadang Bapaserek.
A. Rumah Gadang Gajah Maharam
Rumah Gadang Gajah Maharam
yang juga dikenal sebagai Rumah Gadang Koto Poliang, dapat dibedakan
dengan gaya Rumah Gadang Rajo Babanding dan Rumah Gadang Bapaserek
antara lain karena perbandingan antara panjang: lebar: tingginya
menimbulkan kesan gemuk seperti gajah sedang mendekam. Ciri lainnya
adalah beranjung pada kedua ujung kiri dan kanannya yakni ditinggikan
dari lantai.
- Ukuran. Tentang ukuran secara matematika tidak diketahui, hanya disebut dalam pepatah-petitih sebagai: "Selangkah gading, sepekik anak, sekejab kubin melayang, sekuat kuaran terbang, selanjar kuda berlari". Jadi ukuran sebuah Rumah Gadang tidak tertentu, tetapi yang penting selaras, serasi, indah dan semua fungsi terpenuhi.
- Tiang. Kayu untuk tiang diambil dari hutan secara bergotong-royong. Tiap-tiap tiang atau sekumpulan tiang mempunyai nama masing-masing, seperti: tiang tepi, tiang timban, tiang tengah, tiang dalam, tiang panjang, tiang selip dan tiang dapur. Sebelum digunakan kayu-kayu calon tiang itu direndam dalam lumpur di teba bertahun-tahun. Tiang-tiang dibuat indah, bersegi-segi dan diukir. Banyaknya segi tergantung besar kecilnya. Yang pahng kecil bersegi delapan, yang lebih besar bersegi 12 atau 16. Yang dimaksud indah tidak selalu harus lurus, ada pula yang bengkok. Rumah Gadang gaya Gajah Maharam dengan sembilan ruang ditambah anjung kiri dan kanan, memerlukan tiang 98 (sembilan puluh delapan) batang.
- Anjung. Anjung adalah tempat terhormat dengan meninggikannya beberapa puluh centimeter dari permukaan tanah.
- Atap. Rumah Gadang beratap ijuk. Pada bagian sambungan dan pinggiran bertatah timah. Sekarang fungsi ijuk banyak diganti dengan seng. Gonjongnya ibarat rebung yang mencuat dari tanah. Pada bagian gonjong ada yang berukir. Banyak pendapat lain tentang atap rumah gadang. Ada yang membandingkan dengan tanduk kerbau, atau perahu yang pertama mengangkut nenek moyang Minangkabau, bahkan ada yang membandingkan dengan Buraq ("burak ka tabang").
- Batu tapakan, batu alas atau yang disusun di depan tangga, untuk alas cuci kaki sebelum orang naik tangga.
- Jenjang
- Pagar
- Halaman
- Lumbung, merupakan unsur amat penting pada Rumah Gadang
- Lesung dan lain-lain.
B. Rumah Gadang Rajo Babandiang
Dalam hal arsitektur
tidak banyak perbedaan dengan jenis Gajah Maharam, hanya atapnya yang
lebih tinggi dan lebih mencuat ke atas.
Pada bagian dalamnya
tidak beranjang. Bagian yang tampak agak ditinggikan itu bukan anjung
tetapi "tingkah". Pada bagian belakang rumah ada bagian yang
ditinggikan lebih kurang sama dengan tingkah dan disebut "bandua".
Bagian luar belakangnya sama dengan Rumah Gadang Gajah Maharam.
C. Rumah Gadang Bapaserek
Bapaserek berasal dari
kata "serek", berarti berperseret. Yang diseret adalah bagian
belakangnya, sehingga kalau dilihat dari bagian belakang akan tampak
lebih keluar dari bagian dinding luar anjungan.
Rumah Gadang ini ada
anjungan tetapi hanya di sebelah kiri (ujung) dan lebih rendah seperti
Rumah Gadang Rajo Babandiang, begitu juga banduannya.
Fungsi Rumah Gadang
Rumah Gadang Gajah
Maharam adalah rumah adat sehingga dibangun, dirawat dan ditempati
sesuai aturan adat. Rumah Gadang bukan milik perseorangan tetapi milik
kaum, jumlahnya pada suatu kaum ditentukan oleh jumlah anggotanya. Rumah
Gadang harus dilengkapi dengan sawah, ladang, dan pandam pekuburan
pula.
Kamar-kamar dihuni oleh anak perempuan sesuai dengan adat matrilineal, sedang yang memimpin adalah saudara laki-laki ibu.
Sebagai rumah adat
yang juga berfungsi sebagai tempat musyawarah keluarga atau kaum
tentang berbagai hal yang menyangkut masalah kehidupan dan penghidupan
kaum itu.
Disamping fungsi secara keseluruhan, tiap-tiap bagian bahkan tiap-tiap tiang dari rumah adat ini mempunyai fungsi masing-masing.
Proses Pembuatan
Pembangunan Rumah
Gadang perlu waktu yang panjang untuk mengumpulkan bahan, teknis
pengerjaan dan tentu saja pengumpulan dana yang cukup banyak itu,
sehingga sejak persiapan hingga siap dihuni memerlukan waktu beberapa
bahkan belasan tahun.
Memang pembangunan dilasanakan secara bertahap dan setiap tahap selalu diawali dengan musyawarah. Tahap-tahap yang pokok adalah.
- Mencari "tonggak Tuo" (tiang tua atau tiang atama). Pekerjaan ini dilakukan oleh orang banyak secara terorganisasi baik. Hari baik dipilih, dilakukan upacara, kemudian rombongan yang terdiri dari orang-orang terpilih sesuai dengan fungsi atau keahliannya. Setelah pilihan dijatuhkan lalu penebangan dan diangkut secara gotong royong kekampung disertai dengan upacara syukuran.
- Setelah semua bahan siap, selanjutnya proses mengerjakan secara bertahap. Acara yang paling penting tahap ini adalah "menagakkan tonggak tuo". Pekerjaan dilakukan dengan cara borongan, namun makan dan minum para tukang tetap dijamin. Pekerjaan dilakukan dengan tertib, bagian-bagian dari kayu yang tampak biasanya diukir dengan pelbagai motif hiasan.
- Setelah seluruh pekerjaan selesai, tahap berikutnya adalah "menaiki" dengan upacara besar-besaran.
Perubahan tata nilai
dalam masyarakat Minangkabau tentu saja mempengaruhi pula bangunan Rumah
Gadang yang merupakan produk adat. Kalau tidak baik-baik kita menjaga
dan tidak adanya perhatian yang layak dari banyak pihak, maka tradisi
inipun dapat terancam kemunduran bahkan mungkin kepunahan. Jelas
tradisi ini merupakan salah satu kekayaan budaya bangsa kita. Alangkah
sayangnya kalau anak cucu kita kelak hanya mendengar saja kisah
kemegahan Rumah Gadang tanpa sempat menyaksikan apalagi menghayati
sendiri.
Tak lain imbauan kami
adalah, mari kita jaga dan kita bantu setiap upaya pelestarian warisan
budaya bangsa kita, agar kita tetap tegak berdiri di atas kepribadian
bangsa sendiri.
0 komentar:
Posting Komentar