Selasa, 09 Desember 2014

Bali Shell Museum

20140508_083614_1399516133.jpg
Bali Shell Museum
Bali Shell Museum di Kuta didirikan dengan tujuan melestarikan berbagai jenis kerang serta menumbuhkan kecintaan generasi muda terhadap laut. Koleksi yang dipamerkan di museum ini merupakan koleksi pribadi dari pemilik museum yang telah dikumpulkan lebih dari 25 tahun. Kecintaannya berawal pada saat sang pemilik berjalan di tepi Pantai Nusa Dua dan menemukan kerang yang terlihat berkilau yang terdampar di pasir (Cypraea tigris). Ia lalu mulai mencari dan mempelajari lebih dalam mengenai kerang-kerang tersebut serta mengoleksinya sampai hari ini. Akhirnya, pada tahun 2009 ia memberanikan diri untuk membuka museum ini karena merasa bahwa Indonesia yang merupakan negara bahari seharusnya memiliki setidaknya satu museum yang dapat mengekspresikan kekayaan dan keindahan laut Indonesia, terutama jenis moluska.
Lantai 2 dari museum ini dipamerkannya berbagai koleksi fosil binatang laut dari seluruh penjuru dunia. Fosil yang banyak dipajang antara lain fosil Ammonoidea yang telah punah. Umur fosil tersebut berkisar antara 100 sampai 300 juta tahun. Ada pula fosil scallop atau Pectenidae yang membantu di batuan putih, seperti batu kapur, yang satu dengan lainnya saling bertumpuk dengan artistik.
Ternyata,fosil-fosil binatang laut ini banyak ditemukan di daerah perbukitan, pegunungan, ataupun gurun. Misalnya, fosil cumi-cumi purba, Orthoceras, yang ditemukan di Gurun Sahara dan fosil ikan yang ditemukan di Pegunungan Alpen, Prancis. Fosil paling tua yang dimiliki oleh museum ini adalah fosil Trilobita, jenis crustacean yang hidup di dasar laut. Fosil yang berusia 490 juta tahun ini ditemukan di Gunung Boutshafrin, Maroko. Ada pula fosil-fosil kerang dari Indonesia (Jawa Tengah) yang umurnya relatif masih muda (20-40 juta tahun).
Begitu memasuki lantai 3, pengunjung disuguhi pameran Gastropoda (kerang satu cangkang) dan Bivalvia (kerang dua cangkang) yang masih bisa ditemukan di laut sampai hari ini. Pengunjung dapat melihat dua spesies (Syrinx aruanus dan Melo amphora) yang dipamerkan dari yang kecil hingga yang paling besar. Hal ini dimaksudkan untuk memperlihatkan perkembangan kerang jenis moluska yang cangkangnya dapat membesar sesuai dengan pertumbuhan sang penghuni. Biasanya kerang bertumbuh searah jarum jam, namun ada juga kerang yang pertumbuhan cangkangnya berlawanan arah dengan jarum jam (Busycon contrarium).
Di lantai 3 museum ini dipamerkan juga kerang yang diberi nama sesuai dengan nama pemilik museum (Tonna oentoengi dari Laut Arafura) dan nama anak beliau (Cymbiola tamariskae dari Laut Jawa-Pulau Bawean). Setelah konsultasi dengan conchologist (ahli kerang) dan dipastikan bahwa kerang-kerang tersebut belum memiliki nama, maka nama-nama kerang itu baru resmi didaftarkan ke museum yang berwenang di Paris.
Beberapa koleksi yang dianggap adiluhung oleh sang pemilik di lantai 3, antara lain Nodipecten magnificus dan Pleurotomaria rumphi. Nodipecten magnificus adalah kerang berwarna merah marun yang sangat langka dari Kepulauan Galapagos, sedangkan Pleurotomaria rumphi yang dimiliki museum berukuran sangat besar untuk kerang sejenisnya. Kerang ini hidup di kedalaman 100 – 200 m di Laut Cina Selatan.
Selain cangkang dari moluska (hamper 10.000 spesies), di museum ini juga dipamerkan berbagai jenis binatang laut yang ditata apik dan menjadikan museum lebih hidup. Di bagian akhir rute alur pengunjung museum, dipamerkan pula benda-benda etnografi dan pajangan yang terbuat dari kerang. Ada patung Rama dan Sita yang pakaiannya dibuat dari koin kerang, terompet kerang dari Tibet, serta perhiasan (kalung) kerang dari Papua. Kalung-kalung dari kerang ini merupakan maskawin yang dibuat oleh pengantin perempuan di Papua untuk pengantin laki-laki. Pengunjung juga dibolehkan untuk mencoba hiasan kepala dengan ornament burung dan kerang-kerang dari Papua. Museum ini istimewa karena merupakan museum kerang pertama dan satu-satunya di Indonesia yang menambah wawasan tentang kekayaan biota laut dan kebudayaan Indonesia.

0 komentar:

Posting Komentar