Hasaya atau lolotan
merupakan alat tenun tradisional masyarakat Angkola, Tapanuli Selatan.
Alat ini merupakan alat tenun yang tergolong paling tua di Angkola
karena berkembang paling awal. Dalam pengerjaannya lebih mengutamakan
tenaga tangan.
Hasaya atau lolotan
juga dikaitkan dengan adat perwakinan Tapanuli. Yakni ketika pengantin
perempuan datang ke pihak suami, maka diberikan kepadanya sebuah lolotan
sebagai bekal membina rumah tangga. Dengan demikian diharapkan agar
rumah tangga mereka abadi seperti lolotan, tahan lama dan kekal sampai
meninggal di tempat suaminya.
Alat
tenun ini merupakan alat tenun sederhana. Terbuat dari kayu, bambu atau
batang riman, dan pelepah enau. Sebagai alat pengikat menggunakan
rotan, tali ijak, atau plastik. Semua bahan, peralatan, dan perlengkapan
untuk membuatnya dapat diperoleh di sekitar kawasan permukiman
pengrajin. Sehingga mudah dibuat oleh kaum laki-laki setempat.
Hasaya atau lolotan
ini merupakan alat utama dalam bertenun. Alat tenun tersebut terdiri
dari beberapa bagian, yakni pamapam, pambibir, balobas, guyung sijobang,
guyun tupal, guyun raya, guyun lok-lok, simbolan, tipak, pagabe,
pamunggung, dan tadokan. Adapun alat bantu yang dipakai sebelum proses
penenunan berlangsung diantaranya adalah pangunggasan, ulkulan, hasoli,
dan aniyan.
Pada
masa Kolonial Belanda, kegiatan bertenun masih menggunakan lolotan.
Saat itu, bertenun juga tidak hanya sebatas kalangan bangsawan dan
kerajaan. Karena masyarakat umum juga sudah diberikan kebebasan untuk
bertenun. Namun tenun yang dihasilkan masih berupa kain adat abit godang
dan parompa sadun.
0 komentar:
Posting Komentar